
Kanada, Mata4.com – Peta energi Indonesia sedang bergeser. Di tengah tantangan krisis iklim, naiknya permintaan listrik, dan komitmen net-zero emission, pemerintah Indonesia mengambil langkah berani: memasukkan energi nuklir ke dalam strategi nasional.
Langkah ini langsung mengguncang panggung internasional. Tak tanggung-tanggung, lima negara besar—Kanada, Rusia, Amerika Serikat, Tiongkok, dan Korea Selatan—menyatakan minat resmi untuk berinvestasi dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Dari pendanaan, teknologi, hingga pelatihan tenaga kerja—semuanya ditawarkan.
Apakah ini saatnya Indonesia memasuki era energi nuklir?
Mengapa Energi Nuklir Jadi Rebutan?
Energi nuklir bukan sekadar “energi alternatif” lagi. Di tengah dunia yang ingin lepas dari batu bara, nuklir dianggap sebagai solusi yang:
- Ramah lingkungan (nol emisi karbon)
- Mampu memasok listrik stabil 24/7
- Efisien dalam lahan dan operasional
- Teknologinya makin aman dan ringkas
Indonesia, dengan lebih dari 280 juta penduduk dan pertumbuhan industri pesat, membutuhkan tambahan energi bersih dalam jumlah besar. Maka wajar jika PLTN jadi opsi yang sangat menggoda — baik bagi Indonesia maupun investor asing.
Lima Negara Besar Siap Masuk: Siapa Bawa Apa?
1. Rusia – Rosatom Siap Bangun dari Nol
Rusia adalah pemain lama dalam teknologi nuklir dunia, dan mereka ingin Indonesia jadi “klien strategis baru” di Asia Tenggara. Perusahaan Rosatom bahkan sudah mengajukan proposal resmi ke pemerintah RI untuk membangun PLTN berkapasitas 300–500 MW, lengkap dengan studi lokasi di Kalimantan dan Sumatera.
Mereka tak hanya menawarkan teknologi, tetapi juga pembiayaan proyek dan pelatihan tenaga kerja lokal.
“Kami siap membangun ekosistem nuklir dari nol di Indonesia,” ujar perwakilan Rosatom dalam Forum Energi Internasional di Jakarta.
2. Kanada – Teknologi dan Pendekatan Ekosistem
Kanada masuk dengan pendekatan elegan. Mereka menekankan bukan hanya pembangunan, tapi dukungan regulasi, keselamatan, hingga pendidikan SDM. Menteri Pengembangan Internasional Kanada, Ahmed Hussen, menyatakan siap menjadikan Indonesia sebagai mitra jangka panjang dalam pengembangan nuklir damai.
Kanada punya teknologi CANDU (Canadian Deuterium Uranium) yang andal dan digunakan secara global.
“Kami siap bantu Indonesia tak hanya membangun, tapi juga memahami dan mengelola energi nuklir secara aman,” ujar Hussen.
3. Amerika Serikat – Fokus pada Small Modular Reactor (SMR)
Amerika menawarkan sesuatu yang futuristik: reaktor kecil modular atau SMR, lewat perusahaan seperti Westinghouse dan NuScale Power.
Teknologi ini memungkinkan pembangunan reaktor berdaya kecil-menengah di daerah terpencil, cepat dibangun, dan lebih murah. Cocok untuk Indonesia yang berbentuk kepulauan.
“SMR adalah masa depan—dan kami ingin Indonesia jadi bagian dari masa depan itu,” kata perwakilan NuScale.
4. Tiongkok – CNNC dan Ambisi Hualong One
Tiongkok datang membawa reaktor Hualong One, teknologi generasi ketiga yang sudah digunakan di Pakistan dan negaranya sendiri. Mereka ingin membangun PLTN sekaligus membuka pusat riset nuklir gabungan di Indonesia.
Tiongkok melihat Indonesia sebagai mitra strategis dalam visi “Belt and Road” versi energi.
5. Korea Selatan – Reaktor Teruji dan Pendekatan Kolaboratif
Korea Selatan menyodorkan reaktor APR-1400, teknologi yang sukses digunakan di UEA. Melalui perusahaan KHNP (Korea Hydro & Nuclear Power), mereka menyatakan siap menyuplai reaktor, melatih SDM lokal, hingga membantu manajemen limbah nuklir.
“Kami ingin tumbuh bersama Indonesia, bukan sekadar berdagang teknologi,” ujar CEO KHNP.

www.service-ac.id
Dimana PLTN Akan Dibangun?
Kementerian ESDM mengungkapkan tiga wilayah yang kini dipelajari serius:
- Sumatera Selatan – Dekat dengan kawasan industri dan padat permintaan listrik
- Kalimantan Barat – Sumber uranium potensial dan wilayah industri baru
- Sulawesi Tenggara – Dukungan industri pertambangan dan logistik pelabuhan
Pembangkit pertama ditargetkan beroperasi tahun 2034, dengan daya awal 500 MW, dan akan terus berkembang sesuai kebutuhan regional.
Tantangan: Tak Sekadar Teknologi
Meski menggoda, proyek PLTN juga penuh tantangan:
- Isu keamanan dan bencana – Indonesia rawan gempa. Maka teknologi dan lokasi harus sangat hati-hati.
- Pengelolaan limbah – Limbah radioaktif harus dikelola dengan sistem jangka panjang.
- Penerimaan publik – Masih banyak masyarakat yang takut pada kata “nuklir”.
- Regulasi – Indonesia belum punya kerangka hukum komprehensif untuk pembangkit nuklir sipil.
Pemerintah kini tengah menyusun payung hukum baru dan menggandeng universitas, LSM, dan lembaga internasional untuk memastikan semua berjalan sesuai standar global.
Apa Langkah Selanjutnya?
Pemerintah sedang menyiapkan:
- Rencana induk PLTN nasional
- NEPIO (Nuclear Energy Program Implementing Organization)
- Perpres Energi Nuklir
- MoU kerja sama teknis dengan negara mitra
- Kampanye edukasi publik tentang nuklir damai
Presiden Prabowo sendiri dijadwalkan bertemu dengan beberapa pemimpin negara mitra pada KTT Energi Asia Pasifik akhir tahun ini, untuk mempercepat diplomasi energi.
Kesimpulan: Masa Depan Energi, Dimulai Sekarang
Apa yang dulu hanya wacana, kini menjadi kenyataan. Indonesia tidak lagi sekadar menjadi penonton dalam percaturan energi dunia. Dengan minat lima negara besar dan kesiapan dalam negeri yang semakin matang, energi nuklir bisa menjadi pilar ketiga energi nasional—setara pentingnya dengan energi fosil dan terbarukan.