Jakarta, Mata4.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyoroti pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memecah usahanya untuk memanfaatkan skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5 persen.
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa skema PPh final UMKM sebesar 0,5 persen hanya berlaku bagi pelaku UMKM dengan omzet hingga Rp4,8 miliar per tahun. Pelaku UMKM yang omzetnya melebihi batas tersebut wajib mengikuti ketentuan pajak sesuai Pasal 17 UU PPh.
“Kalau memang UMKM sudah naik kelas, ya enggak seharusnya memecah usaha untuk mendapatkan insentif PPh final UMKM yang tarifnya 0,5 persen,” ujar Bimo di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Kewajiban Pajak Bagi UMKM Naik Kelas
Bimo menambahkan, UMKM dengan omzet di atas Rp4,8 miliar wajib melakukan pembukuan untuk menghitung pajak terutang secara akurat. Hal ini penting agar pembayaran pajak sesuai dengan kinerja bisnis masing-masing.

“Omzet Rp500 juta sampai Rp4,8 miliar kan kita berikan insentif PPh final 0,5%. Kalau sudah di atas itu ya pembukuan, ketentuan perpajakannya sesuai dengan Pasal 17. Jadi hitung pembukuan profitnya berapa, dan sesuaikan dengan performancenya,” jelas Bimo.
Upaya Pemerintah Mengawasi Praktik Pecah Usaha
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga menindaklanjuti praktik pemecahan usaha oleh pelaku UMKM yang ingin memanfaatkan skema PPh final. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, sebelumnya menyatakan praktik ini harus segera dihentikan dan pemerintah perlu memiliki database untuk mendeteksi pelaku usaha yang membagi usahanya demi mendapatkan insentif pajak.
“Saya coba dalami lagi, bisa enggak kita deteksi itu [pemecahan usaha] dengan database yang ada di coretax maupun kerja sama dengan database di Kementerian Hukum,” kata Purbaya.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan sistem perpajakan UMKM berjalan adil dan sesuai aturan, sekaligus menjaga agar insentif PPh final benar-benar tepat sasaran bagi usaha yang membutuhkan dukungan pemerintah.
