Jakarta, Mata4.com — Ahli Hukum Perdata Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H., menilai bahwa transaksi antara PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) dengan PT Asia Holding—dahulu PT Bhakti Investama milik Hary Tanoesoedibjo—merupakan pertukaran surat berharga (tukar-menukar), bukan jual beli.
Menurut Anwar, transaksi tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai jual beli karena objek yang dipertukarkan bukan uang, melainkan surat berharga.
“Sepanjang objeknya barang dengan barang, maka itu termasuk tukar-menukar. Jadi bukan karena pembayaran berbentuk apa, tetapi esensi perjanjian itu barang dengan barang,” jelas Anwar dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).
Skema transaksi itu melibatkan Medium Term Note (MTN) dan Obligasi Tahap II milik CMNP senilai masing-masing Rp163,5 miliar dan Rp189 miliar. Sebagai gantinya, pihak Hary Tanoe menyerahkan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang diterbitkan Unibank senilai USD 28 juta, yang diserahkan secara bertahap pada Mei 1999.
Anwar hadir sebagai ahli dari pihak CMNP yang diwakili oleh Law Firm Lucas, S.H. & Partners dalam perkara dugaan perbuatan melawan hukum terkait NCD yang diduga tidak dapat dicairkan.
Sebelumnya, mantan Kepala Biro Keuangan CMNP, Jarot Basuki, juga menyampaikan bahwa transaksi antara CMNP dan pihak Hary Tanoe merupakan pertukaran surat berharga, bukan jual beli. Ia menyebut keterangan itu diperoleh dari Tito Sulistio, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Keuangan CMNP.
“Di rapat Monday Morning Routine, disampaikan akan ada tukar-menukar antara surat berharga CMNP dan NCD senilai 28 juta dolar AS dari pihak Hary Tanoe,” ujar Jarot di hadapan majelis hakim.
Jarot menambahkan bahwa NCD tersebut kemudian diserahkan dan disimpan di brankas kantor CMNP atas instruksi Tito Sulistio. Ia juga menyebut sering melihat Tito bertemu dengan Hary Tanoe di kantor CMNP.

Kesaksian itu diperkuat oleh mantan Komisaris CMNP, Jusuf Hamka, yang dalam sidang sebelumnya juga menyebut transaksi tersebut merupakan pertukaran surat berharga. Ia menduga adanya kejanggalan karena NCD yang diterima tidak dapat dicairkan.
Dalam perkara ini, Hary Tanoesoedibjo dan Tito Sulistio didudukkan sebagai tergugat, bersama PT Bhakti Investama Tbk (kini PT MNC Asia Holding). Pihak tergugat diwakili oleh Law Firm Hotman Paris & Partners, sementara pihak penggugat adalah PT CMNP melalui Law Firm Lucas, S.H. & Partners.
Kuasa hukum CMNP menyatakan bahwa NCD yang diberikan kepada kliennya diduga tidak sah dan menyebabkan kerugian material mencapai Rp103,46 triliun serta kerugian immaterial sekitar Rp16,38 triliun. Gugatan juga mencakup permintaan sita jaminan atas aset milik tergugat.
Kasus ini berawal dari transaksi pada 1999, ketika CMNP dan pihak Hary Tanoe melakukan pertukaran surat berharga. Namun, pencairan NCD senilai USD 28 juta gagal dilakukan pada Agustus 2002 setelah Unibank—penerbit NCD—dinyatakan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sejak Oktober 2001.
Pihak CMNP menduga NCD tersebut tidak sesuai ketentuan Bank Indonesia karena diterbitkan dalam mata uang dolar AS dengan tenor di atas 24 bulan.
Sementara itu, Direktur Legal MNC Asia Holding, Chris Taufik, menyebut gugatan tersebut salah sasaran. Menurutnya, transaksi tidak melibatkan langsung Hary Tanoe maupun MNC Asia Holding.
“Hary Tanoe hanya berperan sebagai perantara. Tidak ada hubungan langsung antara perusahaan kami dengan transaksi tersebut,” ujar Chris Taufik.
Sidang perkara ini masih berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan agenda pemeriksaan lanjutan saksi dan bukti tambahan.
