Jakarta, Mata4.com — Organisasi masyarakat (ormas) yang merupakan bagian dari sayap politik Partai Golkar secara resmi melaporkan sebuah akun media sosial ke Bareskrim Mabes Polri, pada Senin, 21 Oktober 2025. Pelaporan ini dilakukan menyusul unggahan akun tersebut yang diduga mengandung unsur penghinaan dan ujaran kebencian terhadap Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Langkah hukum ini ditempuh sebagai bentuk respons terhadap narasi negatif di media sosial yang dianggap telah melampaui batas kritik dan menyentuh ranah pribadi serta merugikan nama baik tokoh publik sekaligus partai yang bersangkutan.
Tuduhan Penghinaan dan Bukti Digital
Ketua ormas pelapor, Ferry Gunawan, mengungkapkan bahwa akun media sosial yang dilaporkan mempublikasikan konten yang dinilai tidak berdasar dan menyerang integritas Bahlil secara personal. Konten tersebut, menurutnya, berisi pernyataan yang merendahkan dan berpotensi memprovokasi opini negatif publik terhadap sosok Bahlil yang saat ini tengah memimpin partai dalam situasi pasca-Munaslub.
“Kami membawa sejumlah barang bukti berupa tangkapan layar, termasuk komentar dan unggahan dari akun tersebut. Kami percaya bahwa langkah ini bukan hanya membela Ketua Umum, tetapi juga menjaga martabat politik yang sehat dan bermartabat,” kata Ferry saat memberikan keterangan pers di depan Mabes Polri.
Pihak ormas melaporkan akun tersebut dengan dasar hukum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya pasal yang mengatur soal pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Kritik Boleh, Menghina Tidak
Lebih lanjut, Ferry menegaskan bahwa pihaknya sangat menghormati kebebasan berpendapat sebagai pilar demokrasi. Namun, menurutnya, kebebasan tersebut tidak berarti bisa dilakukan tanpa tanggung jawab.
“Demokrasi memang menjamin hak untuk bersuara, tapi harus tetap dalam koridor hukum dan etika. Kritik silakan, tapi kalau sudah menghina dan menyebar kebencian, itu bukan kebebasan berekspresi, itu pelanggaran hukum,” tambahnya.
Ormas tersebut juga menyebut bahwa laporan ini sekaligus menjadi bentuk edukasi kepada masyarakat agar lebih bijak dalam bermedia sosial, terutama menjelang tahun-tahun politik yang sensitif.
Proses Hukum di Kepolisian
Hingga berita ini diturunkan, penyidik Bareskrim Polri belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan yang masuk tersebut. Pihak pelapor menyatakan siap mengikuti seluruh prosedur hukum yang berlaku dan menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan kepada pihak berwenang.
Menurut keterangan internal, laporan ini masih dalam tahap verifikasi awal, termasuk pemeriksaan bukti digital dan pemetaan identitas akun yang dilaporkan. Jika memenuhi unsur pidana, proses akan dilanjutkan ke tahap pemanggilan saksi.
Pandangan Akademisi dan Pengamat
Menanggapi fenomena ini, Dr. Laila Maulida, pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa media sosial saat ini memang menjadi ruang ekspresi, namun juga rentan menjadi tempat penyebaran narasi negatif yang tidak tervalidasi.
“Masyarakat harus memahami batas antara kritik yang membangun dan ujaran kebencian. Ketika menyerang personal tanpa dasar, maka ruang digital bisa menjadi racun demokrasi,” ujarnya.
Ia juga menilai bahwa laporan seperti ini penting sebagai bagian dari pembelajaran publik agar kebebasan digital tidak disalahgunakan.
Ajakan Menjaga Ruang Digital Sehat
Di akhir keterangannya, Ferry Gunawan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga kualitas komunikasi publik, khususnya di media sosial. Ia menyebut bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam demokrasi, namun tetap harus disampaikan secara santun dan bertanggung jawab.
“Mari kita jaga media sosial sebagai ruang berbagi ide, bukan tempat saling menghina. Kalau kita ingin demokrasi yang matang, kita harus mulai dari cara berkomunikasi yang sehat,” pungkasnya.
Penutup
Kasus pelaporan ini menjadi pengingat bahwa batas antara kritik dan penghinaan semakin tipis di era digital. Oleh karena itu, perlu kedewasaan dalam bermedia sosial agar ruang publik tetap sehat, konstruktif, dan menghargai hak setiap individu.

