Jakarta, 25 Juli 2025 — Industri baja nasional tengah menghadapi tekanan berat akibat semakin derasnya arus produk baja impor dari negara-negara seperti Vietnam dan China yang tidak memenuhi standar mutu yang diatur oleh pemerintah Indonesia, khususnya Standar Nasional Indonesia (SNI). Kondisi ini menyebabkan gejolak di kalangan produsen lokal yang menilai keberadaan produk baja impor tanpa SNI dan dokumen legal lain seperti Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) telah merugikan industri dalam negeri secara signifikan.
Lonjakan Produk Baja Impor Tanpa SNI
Dalam beberapa tahun terakhir, volume impor produk baja konstruksi terus meningkat secara signifikan. Produk-produk ini meliputi berbagai jenis baja ringan, besi profil, hingga baja canai datar yang biasa digunakan dalam proyek konstruksi besar maupun skala menengah.
Menurut data terbaru, produk baja impor yang masuk ke Indonesia banyak yang tidak memiliki sertifikat SNI maupun memenuhi persyaratan TKDN, yang biasanya menjadi syarat wajib agar produk dapat digunakan dalam proyek konstruksi di Tanah Air.
Beberapa pelaku industri baja lokal menyebut bahwa pengawasan terhadap produk impor ini masih minim sehingga produk-produk berkualitas rendah tersebut tetap bebas beredar dan bersaing di pasar dengan harga jauh lebih murah.
Dampak Negatif Bagi Industri Baja Lokal
Keberadaan produk baja impor tanpa SNI memberikan dampak buruk yang cukup serius bagi pelaku industri baja dalam negeri, di antaranya:
- Kapasitas produksi lokal menurun: Banyak pabrik baja nasional terpaksa beroperasi di bawah kapasitas optimal karena sulit bersaing dengan produk impor murah. Data menunjukkan rata-rata tingkat utilisasi pabrik baja nasional hanya sekitar 40-60 persen, padahal kapasitas produksi seharusnya bisa mencapai angka optimal di atas 80 persen.
- Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK): Karena penurunan permintaan dari pasar domestik, banyak perusahaan baja di Indonesia yang menghadapi risiko pemutusan hubungan kerja terhadap ribuan pekerja. Industri baja skala kecil dan menengah menjadi yang paling terdampak.
- Turunnya kualitas konstruksi: Produk baja tanpa SNI biasanya tidak melewati uji kualitas yang ketat, sehingga penggunaan produk ini berpotensi menurunkan standar keamanan dan daya tahan bangunan dan infrastruktur di Indonesia.
- Proyek strategis tidak memberdayakan industri dalam negeri: Meskipun pemerintah gencar mendorong program pembangunan infrastruktur dan proyek strategis nasional, penggunaan baja impor tanpa standar ini menyebabkan peluang industri nasional dalam mendukung proyek tersebut menurun drastis.
Suara dari Industri: Asosiasi Industri Baja Konstruksi Indonesia (ISSC)
Ketua Umum ISSC, Budi Harta Winata, dalam konferensi pers mengungkapkan kekecewaan mendalam atas kondisi pasar baja saat ini.
“Kami sangat prihatin dengan maraknya produk baja impor yang tidak ber-SNI dan tidak mematuhi persyaratan TKDN, tapi tetap dapat beredar bebas di pasar. Hal ini menciptakan ketidakadilan yang sangat merugikan produsen lokal yang berusaha memenuhi standar tinggi dan mendukung industri dalam negeri,” tegas Budi.
Budi juga menyoroti ketimpangan dalam pelaksanaan regulasi:
“Kalau produk impor diwajibkan memenuhi persyaratan yang sama dengan produk lokal, maka persaingan bisa berjalan sehat. Namun kenyataannya, produk impor bisa masuk tanpa sertifikasi, sedangkan industri lokal harus patuh ketat. Ini jelas membuat kondisi industri baja nasional semakin terpuruk.”
