
Jakarta, Mata4.com — Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi menetapkan target nasional untuk memberantas buta huruf secara total pada tahun 2030. Langkah ini menjadi bagian dari strategi pembangunan jangka panjang pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dasar, memperluas akses literasi, dan memperkuat sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul dan kompetitif.
Dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Senin (29/9), Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr. Siti Marlina, menyampaikan bahwa pemerintah menaruh perhatian serius terhadap pemberantasan buta huruf sebagai salah satu indikator utama keberhasilan sistem pendidikan nasional.
“Kami mencanangkan Indonesia bebas buta huruf pada 2030 sebagai bagian dari komitmen pembangunan berkelanjutan di bidang pendidikan. Meski angka buta huruf telah menurun dalam satu dekade terakhir, tantangan masih sangat besar, terutama di wilayah-wilayah yang belum sepenuhnya terjangkau layanan pendidikan dasar,” ujar Siti Marlina.
Angka Buta Huruf Nasional Masih Signifikan
Berdasarkan data Kemendikdasmen yang dirilis pada pertengahan 2024, tercatat masih ada sekitar 1,9 juta penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang belum memiliki kemampuan baca-tulis dasar. Sebagian besar di antaranya berada di wilayah pedalaman, pesisir terpencil, dan kawasan perbatasan — termasuk beberapa daerah di Papua, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, dan sebagian Sulawesi.
“Pemerataan akses pendidikan belum sepenuhnya tercapai. Itulah sebabnya kami fokuskan intervensi literasi di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar),” lanjutnya.
Selain keterbatasan infrastruktur, faktor ekonomi, sosial-budaya, dan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan formal juga menjadi penyebab utama masih tingginya angka buta huruf di wilayah tertentu.
Strategi Pemberantasan Buta Huruf
Untuk mencapai target bebas buta huruf pada 2030, Kemendikdasmen merancang program nasional yang mencakup empat pilar utama:
1. Pemetaan Wilayah Prioritas
Kemendikdasmen bekerja sama dengan pemerintah daerah dan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam melakukan pemetaan wilayah dengan prevalensi buta huruf tertinggi. Data tersebut akan digunakan sebagai dasar penyusunan kebijakan dan distribusi sumber daya, termasuk tenaga pendidik dan materi ajar.
2. Penguatan Literasi Komunitas
Melalui program Akselerasi Literasi Komunitas (ALeK), masyarakat dilibatkan langsung dalam pemberantasan buta huruf melalui pelatihan tutor lokal, penyediaan sarana belajar di tingkat desa, serta pelibatan tokoh adat dan tokoh agama dalam menyosialisasikan pentingnya literasi dasar.
“Kami percaya bahwa masyarakat sendiri memiliki peran vital dalam mengatasi masalah ini. Program berbasis komunitas terbukti lebih efektif karena pendekatannya kultural dan sesuai konteks lokal,” kata Siti Marlina.
3. Pemanfaatan Teknologi Digital
Dalam era digital, Kemendikdasmen juga meluncurkan platform pembelajaran daring yang menyediakan modul belajar baca-tulis yang sederhana dan mudah diakses. Materi pembelajaran tersebut dapat diunduh secara gratis dan disebarluaskan melalui perangkat seluler, terutama bagi masyarakat yang tidak dapat mengakses sekolah formal.
4. Sinergi Multisektor
Pemerintah melibatkan berbagai kementerian, organisasi masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga sektor swasta dalam mendukung pembiayaan, penyediaan alat bantu belajar, hingga kampanye literasi nasional.
“Kami ingin menjadikan gerakan ini sebagai gerakan nasional, bukan hanya program Kemendikdasmen semata. Literasi adalah tanggung jawab bersama,” tegasnya.
Sasaran Khusus: Anak Putus Sekolah dan Perempuan Dewasa
Program literasi ini juga menargetkan kelompok-kelompok rentan yang selama ini cenderung terabaikan. Di antaranya adalah:
- Anak-anak yang putus sekolah, terutama yang tidak melanjutkan pendidikan setelah tingkat dasar.
- Perempuan dewasa, yang menurut data BPS lebih banyak mengalami keterbatasan akses terhadap pendidikan dasar dibanding laki-laki di sejumlah wilayah.
“Di beberapa daerah, budaya patriarki masih membatasi akses perempuan terhadap pendidikan. Kami sedang menyusun pendekatan khusus agar perempuan dewasa yang buta huruf bisa mendapatkan hak belajarnya,” jelas Siti Marlina.
Tantangan yang Dihadapi
Meskipun program ini telah berjalan, sejumlah tantangan tetap menjadi perhatian, antara lain:
- Keterbatasan jumlah tutor literasi yang terlatih dan bersedia mengajar di daerah terpencil.
- Minimnya sarana dan prasarana belajar, seperti buku ajar, listrik, dan koneksi internet.
- Kendala budaya dan bahasa daerah, yang kerap menyulitkan penerapan kurikulum nasional secara seragam.
Evaluasi dan Monitoring Berkelanjutan
Kemendikdasmen menyiapkan sistem pemantauan dan evaluasi program berbasis data real-time melalui platform digital yang dapat diakses oleh dinas pendidikan daerah. Dengan sistem ini, pemerintah pusat dapat memantau langsung perkembangan capaian literasi di setiap wilayah.
Setiap tiga bulan, laporan capaian program dikumpulkan dan dijadikan dasar evaluasi untuk penyesuaian strategi di lapangan.
Harapan Menuju 2030
Pemerintah meyakini bahwa target Indonesia bebas buta huruf pada tahun 2030 merupakan target yang realistis apabila seluruh pihak menjalankan perannya dengan optimal. Komitmen politik, dukungan anggaran, serta partisipasi masyarakat menjadi tiga pilar utama untuk mencapai tujuan tersebut.
“Literasi bukan hanya soal membaca dan menulis. Literasi adalah dasar bagi masyarakat untuk memahami informasi, mengambil keputusan yang tepat, dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Kami ingin semua warga negara merasakan manfaat dari pendidikan dasar,” tutup Siti Marlina.
Kesimpulan
Pemberantasan buta huruf menjadi tugas bersama seluruh elemen bangsa. Upaya ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya pada Tujuan 4: Pendidikan Berkualitas.
Dengan kerja sama yang kuat antar lembaga, dukungan masyarakat, dan komitmen pemerintah yang konsisten, diharapkan Indonesia benar-benar dapat mencapai status bebas buta huruf pada tahun 2030 — sebuah tonggak penting dalam sejarah pembangunan pendidikan nasional.