Total Suap Capai Rp 53,7 Miliar, Keterlibatan 85 Pegawai Diselidiki
Jakarta, 24 Juli 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan empat tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Langkah ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan yang sebelumnya telah menetapkan total delapan orang sebagai tersangka.
Keempat tersangka terbaru ditahan setelah dinilai cukup bukti oleh penyidik untuk melanjutkan proses hukum. Mereka diduga terlibat dalam praktik pemerasan dan suap dalam pengurusan izin kerja bagi tenaga kerja asing, dengan motif mempercepat atau mempersulit penerbitan izin berdasarkan pembayaran sejumlah uang.
Rincian Penahanan dan Profil Tersangka
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menjelaskan bahwa para tersangka ditahan selama 20 hari pertama, mulai dari 24 Juli hingga 12 Agustus 2025. Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan KPK untuk memperlancar proses penyidikan.
Empat Tersangka yang Ditahan Hari Ini:
- Gatot Widiartono
Jabatan: Koordinator Analisis dan Pengendalian PPTKA
Masa Jabatan: 2021–2025 - Putri Citra Wahyoe
Jabatan: Petugas Hotline dan Verifikator PPTKA
Masa Jabatan: 2019–2024 & 2024–2025 - Jamal Shodiqin
Jabatan: Analis TU dan Pengantar Kerja Ahli Pertama PPTKA
Masa Jabatan: 2019–2025 - Alfa Eshad
Jabatan: Pengantar Kerja Ahli Muda PPTKA
Masa Jabatan: 2018–2025
Sebelumnya, pada 17 Juli 2025, KPK telah menahan empat tersangka lain yang berasal dari kalangan pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK).
Modus dan Pola Kejahatan: Sistem Suap Terstruktur
Dalam keterangan resminya, KPK mengungkap bahwa para tersangka menggunakan sistem online pengurusan RPTKA sebagai alat untuk memeras para pemohon izin. Mereka secara sengaja memperlambat proses verifikasi data dan wawancara bagi perusahaan-perusahaan yang tidak bersedia memberikan uang pelicin. Sebaliknya, perusahaan yang memberikan suap diberikan prioritas dalam proses penerbitan izin.
Praktik ini terjadi secara sistematis dan berlangsung selama lima tahun, sejak 2019 hingga 2024. Akibatnya, banyak perusahaan yang merasa terpaksa membayar untuk menghindari denda administratif karena keterlambatan izin, yakni Rp 1 juta per hari untuk setiap tenaga kerja asing.
Lebih mencengangkan lagi, KPK menemukan bahwa dana suap tersebut tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang. Aliran dana diduga menyentuh hingga 85 pegawai di Kemnaker yang menerima pembagian uang secara rutin. Pola pembagian dilakukan setiap dua minggu sekali, termasuk dalam bentuk tunjangan tambahan seperti paket lebaran atau rekreasi bersama.
Total Dugaan Suap Mencapai Rp 53,7 Miliar
Menurut hasil penyidikan sementara, jumlah uang yang terkumpul dari praktik pemerasan ini diperkirakan mencapai Rp 53,7 miliar. Dana tersebut berasal dari ratusan perusahaan yang mengurus izin kerja untuk ribuan tenaga kerja asing dari berbagai negara, terutama sektor industri dan energi.
KPK juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan aktor-aktor lain, baik dari kalangan pejabat struktural maupun pihak swasta yang berperan sebagai perantara atau broker dalam pengurusan izin RPTKA.
Pasal yang Dikenakan dan Sanksi
Keempat tersangka dikenakan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Mereka juga dapat dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana.
Jika terbukti, para tersangka dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.
Respons Pemerintah dan Kemnaker
Menanggapi perkembangan kasus ini, juru bicara Kemnaker menyatakan bahwa pihaknya akan bersikap kooperatif dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Selain itu, akan dilakukan evaluasi internal terhadap proses layanan perizinan dan digitalisasi yang selama ini digunakan.
“Ini momentum bagi kami untuk memperbaiki sistem agar tidak mudah disusupi oleh kepentingan pribadi dan mafia perizinan,” kata jubir Kemnaker dalam pernyataan resmi.
Imbauan KPK dan Langkah Pencegahan
KPK mengimbau seluruh instansi pemerintah untuk memperkuat sistem pengawasan dan transparansi dalam perizinan. KPK juga mengajak masyarakat dan pelaku usaha untuk melaporkan jika menemukan praktik suap atau pemerasan dalam pengurusan izin kerja atau bentuk layanan publik lainnya.
Lembaga antirasuah itu memastikan bahwa penyidikan akan terus berjalan hingga seluruh pihak yang terlibat, termasuk yang menikmati hasil kejahatan, dapat dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum.
Fakta Singkat Kasus
| Elemen Kasus | Rincian |
|---|---|
| Periode Dugaan Korupsi | 2019–2024 |
| Total Tersangka | 8 orang |
| Jumlah Dana Suap | Rp 53,7 miliar |
| Pegawai Terlibat | Minimal 85 pegawai Kemnaker |
| Dampak ke Korban | Perusahaan dikenakan denda Rp 1 juta/hari per TKA |
| Status Hukum | 8 tersangka ditahan, penyidikan berjalan |
| Pasal Hukum | Pasal 12e, 12B UU Tipikor; Pasal 55 KUHP |
Penutup
Kasus ini menambah daftar panjang praktik korupsi dalam sektor perizinan di Indonesia. Penahanan keempat tersangka oleh KPK mempertegas pentingnya reformasi birokrasi yang bukan hanya berfokus pada digitalisasi, tetapi juga penguatan integritas dan akuntabilitas sumber daya manusianya.
KPK berjanji akan terus mengungkap jaringan korupsi ini sampai ke akar-akarnya, sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku dan sinyal kuat bagi publik bahwa tidak ada tempat aman bagi praktik korupsi di tubuh pemerintah.