Regulasi dan Penegakan Hukum
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memang telah menerapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk beberapa produk baja impor. Namun, industri menilai bahwa implementasi kebijakan ini belum efektif menekan arus baja impor tanpa SNI.
Pada tahun lalu, pemerintah juga sempat menyita ribuan ton produk baja siku impor tanpa SNI yang beredar di pasar. Meski demikian, penindakan masih dirasa kurang optimal karena volume produk ilegal tetap tinggi.
Kementerian Perdagangan menyatakan akan terus memperkuat pengawasan dan bekerja sama dengan aparat terkait untuk mengendalikan produk baja yang masuk ke Indonesia agar sesuai dengan regulasi.
Perspektif Lebih Luas: Ekonomi dan Kedaulatan Industri
Isu ini tak hanya berdampak pada aspek bisnis semata, tetapi juga berhubungan dengan kedaulatan ekonomi Indonesia. Keberadaan produk impor tanpa standar yang masuk bebas ke pasar nasional berpotensi melemahkan daya saing industri dalam negeri dan ketergantungan pada produk asing.
Industri baja nasional selama ini menjadi salah satu sektor penting yang menopang pembangunan infrastruktur dan pertahanan negara. Jika kondisi ini dibiarkan, Indonesia berisiko kehilangan basis manufaktur strategis yang vital untuk pembangunan jangka panjang.
Implikasi untuk Tenaga Kerja dan Komunitas Industri
Ribuan tenaga kerja di sektor manufaktur baja berpotensi menghadapi masa depan yang tidak pasti. Menurunnya pangsa pasar lokal berarti penurunan pendapatan perusahaan dan kemungkinan PHK besar-besaran.
Pekerja di pabrik-pabrik baja, pengrajin, serta pelaku usaha kecil di rantai pasok baja turut merasakan tekanan ini secara langsung. Mereka yang menggantungkan hidup dari industri baja terancam kehilangan mata pencaharian jika kondisi ini terus berlanjut.
Seruan untuk Aksi Cepat dan Terpadu
Industri baja dalam negeri meminta pemerintah untuk segera melakukan langkah konkret, antara lain:
- Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk impor yang tidak memenuhi SNI dan persyaratan legal lainnya.
- Memperketat aturan masuknya baja impor agar semua produk yang beredar di pasar domestik harus mematuhi standar yang sama.
- Memberikan insentif dan dukungan kepada produsen lokal untuk meningkatkan kapasitas produksi, efisiensi biaya, dan inovasi produk.
- Melibatkan seluruh pemangku kepentingan seperti asosiasi industri, pengusaha, pemerintah daerah, dan akademisi untuk membangun ekosistem industri baja yang berkelanjutan.
Data dan Fakta Terkini
| Fakta Utama | Keterangan |
|---|---|
| Volume impor baja tanpa SNI meningkat | Produk dari Vietnam dan China mendominasi pasar impor |
| Tingkat utilisasi pabrik lokal turun | Rata-rata hanya 40-60% dari kapasitas produksi |
| Risiko PHK meningkat | Ancaman bagi ribuan pekerja sektor manufaktur baja |
| Penegakan BMTP belum optimal | Pemerintah masih mengevaluasi kebijakan proteksi |
| Kualitas konstruksi terancam | Produk tanpa standar berpotensi menurunkan mutu bangunan |
Kesimpulan
Masalah banjir produk baja impor tanpa SNI bukan hanya persoalan teknis, melainkan juga tantangan besar bagi kedaulatan industri dan ekonomi nasional. Tanpa tindakan tegas dan regulasi yang konsisten, industri baja Indonesia akan semakin terpuruk dan kehilangan peran strategisnya dalam pembangunan nasional.
Dukungan semua pihak sangat dibutuhkan untuk menciptakan iklim persaingan yang adil, menjaga kualitas konstruksi, serta memastikan kesejahteraan tenaga kerja dan keberlanjutan industri dalam negeri.
