Jakarta, 22 Juli 2025 — Dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) kembali bergulir dengan terungkapnya 8 tersangka baru oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Kasus ini diperkirakan telah merugikan negara hingga Rp1 triliun dan menimbulkan gelombang sosial-ekonomi yang signifikan, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap ribuan karyawan.
Latar Belakang: Sritex dan Pemberian Kredit Bermasalah
Sritex merupakan salah satu raksasa industri tekstil di Indonesia dengan sejarah panjang sejak tahun 1966. Perusahaan ini pernah menjadi tulang punggung ekspor tekstil nasional, mempekerjakan ribuan karyawan, serta berkontribusi besar bagi pendapatan negara.
Namun, mulai tahun 2020, kondisi perusahaan mulai memburuk. Laporan keuangan menunjukkan penurunan drastis, bahkan kerugian besar. Penyebab utama adalah sejumlah kredit besar yang diberikan oleh bank pemerintah dan daerah tanpa analisis risiko yang tepat, serta adanya indikasi penyalahgunaan dana kredit tersebut.
Kronologi Lengkap Kasus Korupsi Kredit Sritex
1. Periode 2020–2022: Kredit Diberikan Tanpa Prosedur Ketat
Pada masa ini, bank-bank pemerintah daerah seperti Bank Jateng, Bank BJB (Jawa Barat & Banten), dan Bank DKI memberikan fasilitas kredit besar kepada Sritex yang saat itu dinilai memiliki risiko tinggi.
- Sritex yang sebenarnya memiliki rating kredit BB–, menerima kredit tanpa jaminan memadai.
- Dana kredit tidak sepenuhnya digunakan untuk modal kerja, tetapi sebagian dialihkan untuk membayar utang lama dan membeli aset non-produktif.
- Pemberian kredit ini terjadi di tengah ketidakpatuhan terhadap prosedur perbankan yang ketat, termasuk pengabaian analisis kelayakan.
2. Tahun 2023: Kredit Mulai Macet, Penyidikan Awal
Memasuki 2023, beberapa kredit mulai menunjukkan tanda-tanda gagal bayar. Kejagung dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pengawasan lebih ketat.
- Kredit macet di Bank Jateng mencapai Rp395,66 miliar.
- Kredit macet di Bank BJB mencapai Rp533,98 miliar.
- Kredit macet di Bank DKI Rp149 miliar.
- Kredit sindikasi bersama BNI, BRI, dan LPEI diperkirakan macet sekitar Rp2,5 triliun.
3. Oktober 2024: Sritex Dinyatakan Pailit
Pengadilan Niaga Semarang resmi menyatakan Sritex pailit, setelah perusahaan gagal memenuhi kewajiban utangnya.
- Pengadilan menunjuk kurator untuk mengelola aset perusahaan.
- Penutupan pabrik dan PHK massal pun diumumkan pada awal 2025.
4. Mei 2025: Kejaksaan Tetapkan 8 Tersangka Baru
Kejagung melakukan pengembangan penyidikan dan menetapkan delapan tersangka baru yang diduga berperan dalam proses pemberian kredit bermasalah.
- Mereka berasal dari jajaran direksi Sritex dan pejabat di bank-bank terkait.
- Penyidikan juga melibatkan pemeriksaan lebih dari 50 saksi dari berbagai latar belakang, termasuk analis kredit, karyawan Sritex, dan pejabat bank.
Siapa 8 Tersangka Baru?
Hingga kini, Kejaksaan belum merilis nama secara resmi, namun sumber internal mengungkap bahwa mereka berasal dari:
- Manajemen tingkat menengah dan atas PT Sritex.
- Pejabat pengambil keputusan di Bank Jateng, Bank BJB, dan Bank DKI.
- Beberapa pihak terkait dalam sindikasi kredit.
Mereka diduga kuat terlibat dalam menyusun dan menyetujui kredit macet tanpa prosedur analisis dan jaminan yang sesuai.
Modus Operasi Korupsi Kredit Sritex
a. Pengabaian Analisis Risiko Kredit
Dalam sistem perbankan, analisis risiko adalah tahap penting sebelum memberikan kredit. Namun dalam kasus ini:
- Kredit diberikan meskipun kondisi keuangan Sritex tidak sehat.
- Rating kredit yang rendah tidak menjadi hambatan pemberian kredit besar.
b. Penyalahgunaan Dana Kredit
- Dana kredit digunakan untuk membayar utang lama yang sudah macet, bukan untuk pengembangan usaha.
- Pembelian aset yang tidak produktif menyebabkan likuiditas perusahaan menipis.
c. Manipulasi Dokumen dan Laporan Keuangan
- Laporan keuangan dimanipulasi untuk menutupi kondisi sebenarnya.
- Dokumen jaminan tidak memadai atau dipalsukan untuk memperoleh kredit.
Kerugian Negara: Rp1 Triliun dan Dampaknya
1. Kerugian Langsung
Kerugian negara yang dihitung akibat kredit macet dan kerugian yang timbul diperkirakan mencapai Rp1 triliun, dengan kemungkinan meningkat seiring proses audit dan penyidikan lanjutan.
2. Dampak Sosial
- PHK massal terhadap 10.000-11.000 karyawan sejak awal 2025.
- Keluarga pekerja kehilangan penghasilan, berdampak pada penurunan daya beli di wilayah industri tekstil.
- Protes dan tuntutan dari serikat pekerja terkait hak pesangon dan perlindungan ketenagakerjaan.
3. Dampak Ekonomi dan Perbankan
- Penurunan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan daerah.
- Tekanan terhadap sektor perbankan yang memengaruhi likuiditas dan pemberian kredit.
- Potensi domino effect terhadap industri tekstil nasional yang bergantung pada Sritex sebagai pemasok bahan baku.
Proses Hukum dan Status Tahanan
- Tiga tersangka yang lebih dulu ditahan menjalani masa tahanan selama 20 hari sejak Mei 2025.
- Delapan tersangka baru kemungkinan akan segera ditahan usai penyidikan selesai.
- Bukti elektronik, dokumen keuangan, dan aset telah disita sebagai barang bukti.
- Berkas perkara tengah dipersiapkan untuk dilimpahkan ke pengadilan.
Reaksi dan Tanggapan
Pemerintah
- Kementerian Ketenagakerjaan menegaskan perlindungan hak pekerja tetap menjadi prioritas.
- Pemerintah membuka opsi restrukturisasi kredit dan pemulihan perusahaan bila memungkinkan.
Serikat Pekerja
- Mengecam proses PHK yang dianggap tidak sesuai prosedur.
- Meminta agar hak pesangon, tunjangan hari raya, dan BPJS dibayarkan penuh.
Analis Ekonomi
- Menilai kasus ini sebagai cerminan lemahnya tata kelola dan pengawasan perbankan.
- Mengingatkan perlunya reformasi sistem kredit agar tidak terulang kasus serupa.
Kesimpulan
Kasus korupsi kredit Sritex menjadi gambaran nyata risiko korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian kredit di sektor perbankan negara dan daerah. Kerugian negara mencapai Rp1 triliun, sementara dampaknya sangat luas mencakup ekonomi, sosial, dan kehidupan ribuan karyawan.
Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini agar keadilan ditegakkan dan sebagai pembelajaran penting bagi tata kelola keuangan negara di masa depan.
