Jakarta, Mata4.com — Meski sempat mengalami gangguan serius akibat longsor di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC), kinerja keuangan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan induk usahanya Freeport McMoRan Inc. justru mencatat kenaikan laba signifikan pada kuartal III-2025.
Dikutip dari Reuters, Jumat (24/10/2025), laba bersih Freeport McMoRan melampaui ekspektasi sejumlah analis Wall Street, bahkan di tengah penurunan produksi akibat insiden tambang di Papua tersebut.
Produksi Terganggu, Tambang Bawah Tanah Menganggur
Insiden longsor besar melanda tambang Grasberg Block Cave pada 8 September 2025. Sebanyak 800.000 metrik ton material basah menimbun area tambang bawah tanah dan menewaskan tujuh pekerja yang terjebak.
Akibatnya, operasi produksi dihentikan lebih dari satu bulan, menyebabkan penurunan drastis volume produksi tembaga dan emas Freeport Indonesia.
Selama kuartal ketiga 2025, produksi tembaga Freeport hanya mencapai 912 juta pon, turun dari 1,05 miliar pon pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, produksi emas juga turun menjadi 287.000 ons, dari 456.000 ons pada tahun sebelumnya.

Harga Tembaga Dunia Jadi Penopang
Kendati produksi menurun, kenaikan harga tembaga dunia menjadi penyelamat bagi keuangan Freeport.
Selama kuartal III-2025, harga rata-rata tembaga dunia mencapai US$4,68 per pon, naik dari US$4,30 per pon pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan harga ini didorong oleh tingginya permintaan global, terutama dari China, yang tengah memperkuat kebijakan industri dan memperluas proyek pembangkit listrik tenaga air di Tibet.
Fenomena ini membantu menutupi kerugian akibat berhentinya operasi tambang bawah tanah Freeport di Papua.
Laba Bersih Melampaui Ekspektasi
Freeport McMoRan melaporkan laba disesuaikan sebesar US$0,50 per saham untuk periode tiga bulan yang berakhir pada 30 September 2025.
Angka ini melampaui proyeksi analis yang memperkirakan hanya US$0,41 per saham.
Peningkatan pendapatan Freeport terutama didorong oleh:
- Harga komoditas global yang menguat, terutama tembaga,
- Efisiensi operasional di tambang luar negeri, serta
- Diversifikasi portofolio produksi di luar Grasberg.
Kinerja positif ini menegaskan posisi Freeport sebagai salah satu produsen tembaga terbesar dunia dengan kemampuan adaptasi tinggi terhadap gejolak operasional.
Konteks Insiden dan Upaya Pemulihan
Sebelumnya, Freeport-McMoRan telah memperingatkan potensi penurunan penjualan tembaga dan emas pada kuartal III-2025 karena dampak langsung dari longsor di GBC.
Perusahaan melaporkan bahwa sebagian besar area tambang yang terdampak kini telah dalam tahap pemulihan bertahap, dengan upaya pembersihan, perbaikan infrastruktur bawah tanah, dan evaluasi keamanan kerja.
PTFI memastikan bahwa prioritas utama adalah keselamatan pekerja dan stabilitas operasional jangka panjang, sebelum menormalkan kembali kapasitas produksi.
Dampak ke Ekonomi Indonesia
Tambang Grasberg di Papua merupakan salah satu penopang ekspor tembaga dan emas nasional. Penurunan produksi sementara berpotensi menekan kontribusi PTFI terhadap penerimaan negara dari sektor tambang, meski dampaknya relatif terbatas karena dukungan harga global yang tinggi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut Freeport tetap memenuhi kewajiban royalti dan pajaknya selama masa pemulihan, sejalan dengan kontrak kerja yang berlaku.
Tantangan Ke Depan
Meski mencatat kinerja positif, tantangan masih membayangi. Freeport harus memastikan pemulihan operasi GBC berjalan aman dan efisien, serta mengelola risiko geoteknik yang meningkat di area tambang bawah tanah.
Selain itu, perusahaan juga diharapkan meningkatkan komitmen terhadap keselamatan kerja pasca insiden yang menelan korban jiwa.
Dengan tren harga tembaga yang masih kuat dan permintaan global yang stabil, prospek Freeport tetap positif — selama perusahaan mampu menjaga kontinuitas produksi dan memperkuat tata kelola keselamatan tambang.
