Jakarta, Mata4.com — Sebanyak 1.900 eks-karyawan PT Kertas Leces (Persero) akan memulai langkah hukum baru dalam memperjuangkan hak-hak normatif mereka yang belum terbayarkan sejak lebih dari satu dekade lalu. Gugatan perdata dengan nomor perkara 716/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan dijadwalkan menjalani sidang perdana pada Selasa, 4 November 2025.
Para mantan pekerja menggugat Menteri Keuangan Dr. Purbaya Yudhi Sadewa, Ph.D. dengan nilai gugatan Rp 1 per orang. Menurut pihak penggugat, angka tersebut merupakan simbol perjuangan atas keadilan yang dinilai belum mereka dapatkan, menyusul belum lunasnya hak-hak mereka yang mencapai sekitar Rp 145,9 miliar setelah perusahaan dinyatakan pailit pada 2018.
Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, IGN Partha Bhargawa, S.H. ditunjuk sebagai Ketua Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan.
Ratusan Pekerja Hadirkan Dukungan
Ratusan eks-karyawan dari Probolinggo, Jawa Timur, berencana hadir langsung dalam sidang tersebut sebagai bentuk dukungan moral. Banyak di antara mereka disebut berada dalam kondisi ekonomi yang tidak mudah karena keterbatasan penghasilan sejak tidak lagi bekerja di perusahaan BUMN kertas itu.
Kuasa Hukum Paguyuban Eks-Karyawan PT Kertas Leces, Eko Novriansyah Putra, S.H., menyatakan bahwa gugatan ini merupakan langkah hukum untuk mengingatkan negara terhadap kewajiban konstitusionalnya dalam memenuhi hak pekerja.
“Sidang perdana ini bukan sekadar proses hukum, tetapi suara keadilan bagi ribuan keluarga yang sudah menunggu 13 tahun. Kami menggugat Rp 1 bukan soal nominalnya, tetapi agar hak-hak pekerja segera dipenuhi,” ujar Eko di Jakarta, Jumat (31/10).
Ia menambahkan bahwa rombongan pekerja hadir bukan untuk melakukan tekanan, melainkan menyampaikan harapan agar pemerintah segera menyelesaikan tunggakan hak ketenagakerjaan tersebut.
Jejak Panjang Kasus
PT Kertas Leces (Persero) merupakan BUMN yang berdiri sejak 1940-an dan pernah menjadi salah satu produsen kertas terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan tersebut mengalami kesulitan finansial berkepanjangan hingga akhirnya diputus pailit pada 2018.
Sejak proses kepailitan berjalan, para buruh mengaku belum menerima pelunasan seluruh hak normatif mereka. Berbagai langkah administratif telah ditempuh, termasuk penyampaian surat kepada Kementerian Keuangan, DJKN, Kementerian BUMN, serta audiensi dengan Komisi VI dan Komisi XI DPR RI. Namun, penyelesaian final disebut belum tercapai.
Menunggu Respons Pemerintah
Hingga berita ini terbit, pihak Kementerian Keuangan belum memberikan keterangan resmi terkait gugatan tersebut.
Para eks-karyawan berharap proses persidangan dapat menjadi titik terang penyelesaian hak-hak mereka yang selama ini menggantung.
“Kami berharap negara hadir menuntaskan persoalan ini,” tutur Eko.
