Jakarta, Mata4.com – Momentum Hari Ulang Tahun Humas Polri ke-74 menjadi waktu refleksi penting bagi seluruh jajaran kepolisian untuk kembali merenungkan esensi pengabdian. Dalam peringatan ini, semangat yang diusung bukan semata membangun citra, tetapi membangun makna dan menjaga kejujuran sebagai napas kepercayaan publik.
Sebagai bangsa besar yang lahir dari perjuangan, kekuatan Polri sejatinya tidak hanya diukur dari kemampuan struktur dan teknologi, melainkan dari kemurnian niat, ketulusan pengabdian, dan kejujuran dalam setiap tindakan.
Kebangkitan Nilai Bangsa dan Sejarah Kejujuran
Kebangkitan Nasional 1908 adalah kebangkitan moral bangsa. Para pendiri bangsa menyadari bahwa Indonesia hanya akan bertahan jika memiliki fondasi kejujuran dan keberanian moral.
Begitu pula Sumpah Pemuda 1928 yang meneguhkan persatuan melalui kejujuran kolektif. Tidak ada persatuan tanpa kepercayaan, dan tidak ada kepercayaan tanpa kejujuran.
Sementara itu, Proklamasi 1945 menjadi pernyataan moral tertinggi bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa yang diperjuangkan dengan ketulusan, bukan kepentingan pribadi.
“Bangsa yang besar bukan karena jumlah penduduknya, tetapi karena keberaniannya menjaga kejujuran dalam cita-cita.”
Pembangunan bangsa dan reformasi institusi, termasuk Polri, tidak boleh lepas dari reformasi nilai, terutama nilai kejujuran.
Humas Polri sebagai Penjaga Kepercayaan Publik
Dalam era digital dan keterbukaan informasi, Humas Polri menempati posisi strategis sebagai jembatan antara institusi dan publik. Tugas humas bukan sekadar menyampaikan pesan, tetapi menjadi penjaga nurani organisasi.
Humas Polri diharapkan menjadi ruang dialog, bukan monolog; sarana pencerahan, bukan pembenaran. Dalam komunikasi publik, kebenaran tidak boleh dikorbankan demi citra, sebab citra tanpa kejujuran hanyalah bayangan yang cepat pudar.
Tiga fungsi pokok Humas Polri di era digital adalah:
- Humanisasi informasi – menyampaikan pesan dengan empati dan kebenaran, bukan propaganda.
- Integritas digital – mengimbangi kecepatan informasi dengan ketelitian dan tanggung jawab.
- Kepemimpinan moral – menjadi teladan etika publik dan penjaga kehormatan Polri.
“Humas Polri bukan alat pembenaran, tetapi jembatan nilai antara Polri dan rakyat.”
Nilai Spiritual Surat Yasin
Surat Yasin menjadi refleksi spiritual bagi insan Polri. Empat nilai utamanya mengandung prinsip dasar pengabdian:
- Kejujuran (ayat 2–3): Rasul menyampaikan kebenaran tanpa manipulasi.
- Amanah (ayat 12): Setiap amal dicatat dan dipertanggungjawabkan.
- Keadilan (ayat 36): Keseimbangan adalah ciri keadilan ilahi.
- Keteguhan (ayat 60–61): Larangan menyembah hawa nafsu sebagai pesan moral tertinggi.
Nilai-nilai ini harus menjadi fondasi komunikasi Polri agar setiap informasi yang keluar mengandung nilai kemanusiaan dan dakwah moral.
Nilai Kepahlawanan Komjen Pol. Dr. H. Moehammad Jasin
Komjen Jasin dikenal sebagai figur moral Polri yang menegakkan kejujuran dan keberanian di atas kepentingan pribadi. Ia tidak mencari popularitas, tetapi menegakkan integritas dan keberanian moral.
Nilai perjuangan beliau meliputi:
- Keberanian berkata benar meski sendirian.
- Kejujuran dan integritas pribadi.
- Kerendahan hati dalam pelayanan.
- Disiplin dan dedikasi total.
- Kepeloporan visioner.
Tribrata dan Hilangnya Kata “Kejujuran”
Dalam Tribrata 1954, kata “kejujuran” termuat secara eksplisit. Namun dalam versi 2002, kata itu dihapus. Hilangnya satu kata ternyata mencabut akar nilai yang menjadi sumber kepercayaan publik.
“Satu kata yang hilang, sejuta makna yang pudar.”

Kehilangan kata “jujur” berarti kehilangan arah moral. Karena itu, kejujuran harus dikembalikan tidak hanya dalam teks Tribrata, tetapi dalam tindakan nyata setiap anggota Polri.
Pilar Reformasi Polri 2005–2045
Reformasi Polri harus berbasis nilai dan berkelanjutan. Tiga pilar utama menjadi arah moral perubahan:
- Moral governance — keputusan harus berpihak pada nilai, bukan kepentingan.
- Ethical leadership — pemimpin berkomitmen penuh tanpa konspirasi.
- Spiritual integrity — integritas dijalankan sebagai ibadah, bukan strategi.
Grand Strategy Polri 2005–2025 diharapkan menjadi dasar reformasi Polri 2026–2045, menuju institusi berintegritas dan dipercaya rakyat.
Dari Yasin ke Jasin: Jalan Nilai Polri
Yasin melambangkan iman, sedangkan Jasin melambangkan keberanian moral. Keduanya bertemu dalam kejujuran — menghubungkan iman, integritas, dan tanggung jawab.
“Dari iman ke amanah, dari amanah ke kepercayaan.”
Lima Tampilan Kepemimpinan Polri
- Teladan (exemplary leadership) – pemimpin menjadi contoh nyata.
- Melayani (servant leadership) – pemimpin melayani rakyat, bukan dilayani.
- Solutif (consultant leadership) – mencari solusi, bukan menyalahkan.
- Pengendali mutu (quality assurance leadership) – menjaga standar moral.
- Anti-KKN (integrity leadership) – tidak berkompromi dengan pelanggaran nilai.
Tujuh Budi Utama Bhayangkara
- Kejujuran dan kepercayaan.
- Tanggung jawab atas amanah publik.
- Visi jauh ke depan.
- Disiplin antara kata dan perbuatan.
- Kerja sama dalam keberagaman.
- Keadilan tanpa pilih kasih.
- Kepedulian dan empati kepada rakyat.
Menuju Polri Emas 2045
Polri Emas bukan sekadar kuat secara teknologi, tetapi bersinar karena integritasnya. Humas Polri akan menjadi garda depan dalam membangun kepercayaan publik. Transformasi Polri harus berakar pada nilai spiritual, etika sosial, dan profesionalisme yang jujur.
“Transformasi polisi humanis dimulai dari komunikasi yang jujur dan beradab.”
Penutup
Kejujuran adalah fondasi kepercayaan. Tanpa kepercayaan, tidak ada legitimasi. Tugas Humas dan seluruh jajaran Polri bukan hanya menegakkan hukum, tetapi menjaga hati rakyat.
“Jujur itu tidak mudah, tetapi tanpa jujur, tidak ada yang mudah.”
Dari Yasin ke Jasin, dari nilai ke tindakan, dari moral ke sistem — inilah perjalanan membangun Polri yang humanis, berintegritas, dan dipercaya rakyat.
