
Bekasi, Mata4.com – Seorang anak berusia delapan tahun, AS, yang merupakan siswa kelas II Madrasah Ibtidaiyah (MI), mengalami kekerasan fisik saat menimba ilmu di Pondok Pesantren Wilayah Desa Jatimulya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Hal itu menambah deretan citra Buruk Pendidikan.
Terlihat pada foto yang ditunjukan, kondisi anak tersebut memprihatinkan dengan luka lebam di beberapa bagian tubuh, termasuk kening, lengan kanan, punggung kanan, pinggang belakang, kepala benjol, paha serta betis kanan dan kiri.

Sesi Karmila, orang tua korban, menceritakan kronologi kejadian tersebut. Pada 28 Agustus 2025, pihak pesantren menghubungi Sesi dan memberitahukan bahwa AS mengalami sakit kulit di seluruh tubuhnya. Setelah menjemput dan membawa AS ke klinik, hasil diagnosa menyebutkan bahwa anaknya mengidap skabies, penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu gudik.
Namun, Sesi terkejut ketika melihat kondisi anaknya yang tidak hanya sakit kulit, tetapi juga mengalami sejumlah luka lebam. Hal ini kemudian membuatnya melaporkan kejadian tersebut kepada sang suami dan melanjutkan laporan ke Polres Metro Bekasi Kabupaten pada malam harinya.
“Saya sangat sedih dan hancur melihat buah hati yang kami percaya di pesantren justru mengalami kekerasan fisik,” ungkap Sesi saat diwawancarai, Senin (29/9/2025).
Lebih lanjut, Sesi menjelaskan bahwa AS menempati satu kamar bersama siswa tingkat SMP, padahal AS masih duduk di kelas 2 MI. Kondisi ini diduga menjadi salah satu faktor yang memperburuk situasi anaknya selama di pesantren.
Hingga saat ini, proses hukum terkait kasus kekerasan ini masih berlangsung. Selain itu, orang tua AS juga berencana melaporkan kelayakan fasilitas pesantren, terutama kebersihan kamar yang diduga menjadi penyebab penyakit kulit yang dialami anaknya.
Akibat trauma yang dialami, AS hingga kini belum kembali ke pesantren maupun sekolah. Anak tersebut memilih untuk tidak mengikuti ujian tengah semester dan enggan mengikuti kegiatan mengaji di pesantren. AS menyatakan hanya ingin bersekolah di sekolah dasar umum.
“Saya sangat sakit hati melihat anak saya yang penuh lebam. Kami kecewa, meskipun pesantren sudah datang ke rumah untuk bersilaturahmi dan memberikan sedikit bantuan,” tambah Sesi.
Terpisah pihak Pondok Pesantren bersangkutan saat dikonfirmasi mengatakan telah diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak ada terjadinya kekerasan seperti disangkakan.
“Sudah diselesaikan secara kekeluargaan, tidak ada penganiayaan,” ungkap AB, melalui keterangan tertulis.