Jakarta, Mata4.com — Keputusan Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) menetapkan dua perusahaan, Rakeen Mashariq Al Mutamayizah Company for Pilgrim Service dan Al Bait Guests, sebagai pemenang tender pelayanan haji 2026, menuai sorotan tajam publik.
Sejumlah pihak menilai proses seleksi tersebut sarat kejanggalan dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, membantah adanya praktik tidak sehat dalam proses lelang tersebut. Ia menegaskan, keputusan menunjuk dua syarikah (perusahaan penyedia layanan jamaah) dilakukan untuk menghindari kekacauan penyelenggaraan haji seperti tahun sebelumnya.
“Setelah diskusi panjang dengan pemerintah Kerajaan Saudi Arabia, kami bersepakat menunjuk hanya dua syarikah dari sekitar 66 peserta. Dari hasil lelang, dipilihlah Rakeen Mashariq dan Al Bait Guests,” ujar Dahnil di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
Alasan Pemilihan Dua Syarikah
Menjawab pertanyaan publik mengapa dua perusahaan itu dipilih padahal sempat bermasalah pada penyelenggaraan haji 2025, Dahnil beralasan bahwa semua perusahaan peserta tender memiliki catatan masing-masing, namun dua nama tersebut dianggap paling layak dari segi teknis dan kesiapan.
“Delapan syarikah kemarin semua punya masalah. Tapi kalau diurut, dua inilah yang terbaik dari yang ada. Tidak ada intervensi siapa pun dalam proses pengadaan ini,” tegasnya.
Dahnil juga memastikan keputusan tersebut sudah dikonsultasikan dengan Menteri Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan), serta disetujui oleh pihak Saudi sebagai mitra pelaksana.
Kronologi Tender dan Dugaan Tekanan Politik
Informasi yang diperoleh Mata4.com menyebutkan, terdapat 18 perusahaan yang mengikuti tender layanan operasional jamaah haji tahun 2026. Dari jumlah itu, 6 perusahaan lolos ke tahap akhir, di antaranya Almasia, Al Bait Guests, Rawaf Mina, Rifat Rifa’ah, dan Rakeen Mashariq.
Dalam proses evaluasi, Almasia dikabarkan sempat menempati posisi teratas. Namun menjelang malam penentuan, terjadi perubahan mendadak setelah salah satu staf Kemenhaj di Mekah, berinisial SR, menerima panggilan telepon dari Jakarta.
Sumber internal menyebut, panggilan itu diduga berasal dari pejabat berinisial DN, yang disebut mendapat arahan dari DS, seorang anggota legislatif di Senayan. Percakapan itu diduga berkaitan dengan penunjukan Rakeen dan Al Bait Guests sebagai pemenang tender.
Meski belum ada bukti hukum yang menguatkan dugaan tersebut, informasi itu menimbulkan kecurigaan publik terhadap independensi proses pengadaan.

Indikasi Kejanggalan Harga dan Kontrak
Setelah komunikasi tersebut, Rakeen dan Al Bait Guests dilaporkan menurunkan harga penawaran menjadi 2.200 riyal, lebih rendah dari Almasia. Ketika Almasia mencoba menyesuaikan harga, penawaran mereka ditolak karena kontrak dianggap sudah ditetapkan.
Sumber internal juga menyebut adanya rapat tertutup yang dihadiri sejumlah pejabat politik usai pengumuman pemenang tender. Dalam rapat itu, muncul teguran keras terhadap pihak yang dianggap “bermain” dalam proses tender, bahkan disebutkan Presiden Prabowo Subianto sempat ikut memberikan instruksi melalui sambungan telepon.
Meski demikian, hingga dua pekan pasca pengumuman, Menteri Haji dan Umrah Gus Irfan belum menandatangani kontrak resmi dengan dua perusahaan tersebut. Penundaan ini diduga dilakukan untuk mengevaluasi kembali potensi penyimpangan sebelum keputusan final diambil.
Nilai Ekonomis dan Dugaan Fee
Tender pelayanan haji 2026 memiliki nilai yang sangat besar karena mencakup layanan bagi lebih dari 220.000 jamaah Indonesia.
Beberapa pihak menduga terdapat pola pembagian imbalan (fee) sekitar 125 riyal per jamaah, yang jika dikonversi mencapai Rp121,8 miliar (kurs Rp4.430/riyal). Dugaan tersebut masih bersifat indikatif dan belum terbukti secara hukum.
Pemerhati kebijakan publik menilai, jika benar terjadi praktik gratifikasi dalam tender tersebut, kontrak jangka panjang hingga tiga tahun berpotensi merugikan negara sekaligus mengancam kualitas pelayanan jamaah haji Indonesia.
Sikap Hati-hati Kemenhaj
Sementara itu, sumber di lingkungan Kemenhaj menyebut Gus Irfan memilih bersikap hati-hati sebelum menandatangani kontrak. Ia disebut tidak ingin terburu-buru meneken dokumen penting yang menyangkut kepentingan ibadah umat.
“Beliau ingin memastikan prosesnya bersih. Karena kalau ada masalah sedikit saja, yang kena bukan hanya pejabat, tapi seluruh jamaah haji,” ujar sumber tersebut.
Meski belum ada kesimpulan hukum atau sanksi resmi terkait dugaan kejanggalan tender ini, transparansi dan akuntabilitas proses pengadaan di Kemenhaj kini menjadi sorotan publik.
Kementerian diharapkan segera memberikan klarifikasi terbuka dan audit independen untuk memastikan penyelenggaraan haji 2026 berjalan sesuai prinsip keadilan, profesionalisme, dan amanah bagi jamaah.
