Bekasi, Mata4.com — Kasus terbaru yang melibatkan artis Ammar Zoni kembali menyita perhatian publik dan aparat penegak hukum. Dari balik Lapas Kelas I Jakarta Pusat, Ammar diduga menjadi bagian dari jaringan pengedaran narkoba yang memanfaatkan teknologi komunikasi terenkripsi tinggi.
Fakta bahwa komunikasi dilakukan lewat aplikasi Zangi, platform pesan instan dengan sistem end-to-end encryption yang sulit dilacak, kini memunculkan kekhawatiran serius tentang lemahnya pengawasan terhadap aplikasi digital di Indonesia.
Alarm Serius Dunia Digital
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menilai kasus ini sebagai “alarm digital” yang tak boleh diabaikan.
“Fakta bahwa aplikasi tersebut digunakan untuk menghindari deteksi aparat menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan digital kita,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (10/10/2025).
Dave mendesak Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk segera melakukan langkah tegas, termasuk pengujian keamanan dan sistem deteksi dini terhadap aplikasi yang berpotensi disalahgunakan. Ia menilai upaya ini penting untuk mencegah munculnya aplikasi serupa yang bisa digunakan sebagai saluran komunikasi ilegal.
“Teknologi harus menjadi alat memperkuat tata kelola, bukan celah untuk kejahatan,” tegas Dave.
Ia juga menyerukan agar Komdigi bersinergi dengan penegak hukum dan pengelola lembaga pemasyarakatan guna memutus rantai kejahatan digital dari balik tembok penjara.
Zangi, Aplikasi yang Sulit Dilacak
Menurut laman resmi Zangi.com, aplikasi ini dikembangkan sebagai platform pengiriman pesan privat tanpa memerlukan nomor telepon atau data pribadi pengguna.
Zangi menggunakan enkripsi end-to-end yang diklaim tidak dapat diakses oleh pihak ketiga, bahkan oleh server internal.
Namun, keunggulan keamanan ini justru menjadi celah bagi penyalahgunaan, terutama oleh pelaku kejahatan yang ingin bersembunyi dari sistem pelacakan hukum.
Dalam kasus Ammar Zoni, aplikasi tersebut digunakan untuk mengatur transaksi narkoba di dalam lapas, termasuk komunikasi antar anggota jaringan dan penyerahan barang haram.
“Para tersangka menggunakan handphone dan aplikasi Zangi untuk bertransaksi narkotika di lingkungan Rutan Kelas I Jakarta Pusat,” ungkap Plt Kasi Intel Kejari Jakarta Pusat, Agung Irawan, Kamis (9/10/2025).

Batal Bebas, Kembali ke Meja Hukum
Ammar Zoni sejatinya dijadwalkan mendapatkan pembebasan bersyarat pada Januari 2026, namun kasus terbaru ini menggugurkan kesempatan itu.
“Kemungkinan Januari tersangka AZ bebas, tapi sekarang batal karena kembali tersangkut kasus baru,” jelas Kasie Pidum Kejari Jakarta Pusat, Fatah Chotib Uddin.
Ia menambahkan, masa tahanan Ammar kemungkinan akan diperpanjang, seiring penyelidikan yang terus berlanjut. Dari hasil penyidikan sementara, Ammar disebut berperan sebagai gudang penyimpanan barang bukti narkotika, yang kemudian diedarkan di dalam rutan.
Pengawasan Digital Diuji
Kasus ini membuka babak baru dalam tantangan penegakan hukum di era digital. Penggunaan aplikasi terenkripsi memang penting bagi privasi pengguna, namun juga menghadirkan dilema bagi aparat dalam menyeimbangkan keamanan dan kebebasan digital.
DPR menilai, perlu ada kerangka kebijakan komprehensif untuk menilai risiko aplikasi komunikasi dan sistem enkripsi yang berpotensi disalahgunakan. Pengawasan ini bukan berarti membatasi privasi, tetapi memastikan teknologi tidak menjadi tempat persembunyian kejahatan.
Refleksi Lebih Luas
Kasus Ammar Zoni bukan sekadar kisah tentang artis yang kembali terjerat narkoba. Ia mencerminkan benturan antara kemajuan teknologi dan tantangan penegakan hukum.
Ketika komunikasi menjadi semakin privat dan terenkripsi, aparat harus menemukan cara inovatif, legal, dan etis untuk tetap menjaga keamanan publik tanpa melanggar hak-hak digital warga negara.
