Subang, 14 Juli 2025 — Sebuah temuan menarik datang dari Kabupaten Subang, Jawa Barat. Tanaman asal benua Afrika yang dikenal memiliki daya tahan tinggi ternyata telah tumbuh dan hidup selama berabad-abad di wilayah ini. Para peneliti dan pemerhati lingkungan menyebut fenomena ini sebagai bukti kuat kekayaan biodiversitas dan kemampuan adaptasi tanaman asing di tanah Nusantara.
Tanaman tersebut adalah Adansonia digitata, atau lebih dikenal dengan nama pohon Baobab. Tanaman ini dikenal luas sebagai pohon ikonik Afrika, dengan bentuk batang besar dan umur yang sangat panjang—bahkan bisa mencapai lebih dari 1.000 tahun. Keberadaan pohon Baobab di Subang telah menarik perhatian banyak pihak, termasuk akademisi, pemerhati lingkungan, hingga wisatawan lokal.
Pohon Bersejarah yang Tersembunyi
Pohon Baobab di Subang tumbuh di kawasan pedesaan dan sudah lama menjadi bagian dari lanskap lokal, namun tidak banyak yang mengetahui asal-usul sebenarnya. Warga sekitar menyebutnya dengan nama lokal yang beragam, dan menganggapnya sebagai pohon tua yang “keramat” dan tidak boleh ditebang.
Menurut catatan sejarah lisan warga, pohon tersebut telah ada sejak zaman kolonial. Beberapa sejarawan menduga bahwa pohon Baobab ini dibawa ke Indonesia melalui jalur perdagangan atau oleh bangsa Belanda yang saat itu menjadikan tanaman eksotis sebagai simbol status.
“Tanaman ini bisa jadi masuk bersamaan dengan jalur rempah dan perdagangan abad ke-17 atau 18. Kemampuannya bertahan ratusan tahun menunjukkan bahwa iklim dan tanah Subang mendukung kehidupan pohon asal Afrika ini,” kata Dr. Lina Setyawati, peneliti botani dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).
Nilai Ekologis dan Budaya
Selain unik secara biologis, keberadaan pohon Baobab juga memiliki nilai ekologis dan budaya yang tinggi. Di Afrika, pohon ini dikenal sebagai “Pohon Kehidupan” karena hampir seluruh bagian pohonnya memiliki manfaat: daun untuk obat, buah kaya vitamin C, batang untuk menyimpan air, dan kulit kayu untuk serat.
Kini, warga Subang mulai memanfaatkan daun dan buah pohon tersebut secara terbatas sebagai obat tradisional dan bahan konsumsi. Namun demikian, kesadaran akan potensi ekonomi dan pelestariannya masih minim.
Pemerintah daerah bersama beberapa lembaga swadaya masyarakat mulai merancang program konservasi dan edukasi publik tentang pohon Baobab ini. “Kami ingin menjadikan ini sebagai simbol kebanggaan lokal, dan juga sebagai daya tarik wisata alam dan sejarah,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Subang, Dedi Suherman.
Potensi Wisata dan Riset
Keunikan ini membuka peluang riset dan pengembangan wisata edukasi berbasis keanekaragaman hayati. Dengan perawatan dan promosi yang tepat, pohon Baobab di Subang bisa menjadi destinasi ekowisata yang menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Dr. Lina Setyawati menambahkan bahwa pohon Baobab juga berpotensi diteliti lebih lanjut untuk adaptasi tanaman-tanaman asing di iklim tropis. “Kalau bisa tumbuh di sini selama ratusan tahun, bisa jadi ini kunci untuk memahami perubahan iklim dan ketahanan tanaman di masa depan,” katanya.
pohon Baobab (Adansonia digitata), tanaman raksasa yang berasal dari benua Afrika dan dikenal karena usianya yang dapat mencapai lebih dari seribu tahun.
Keberadaan pohon Baobab di Indonesia, khususnya di Subang, menjadi temuan yang mengejutkan sekaligus menakjubkan. Pohon tersebut telah hidup berabad-abad dan tetap berdiri kokoh hingga saat ini. Tak banyak yang tahu bahwa tanaman yang selama ini dianggap “pohon keramat” oleh warga setempat ternyata merupakan spesies eksotis dari luar negeri yang sangat penting secara ekologis dan historis.
