Pamekasan, Mata4.com — Suasana Pendopo Bupati Pamekasan mendadak ramai dan penuh sorotan publik usai sekelompok mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa dengan membawa simbol yang tak lazim: bendera bajak laut “Straw Hat Pirates” dari serial anime dan manga One Piece. Tindakan itu bukan tanpa alasan — simbol tersebut menjadi representasi dari keresahan, kemarahan, dan perlawanan terhadap kinerja pemerintahan daerah yang dinilai jauh dari kepentingan rakyat.
Bendera One Piece: Simbol Kritik dan Perlawanan
Dalam aksi yang berlangsung damai namun sarat pesan simbolik tersebut, mahasiswa dari berbagai organisasi kampus di Madura memilih membentangkan bendera One Piece sebagai lambang perlawanan terhadap “rezim yang tidak berpihak pada rakyat.” Bendera bergambar tengkorak dengan topi jerami itu dikibarkan di depan pendopo, disertai dengan spanduk-spanduk kritis, orasi lantang, dan yel-yel yang menuntut perubahan.
Menurut koordinator lapangan aksi, Fikri Anshari, bendera One Piece tidak dipilih secara sembarangan. Mahasiswa melihat kesamaan antara perjuangan Luffy dan kawan-kawan dalam melawan pemerintahan Dunia (World Government) yang korup dengan realitas hari ini, di mana rakyat kecil justru semakin ditekan dan tidak diutamakan oleh pemangku kekuasaan.
“Simbol bajak laut itu adalah bentuk perlawanan dari kelompok tertindas terhadap kekuasaan yang tidak adil. Kami merasa saat ini pemerintah daerah Pamekasan sudah terlalu jauh dari realitas rakyat. Rakyat dibiarkan susah, sementara penguasa sibuk dengan pencitraan,” ujar Fikri dengan tegas.
Tuntutan Mahasiswa: Bukan Sekadar Simbol
Dalam aksi yang berlangsung selama hampir dua jam itu, mahasiswa menyuarakan berbagai tuntutan substansial, antara lain:
- Evaluasi total terhadap program pembangunan yang dianggap tidak menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
- Pemerataan pelayanan publik hingga ke pelosok desa.
- Akses pendidikan dan kesehatan yang lebih layak, terutama bagi keluarga kurang mampu.
- Penurunan angka pengangguran, serta kebijakan ekonomi daerah yang lebih berpihak kepada pelaku UMKM lokal.
- Transparansi anggaran dan audit publik terhadap proyek-proyek besar yang diduga tidak efisien.
- Akhiri budaya birokrasi feodal, di mana rakyat sering kali tidak dianggap sebagai mitra, melainkan sebagai beban.
Mahasiswa menyebut bahwa pemerintah daerah selama ini terkesan hanya menyajikan “laporan indah” di atas kertas, namun realita di lapangan jauh dari sejahtera. Kesenjangan sosial masih tinggi, kemiskinan struktural belum tertangani serius, dan suara rakyat kecil nyaris tidak terdengar.

www.service-ac.id
Simbol Populer Jadi Saluran Aspirasi Baru
Penggunaan bendera bajak laut One Piece dalam aksi politik bukan kali pertama terjadi di dunia. Fenomena serupa pernah muncul di sejumlah negara, di mana aktivis muda memanfaatkan ikon budaya pop sebagai simbol perlawanan.
One Piece, sebagai salah satu serial manga dan anime paling berpengaruh di dunia, banyak dikagumi karena narasi utamanya tentang kebebasan, persahabatan, dan perjuangan melawan kekuasaan yang korup dan sewenang-wenang. Di mata mahasiswa Pamekasan, simbol itu menjadi bahasa universal tentang keadilan, yang kini mereka terjemahkan ke dalam realitas sosial-politik lokal.
“Kami sadar ini simbol yang mudah dikenali, terutama oleh generasi muda. Bendera ini juga jadi bentuk sindiran bahwa kami sedang berhadapan dengan ‘World Government versi lokal’ yang menindas, bukan melayani,” tambah Fikri.
Respons Pemerintah Daerah: Masih Bungkam
Hingga malam hari setelah aksi berlangsung, tidak ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten Pamekasan. Bupati, yang disebut-sebut tengah berada di luar kota, belum mengeluarkan pernyataan atau komentar atas aksi simbolik tersebut.
Sejumlah aparat keamanan yang berjaga saat aksi berlangsung memastikan demonstrasi berjalan kondusif. Meski begitu, sumber internal dari lingkungan pemkab menyebut bahwa beberapa pejabat “tidak nyaman” dengan simbol yang digunakan mahasiswa, meski mereka tidak bisa melarang karena tidak melanggar hukum.
Pandangan Akademisi: Kreativitas dan Kritik Sosial
Pakar komunikasi politik Universitas Trunojoyo Madura, Dr. Haryanto Sudirman, menilai aksi mahasiswa tersebut sebagai bentuk komunikasi politik alternatif yang kreatif namun tetap kritis.
“Ketika cara-cara formal dianggap tak efektif, mahasiswa menggunakan simbol populer yang familiar dan penuh makna. Ini bukan hanya tentang One Piece, tapi tentang suara yang ingin mereka sampaikan: bahwa ada ketimpangan, dan itu harus dikritik,” jelas Haryanto.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah seharusnya melihat aksi ini sebagai undangan untuk berdialog, bukan sebagai penghinaan atau ancaman.
Penutup: Suara dari Bawah Layar
Aksi mahasiswa di Pamekasan dengan simbol One Piece menjadi contoh nyata bagaimana generasi muda kini menuntut ruang dan perubahan dengan cara mereka sendiri. Lewat kreativitas, literasi pop culture, dan semangat perlawanan, mereka mencoba mengetuk hati para pemangku kebijakan yang mungkin sudah terlalu nyaman dalam kekuasaan.
Kini, bukan soal bendera siapa yang berkibar di pendopo. Tapi soal suara siapa yang didengar dan dilayani. Apakah suara rakyat, atau hanya gema kekuasaan itu sendiri?
