Jakarta, Mata4.com — Upaya reformasi birokrasi di tubuh Kementerian Keuangan, khususnya di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, kembali menjadi sorotan publik. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan perlunya langkah tegas dalam menegakkan etika dan integritas aparatur sipil negara di sektor penerimaan negara tersebut.
Dalam pernyataannya, Purbaya menyoroti fenomena gaya hidup mewah dan dugaan penyimpangan yang kerap kali melibatkan pegawai pajak dan bea cukai. Ia menilai hal itu sebagai indikasi lemahnya pengawasan internal dan ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip moral serta profesionalisme.
“Kalau moralitas pegawai rendah, maka integritas lembaga juga ikut dipertanyakan. Hal ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara yang justru memegang peranan penting dalam menopang APBN,” ujar Purbaya dalam sebuah forum diskusi kebijakan fiskal di Jakarta, Rabu (22/10).
Purbaya juga menambahkan bahwa reformasi birokrasi tidak boleh berhenti pada tataran kebijakan administratif saja, melainkan harus menyentuh aspek budaya kerja, mentalitas pegawai, dan sistem penegakan hukum yang konsisten.
Kasus Lama Masih Jadi Bayang-Bayang
Dalam beberapa tahun terakhir, Ditjen Pajak dan Bea Cukai memang kerap dikaitkan dengan berbagai persoalan etik dan hukum. Mulai dari pengungkapan kekayaan tidak wajar, gratifikasi, hingga gaya hidup hedonis sejumlah oknum pegawai yang mencuat di media sosial. Meski sebagian telah diproses secara hukum maupun etik, namun citra institusi dinilai belum sepenuhnya pulih.
Menurut catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sektor perpajakan dan kepabeanan merupakan dua sektor yang paling rentan terhadap penyalahgunaan wewenang dan praktik suap. Hal ini turut memperkuat alasan perlunya pembenahan struktural dan kultural secara berkelanjutan.
DPR Beri Respons Kritis
Pernyataan Purbaya mendapat tanggapan dari anggota Komisi XI DPR RI, yang membidangi keuangan dan perbankan. Sejumlah anggota dewan menyambut baik seruan tersebut, namun juga menekankan bahwa upaya pembenahan harus dilakukan secara sistemik dan bukan bersifat insidental.
“Kami setuju bahwa moral pegawai adalah persoalan serius. Tapi ini bukan hanya soal individu yang nakal, melainkan juga soal sistem yang membiarkan praktik itu terjadi. Reformasi harus menyeluruh,” ujar Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati, saat ditemui usai rapat dengar pendapat.
Ia juga mengingatkan agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, melibatkan pihak eksternal dalam proses pengawasan, agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam penanganan pelanggaran etik dan hukum.
“Jangan sampai pengawasan hanya formalitas. Harus ada akuntabilitas yang jelas dan sanksi yang tegas jika ditemukan pelanggaran, agar ada efek jera,” tambahnya.
Perlu Perbaikan Sistemik dan Kultural
Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Dr. Iwan Satriawan, menilai pernyataan Purbaya sebagai cerminan keresahan yang dirasakan masyarakat luas. Ia mengatakan bahwa reformasi birokrasi harus menekankan pada transparansi, akuntabilitas, dan reward–punishment system yang jelas dan adil.
“Kita tidak bisa berharap perubahan signifikan kalau budaya organisasinya masih permisif terhadap pelanggaran. Harus ada perubahan dari atas sampai bawah, dari rekrutmen hingga pengawasan kinerja harian,” ujar Iwan.
Ia juga menyoroti pentingnya keterlibatan publik, seperti jurnalisme investigasi, LSM pengawas anggaran, dan partisipasi masyarakat dalam proses evaluasi kinerja institusi negara.
Kementerian Keuangan Janji Perkuat Pengawasan
Sementara itu, Kementerian Keuangan menyatakan komitmennya untuk terus melanjutkan program reformasi birokrasi yang telah berjalan sejak 2007. Melalui juru bicaranya, Kemenkeu menyampaikan bahwa berbagai langkah telah diambil untuk meningkatkan transparansi, seperti integrasi sistem pelaporan kekayaan ASN, digitalisasi layanan perpajakan, serta pembentukan unit kepatuhan internal.
“Kami terus melakukan evaluasi terhadap standar perilaku dan kepatuhan pegawai, serta mendorong pelaporan dugaan pelanggaran melalui sistem whistleblower. Namun kami akui, tantangan di lapangan masih besar,” ujar Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan.
Penutup: Jalan Panjang Reformasi
Seruan dari Ketua LPS dan sorotan DPR menjadi pengingat bahwa kepercayaan publik tidak bisa dibangun hanya melalui pencitraan, melainkan lewat kerja nyata dan pembuktian integritas. Di tengah tantangan penerimaan negara yang semakin besar, keberadaan pegawai yang berintegritas dan profesional menjadi aset penting bagi kelangsungan fungsi negara.
Masyarakat kini menanti langkah konkret dari para pemangku kepentingan, bukan sekadar retorika.

