Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan bahwa hingga pertengahan Juli 2025, baru sekitar 30 persen wilayah Indonesia yang masuk musim kemarau. Sementara itu, sebagian besar wilayah lainnya masih mengalami curah hujan tinggi, dengan potensi cuaca ekstrem seperti banjir, longsor, dan gelombang tinggi.
Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, kondisi ini disebabkan oleh anomali atmosfer dan laut yang membuat musim kemarau tahun ini tidak berlangsung sebagaimana mestinya. Bahkan, BMKG memprediksi fenomena yang disebut sebagai “kemarau basah” bisa berlangsung hingga Oktober 2025.
“Meskipun seharusnya banyak wilayah sudah kering, kenyataannya masih turun hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Ini akibat lemahnya monsun Australia dan suhu muka laut yang tetap hangat di selatan Indonesia,” ujar Dwikorita dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (11/7).
Wilayah Rawan Banjir dan Longsor
Wilayah yang saat ini masih mengalami curah hujan tinggi meliputi Sumatera bagian utara, Kalimantan tengah dan timur, sebagian besar wilayah Sulawesi, Maluku, Papua, serta beberapa bagian Jawa dan Nusa Tenggara. BMKG mencatat sejumlah kejadian hujan ekstrem dengan curah lebih dari 100 mm/hari di wilayah Bogor, Mataram, dan Sulawesi Selatan dalam sepekan terakhir.
Kondisi ini memicu bencana lokal seperti banjir genangan, pohon tumbang, dan tanah longsor, terutama di wilayah yang belum siap menghadapi perubahan cuaca cepat.
Imbauan kepada Masyarakat
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan memperhatikan peringatan dini cuaca. Pihaknya juga menyarankan agar pemerintah daerah segera mengaktifkan sistem kesiapsiagaan bencana, khususnya di wilayah yang rawan terdampak.
“Kami minta masyarakat tidak lengah. Meski kalender menunjukkan musim kemarau, realitas di lapangan berbeda. Banjir dan longsor masih bisa terjadi,” tegas Dwikorita.
BMKG juga menjalin koordinasi dengan BNPB dan pemerintah daerah untuk melakukan modifikasi cuaca (TMC) di daerah padat penduduk seperti Jabodetabek, Jawa Barat, dan Kalimantan Selatan guna mengurangi dampak hujan ekstrem.