Jejak Sejarah yang Terlupakan
Menurut keterangan warga, pohon tersebut telah ada sejak mereka masih kecil — bahkan menurut cerita turun-temurun, pohon itu sudah berdiri sejak zaman kolonial. Beberapa sejarawan menduga pohon ini masuk ke Indonesia pada abad ke-17 atau 18 melalui jalur perdagangan maritim internasional yang aktif saat itu. Ada kemungkinan bahwa bangsa Belanda, yang kerap membawa tanaman eksotis untuk percobaan pertanian dan kehormatan kebun raya, menjadi pihak yang memperkenalkannya ke wilayah Nusantara.
“Bisa jadi pohon ini dibawa melalui Batavia dan secara tidak langsung menyebar ke wilayah Priangan, termasuk Subang,” ujar Dr. Lina Setyawati, peneliti botani dari LIPI. “Menariknya, pohon Baobab memiliki kemampuan adaptasi luar biasa terhadap iklim tropis dan tanah Indonesia.”
Keberadaan pohon ini juga menjadi bukti bahwa arus globalisasi tanaman sudah terjadi jauh sebelum zaman modern. Tanaman yang identik dengan savana kering di Afrika ternyata bisa tumbuh subur di tanah Sunda yang basah dan lembap.
Nilai Ekologis dan Budaya yang Besar
Pohon Baobab dikenal luas sebagai “Pohon Kehidupan” di Afrika karena hampir seluruh bagian tubuhnya bermanfaat: daun dan kulit kayunya digunakan sebagai obat herbal, buahnya kaya vitamin C dan antioksidan, serta batangnya mampu menyimpan air dalam jumlah besar untuk bertahan di musim kering.
Meski belum dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia, warga Subang telah mengenal manfaat daun dan buahnya secara turun-temurun. Dalam beberapa pengobatan tradisional, daun pohon ini dipercaya dapat menyembuhkan demam dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Namun, kesadaran mengenai nilai ekologis dan ekonomis pohon Baobab masih sangat rendah. Karena tidak dikenali secara ilmiah oleh masyarakat umum, banyak pohon langka ini yang hanya dianggap pohon tua biasa atau bahkan dianggap angker. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pelestarian tanaman eksotis tersebut.
Potensi Wisata dan Riset
Kini, pemerintah daerah mulai melihat potensi besar dari keberadaan pohon Baobab sebagai bagian dari aset ekowisata dan riset lokal. Dinas Pariwisata Kabupaten Subang bekerja sama dengan akademisi dan komunitas lingkungan untuk menjadikan pohon Baobab sebagai titik edukasi alam dan sejarah.
“Kami sedang menyusun rencana konservasi dan promosi wisata berbasis keanekaragaman hayati lokal. Pohon Baobab bisa menjadi ikon alam Subang yang unik dan bersejarah,” ujar Dedi Suherman, Kepala Dinas Pariwisata Subang.
Para peneliti juga mulai melirik pohon ini untuk dijadikan objek riset lebih lanjut. Baik dari sisi biologis—untuk memahami bagaimana pohon Afrika bisa bertahan hidup ratusan tahun di iklim tropis—maupun dari sisi historis, sebagai jejak peradaban dan perdagangan lintas benua.
Warisan yang Harus Dilestarikan
Keberadaan pohon Baobab di Subang bukan sekadar fenomena alam biasa. Ia adalah simbol dari sejarah, kekayaan alam, dan potensi masa depan. Di tengah krisis iklim global dan hilangnya banyak spesies tanaman, keberhasilan pohon Baobab bertahan di luar habitat aslinya menjadi pesan penting bahwa alam bisa beradaptasi dan bersinergi, asal dijaga dengan baik.
“Pohon ini adalah saksi hidup dari peradaban manusia, dan kini menjadi tanggung jawab kita untuk melestarikannya,” tegas Dr. Lina.
Pemerintah, masyarakat, dan komunitas lingkungan diharapkan dapat bekerja sama untuk melindungi pohon langka ini dari ancaman perusakan, alih fungsi lahan, dan ketidaktahuan publik. Dengan perlindungan yang tepat, pohon Baobab di Subang bukan hanya akan terus hidup, tetapi juga akan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang.
