Bekasi, Mata4.com — Desakan agar mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar), Hendri Antoro, dijerat secara pidana terus menguat. Hal ini menyusul dugaan keterlibatannya dalam kasus penggelapan uang barang bukti investasi robot trading Fahrenheit, di mana Hendri disebut menerima uang Rp500 juta dari bawahannya, Jaksa Azam Akhmad Akhsya.
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai langkah pemberhentian Hendri dari jabatannya belum cukup. Ia menegaskan bahwa publik berharap proses hukum pidana dilakukan secara terbuka dan adil.
“Harapan publik ini selaras dengan komitmen Jaksa Agung Burhanuddin yang ingin membersihkan korps Adhiyaksa dari oknum jaksa yang menyalahgunakan wewenang,” ujar Nasir kepada wartawan, Jumat (10/10/2025).
Desakan Berbasis Fakta Dakwaan
Nasir menegaskan, tuntutan agar Hendri diproses secara hukum bukan tanpa dasar. Ia mengacu pada dokumen dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut secara eksplisit nama Hendri Antoro.
“Dalam dakwaan JPU sendiri, Hendri selaku Kajari Jakbar telah menerima uang sebesar Rp500 juta dari bawahannya, Jaksa Azam Akhmad,” tegasnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga mengingatkan kembali komitmen Jaksa Agung ST Burhanuddin, yang berulang kali menegaskan tidak akan melindungi jaksa yang melakukan pelanggaran pidana.
“Jaksa Agung pernah sampaikan dalam Raker dengan Komisi III bahwa kalau ada jaksa melanggar pidana, tidak perlu diadvokasi,” ujar Nasir menambahkan.
Lalai Mengawasi, Jabatan Dicopot
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menindak Hendri dengan pencopotan jabatan. Keputusan tersebut diambil karena kelalaiannya dalam fungsi pengawasan terhadap bawahannya yang terlibat aktif dalam penggelapan uang barang bukti.
“Dia selaku atasan, pengawasan melekatnya itu tidak dijalankan dengan baik,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Namun, Anang menyebut, hingga kini belum ada bukti kuat yang mengaitkan Hendri secara langsung dengan tindak pidana tersebut.
“Sanksi sudah dijatuhkan. Kalau pidananya, yang aktif itu Azam. Dia yang inisiatif, dia yang berhubungan dengan penasihat hukum, dan paling banyak menikmati hasilnya,” tambah Anang.
Kasus Fahrenheit dan Efek Domino di Korps Adhyaksa
Kasus Fahrenheit telah menjadi ujian besar bagi integritas Kejaksaan. Jaksa Azam Akhmad Akhsya dijatuhi vonis 9 tahun penjara karena terbukti menyalahgunakan kewenangannya dan merugikan korban investasi bodong.
Skandal ini kemudian menyeret nama Hendri Antoro, yang dinilai gagal menjaga integritas lembaganya sebagai pimpinan wilayah hukum.
Pencopotan Hendri menandai komitmen Jaksa Agung Burhanuddin dalam memperkuat disiplin internal, sekaligus sinyal bahwa korps Adhyaksa tidak akan mentoleransi penyimpangan etika dan hukum.
Kini posisi Hendri telah digantikan oleh Aspidsus Kejati DKI Jakarta, Haryoko Ari Prabowo, yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kajari Jakbar sejak bulan lalu.
Refleksi Penegakan Integritas
Kasus ini bukan sekadar persoalan disiplin, melainkan uji moral dan hukum di tubuh Kejaksaan. DPR menilai, jika benar Hendri menerima aliran dana sebagaimana tercantum dalam dakwaan, maka langkah pidana wajib ditempuh untuk menjaga kredibilitas lembaga penegak hukum.
“Pembersihan internal tidak boleh berhenti pada sanksi administratif. Penegakan hukum harus berlaku setara, tanpa pandang bulu,” tutup Nasir Djamil.
