Jakarta, Mata4.com — Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan penerapan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk komoditas emas. Kebijakan ini dimaksudkan sebagai langkah antisipatif atas melonjaknya angka impor emas serta kekhawatiran mengenai keberlangsungan pasokan logam mulia di dalam negeri, terutama bagi produsen seperti PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (14/10), Bahlil menegaskan bahwa kebijakan ini masih berada dalam tahap kajian awal, namun telah menjadi perhatian serius pemerintah. Menurutnya, Indonesia yang dikenal sebagai salah satu produsen emas terbesar di dunia, semestinya tidak menghadapi persoalan kekurangan pasokan logam mulia untuk kebutuhan nasional.
“Negara ini punya emas, cadangannya besar. Tapi justru kita makin bergantung pada emas impor. Ini tidak bisa kita biarkan terus. Negara harus hadir untuk mengatur agar kekayaan alam kita bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan nasional,” kata Bahlil.
Ketimpangan Produksi dan Konsumsi Domestik
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa volume impor emas dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Padahal, Indonesia memiliki beberapa tambang emas berskala besar, baik yang dikelola oleh BUMN maupun swasta.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran atas minimnya pasokan emas ke dalam negeri akibat sebagian besar hasil tambang diekspor. Padahal, industri logam mulia nasional, seperti PT Antam Tbk, sangat bergantung pada pasokan emas domestik untuk mendukung lini produksi dan distribusi logam mulia ke masyarakat.
“DMO emas bisa menjadi solusi seperti yang sudah dilakukan untuk batu bara. Dengan kewajiban pasokan ke dalam negeri, kita bisa menjaga keberlangsungan industri pengolahan emas nasional,” ujar Bahlil.
Apa Itu DMO?
Domestic Market Obligation (DMO) adalah kebijakan yang mewajibkan perusahaan tambang atau produsen untuk menjual sebagian hasil produksinya ke pasar domestik sebelum melakukan ekspor. Kebijakan serupa telah diterapkan pada batu bara dan minyak sawit mentah (CPO), dan terbukti membantu menjaga pasokan dalam negeri meskipun masih menimbulkan perdebatan di sejumlah sektor.
Untuk emas, DMO yang sedang dikaji akan berpotensi mengharuskan perusahaan tambang untuk menyuplai sebagian logam mulia ke industri dalam negeri, baik melalui BUMN seperti Antam maupun industri perhiasan dan pengolahan lainnya.
Potensi Dampak dan Respons Industri
Wacana DMO emas mulai menarik perhatian pelaku industri tambang dan perdagangan emas. Sejumlah pelaku usaha menilai wacana ini memiliki dampak positif terhadap ketersediaan pasokan, namun tetap perlu dilakukan kajian mendalam agar tidak mengganggu iklim investasi dan ekspor.
Belum ada tanggapan resmi dari pihak PT Antam, namun sumber internal menyebutkan bahwa kebijakan ini bisa membantu menciptakan stabilitas pasokan dan harga bahan baku emas dalam negeri.
Sementara itu, sejumlah asosiasi tambang menyarankan agar kebijakan ini tidak diterapkan secara tergesa-gesa dan mempertimbangkan struktur biaya serta kontrak ekspor jangka panjang yang sudah berjalan.
Pemerintah Akan Libatkan Banyak Pihak
Bahlil memastikan bahwa pemerintah tidak akan mengambil keputusan sepihak. Penerapan DMO emas, jika benar-benar diterapkan, akan melalui tahapan konsultasi dengan kementerian teknis, pelaku industri, asosiasi tambang, serta pihak-pihak terkait lainnya.
“Kita tidak ingin mematikan ekspor, tapi kita juga harus pikirkan ketersediaan pasokan dalam negeri. Hilirisasi harus berjalan, dan itu butuh dukungan kebijakan pasokan yang kuat,” ujar Bahlil.
Pemerintah juga berencana melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, serta Bank Indonesia untuk menyelaraskan kebijakan ini dengan rencana hilirisasi tambang nasional dan penguatan cadangan emas dalam negeri.
Dukungan Politik dan Akademisi
Di sisi lain, wacana ini mendapat tanggapan positif dari sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang menilai kebijakan DMO emas merupakan bagian dari upaya strategis menuju kemandirian ekonomi nasional.
Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Prof. Indra Siregar, mengatakan bahwa penerapan DMO emas harus dilakukan secara selektif dan berbasis data. Menurutnya, jika dilakukan dengan benar, kebijakan ini dapat mendukung industri hilir, menekan impor, dan meningkatkan kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian nasional.
“Asalkan tidak bersifat paksaan yang merugikan industri, DMO bisa menjadi instrumen fiskal dan industri yang sangat bermanfaat,” ujar Indra.

