Bekasi, Mata4.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan masih menunggu kedatangan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, tanpa harus melalui pemanggilan resmi.
Langkah ini merupakan respons atas pernyataan Mahfud yang sebelumnya meminta KPK memanggil dirinya sekaligus menyerahkan data terkait dugaan korupsi berupa markup anggaran proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).
“Sebagaimana kami sampaikan tadi, jika Prof Mahfud memiliki data dan informasi itu silakan bisa disampaikan ke KPK,”
ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (21/10/2025).
Menurut Budi, data tersebut akan dipelajari dan dianalisis sebagai bagian dari upaya lembaga antirasuah dalam menelusuri dugaan penyimpangan anggaran proyek infrastruktur besar tersebut.
“Kami sangat terbuka. Nanti kami akan pelajari, kami analisis dari informasi dan data awal yang nantinya jika disampaikan ke KPK,” ujarnya menegaskan.
KPK Klaim Tetap Proaktif Tanpa Menunggu Laporan
Meski demikian, Budi memastikan bahwa KPK tidak hanya bergantung pada laporan masyarakat. Lembaga ini disebut tetap proaktif mengusut dugaan korupsi dari berbagai sumber data.
“Penanganan perkara bisa dimulai dari pengembangan suatu kasus (case building), atau melalui informasi dari lembaga negara lain seperti BPK, BPKP, maupun PPATK,” jelasnya.

Menurutnya, kanal-kanal informasi tersebut saling melengkapi dalam setiap proses penanganan perkara agar KPK memiliki dasar kuat dalam bertindak.
“Artinya, KPK punya berbagai sumber informasi yang memperkaya setiap proses penanganan perkara,” kata Budi.
Latar Belakang Dugaan Markup Proyek Whoosh
Sebelumnya, Mahfud MD dalam kanal YouTube Mahfud MD Official pada 14 Oktober 2025, mengungkap adanya dugaan penggelembungan anggaran (markup) dalam proyek kereta cepat Whoosh.
Ia menyebut terdapat perbedaan mencolok antara perhitungan biaya versi Indonesia dan versi China.
Menurut Mahfud, perhitungan Indonesia mencapai sekitar US$52 juta per kilometer, sementara versi China hanya sekitar US$17–18 juta per kilometer. Selisih besar itu disebut Mahfud sebagai indikasi adanya potensi penyimpangan anggaran.
KPK kemudian menanggapi pernyataan tersebut dengan meminta Mahfud untuk melaporkannya secara resmi agar lembaga bisa menindaklanjuti dengan dasar hukum yang jelas.
Baca Juga:
said abdullah evaluasi menteri arus objektif dan terukur
Mahfud Kritik KPK yang Dianggap Pasif
Namun Mahfud menilai sikap KPK tersebut keliru. Melalui akun resmi X (Twitter) @mohmahfudmd, ia menilai KPK seharusnya bisa langsung bertindak tanpa menunggu laporan resmi.
“Dalam kaitan dengan permintaan agar saya membuat laporan, ini kekeliruan yang kedua dari KPK. Sumber awal isu Whoosh itu bukan saya,” tulis Mahfud.
Ia menjelaskan, isu dugaan markup itu pertama kali disampaikan oleh Agus Pambagio, analis kebijakan publik, dan Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), dalam program diskusi di Nusantara TV.
Mahfud mengaku hanya mengulas kembali isu tersebut dalam sebuah podcast pribadi.
Ia juga meminta agar KPK tidak hanya menunggu, tetapi segera memanggil pihak-pihak terkait seperti dirinya, Agus Pambagio, Anthony Budiawan, dan manajemen Nusantara TV untuk memberikan keterangan.
“Panggil saja saya, nanti saya tunjukkan siaran Nusantara TV itu. Setelah itu panggil juga Nusantara TV, Antoni Budiawan, dan Agus Pambagio untuk menjelaskan. Bukan diperiksa, tapi dimintai keterangan,” tegas Mahfud.
KPK di Persimpangan Sikap
Hingga kini, KPK belum memberikan kepastian apakah akan memanggil Mahfud MD atau pihak-pihak lain yang disebutnya. Publik pun menanti apakah lembaga antirasuah akan segera membuka penyelidikan resmi terhadap dugaan markup proyek kereta cepat Whoosh, yang menjadi salah satu proyek strategis nasional paling ambisius di era pemerintahan sebelumnya.
