Jakarta, mata4.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah mengkaji rencana penyesuaian tarif bus TransJakarta yang selama dua dekade terakhir belum pernah berubah dari Rp3.500.
Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menjelaskan bahwa langkah ini perlu dipertimbangkan karena kondisi fiskal daerah kini turut terdampak pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat.
“Begitu ada pemotongan DBH, tentu ini berpengaruh terhadap kapasitas fiskal Jakarta. Oleh sebab itu, memang perlu penyesuaian untuk tarif TransJakarta,” ujar Syafrin usai menghadiri pembukaan Popnas-Peparpenas di Velodrome, Jakarta Timur, Minggu (2/11/2025).
Subsidi dan Ketimpangan Tarif Wilayah Penyangga
Syafrin menilai, besaran tarif TransJakarta saat ini relatif rendah dibandingkan daerah penyangga seperti Bogor. Di Jakarta, penumpang dapat berpindah rute tanpa dikenakan biaya tambahan, sementara di Bogor, tarif transportasi dihitung per perjalanan.

“Di Bogor, tarifnya Rp5.000 sekali naik. Kalau berpindah angkot, bayar lagi. Tapi di Jakarta, Rp3.500 itu sudah mencakup jaringan luas, bahkan menjangkau 91,8 persen populasi Jakarta yang dilayani,” jelasnya.
Ia mencontohkan, penumpang dari Cakung yang berpindah rute menuju Kalideres, lalu ke Joglo, tetap hanya dikenai tarif Rp3.500 tanpa biaya tambahan. Sistem integrasi ini disebut salah satu wujud komitmen Pemprov menjaga keterjangkauan transportasi publik.
Proporsi Ongkos dan Efisiensi Hidup di Jakarta
Menanggapi data Kementerian Perhubungan yang menyebut warga Jabodetabek menghabiskan 30 persen gaji untuk transportasi, Syafrin menyebut kondisi di Jakarta lebih efisien.
“Dengan tarif Rp3.500, pulang-pergi Rp7.000 per hari, kali 25 hari kerja, totalnya di bawah Rp200 ribu. Dengan UMP sekitar Rp5,3 juta, ongkos itu di bawah 10 persen,” ujarnya.
Menurutnya, angka 30 persen itu lebih menggambarkan kondisi masyarakat di wilayah penyangga yang mobilitas hariannya tinggi. Karena itu, Gubernur DKI memperluas layanan TransJakarta menjadi Transjabodetabek guna menjembatani kebutuhan transportasi lintas wilayah.
“Yang disurvei itu Jabodetabek, bukan hanya Jakarta. Maka TransJakarta diperluas untuk mengisi kekosongan layanan di kawasan perbatasan,” tambahnya.
