Jakarta, Mata4.com – Mantan Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Joko Asmoro, rampung menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (14/10/2025).
Pria berkacamata yang mengenakan baju koko putih itu diperiksa selama sekitar 5 jam 14 menit, sejak pukul 09.52 WIB hingga 15.06 WIB.
“Oh enggak, karena saya kan tinggal di Saudi jadi tidak tahu banyak soal kondisi yang ada di Tanah Air. Kan sudah lama tidak jadi ketua dan saya tinggal di Saudi Arabia,” ujar Joko Asmoro saat keluar gedung KPK.
Joko Asmoro juga mengaku tidak mengenal mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, karena saat ia menjabat Ketua Amphuri, Yaqut belum menjadi menteri.
Baca Juga:
kpk tetapkan pt loco montrado tersangka
Namun, berdasarkan dokumentasi resmi Amphuri, Joko dan Yaqut pernah bertemu dalam acara Mu’tamar wa Ma’radl Khidamaatil Hajj wal ‘Umrah di Superdome Jeddah, Arab Saudi, pada 21–23 Maret 2022. Acara tersebut merupakan konferensi internasional pertama Kementerian Haji dan Umrah Saudi di era new normal, dihadiri lebih dari 20 menteri agama, termasuk Yaqut.
Turut hadir dalam acara itu sejumlah pejabat Amphuri, termasuk Sekjen Farid Aljawi, Bendahara Umum Tauhid Hamdi, Wakil Ketua Umum Islam Saleh Alwaini, dan Wasekjen Rizky Sembada.
Konstruksi Perkara
Kasus dugaan korupsi kuota haji telah masuk tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025. Hingga kini, belum ada penetapan tersangka, meski kerugian negara diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.

Kasus berawal dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada 2023. Kuota ini kemudian dibagi melalui SK Menteri Agama era Yaqut pada 15 Januari 2024, menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Dari kuota khusus, sebanyak 9.222 dialokasikan untuk jemaah dan 778 untuk petugas, dengan pengelolaan diserahkan ke biro travel swasta. Terdapat 13 asosiasi dan sekitar 400 biro travel yang terlibat.
Kuota reguler 10.000 jemaah dibagi ke 34 provinsi, dengan Jawa Timur (2.118 jemaah), Jawa Tengah (1.682), dan Jawa Barat (1.478) memperoleh porsi terbesar.
Namun, pembagian ini diduga melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi 92% kuota reguler dan 8% kuota khusus.
Praktik jual beli kuota terjadi dengan setoran travel kepada pejabat Kemenag sebesar USD 2.600–7.000 per kuota (Rp41,9–113 juta), yang dilakukan melalui asosiasi travel sebelum diserahkan ke pejabat Kemenag.
Dana hasil transaksi tersebut diduga digunakan untuk membeli aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang telah disita KPK pada 8 September 2025. Rumah ini diduga dibeli oleh pegawai Kemenag menggunakan uang setoran travel.
