Jakarta, Mata4.com — Rencana pemerintah untuk menerapkan redenominasi rupiah kembali menjadi perhatian publik. Kebijakan ini disebut-sebut sebagai langkah strategis untuk menyederhanakan nilai mata uang tanpa mengubah daya belinya. Meski demikian, di tengah upaya pemerintah menjaga stabilitas ekonomi, isu redenominasi juga menimbulkan beragam tanggapan dari masyarakat dan pelaku ekonomi, termasuk kekhawatiran dari pihak-pihak yang menyimpan uang tunai dalam jumlah besar di luar sistem perbankan.
Penyederhanaan Nilai Nominal, Bukan Pemotongan Nilai
Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa redenominasi merupakan penyederhanaan jumlah digit rupiah tanpa memengaruhi nilai tukar ataupun daya beli masyarakat. Misalnya, uang Rp1.000 akan menjadi Rp1 dalam sistem baru, namun harga barang dan jasa akan ikut menyesuaikan dalam satuan yang sama.
“Ini bukan sanering atau pemotongan nilai uang. Nilai ekonominya tetap sama, hanya format angkanya yang disederhanakan agar transaksi lebih efisien,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Rizka Anindya, Senin (10/11).
Menurutnya, kebijakan ini diambil untuk menyesuaikan sistem keuangan Indonesia dengan praktik internasional serta meningkatkan kepercayaan terhadap mata uang rupiah di tingkat global.
Tahapan dan Sosialisasi oleh Pemerintah
Kementerian Keuangan menegaskan bahwa redenominasi tidak akan dilakukan secara mendadak. Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyusun peta jalan (roadmap) untuk memastikan transisi berjalan lancar.
“Pemerintah sedang menyiapkan masa transisi selama beberapa tahun. Uang dengan nominal lama dan baru akan beredar bersamaan agar masyarakat tidak bingung,” jelas Rizka.
Sosialisasi juga akan dilakukan melalui berbagai media, lembaga keuangan, serta pemerintah daerah. Dengan begitu, masyarakat di semua lapisan—terutama di wilayah pedesaan dan sektor informal—dapat memahami perubahan tanpa kekhawatiran berlebih.
Bank Indonesia Pastikan Proses Aman
Bank Indonesia memastikan kebijakan redenominasi tidak akan mengubah nilai kekayaan masyarakat maupun harga barang.
Deputi Gubernur BI, Lestari Wibisono, menegaskan bahwa seluruh tabungan, deposito, dan aset keuangan tetap aman dan akan otomatis disesuaikan oleh sistem perbankan.
“Tidak ada yang dirugikan. Nilai uang tetap sama, hanya bentuk nominalnya yang berubah. Masyarakat tidak perlu menukarkan uang secara manual, karena sistem perbankan akan menyesuaikan secara otomatis,” ujar Lestari.
Selain itu, BI menyebut bahwa redenominasi akan memperkuat kepercayaan publik terhadap rupiah dan membantu memperbaiki citra mata uang Indonesia di pasar internasional.
Tujuan Ekonomi: Efisiensi dan Modernisasi Sistem Keuangan
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Ahmad Santoso, menilai redenominasi sebagai langkah positif menuju modernisasi sistem keuangan nasional.
Menurutnya, penyederhanaan nominal dapat memperkecil risiko kesalahan pencatatan akuntansi, mempermudah transaksi, dan meningkatkan efisiensi administrasi di sektor publik maupun swasta.
“Dengan redenominasi, sistem keuangan akan menjadi lebih ringkas dan efisien. Ini bukan sekadar langkah teknis, tapi juga simbol stabilitas ekonomi,” jelas Ahmad.
Ahmad juga menambahkan bahwa kebijakan ini akan memudahkan integrasi Indonesia ke dalam sistem ekonomi global, karena negara-negara dengan mata uang berdenominasi tinggi sering kali menghadapi kendala administratif dalam perdagangan internasional.
Isu Kekhawatiran di Kalangan Tertentu
Meskipun pemerintah dan ekonom menilai redenominasi membawa banyak manfaat, isu ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan tertentu—terutama mereka yang menyimpan uang tunai dalam jumlah besar di luar sistem keuangan resmi.
Beberapa analis menilai bahwa redenominasi bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan terhadap peredaran uang tidak resmi atau hasil kejahatan keuangan.
“Ketika redenominasi berlaku, setiap bentuk penukaran atau penyesuaian uang akan melalui sistem perbankan. Ini membuka peluang besar bagi negara untuk mendeteksi dan menekan aktivitas pencucian uang,” ujar Dini Prasetyo, analis kebijakan publik dari Pusat Studi Ekonomi Nasional.
Dini menjelaskan, meskipun tujuan utama redenominasi bukan untuk menindak pelaku kejahatan finansial, efek tidak langsungnya dapat membuat mereka yang menyimpan uang dalam bentuk tunai tanpa asal-usul jelas menjadi waswas.
Belajar dari Pengalaman Negara Lain
Sejumlah negara telah berhasil menerapkan redenominasi sebagai bagian dari reformasi ekonomi mereka.
Turki pada tahun 2005, misalnya, menghapus enam angka nol dari mata uang lamanya dan berhasil menstabilkan perekonomian setelah periode inflasi tinggi.
Korea Selatan dan Rusia juga pernah melakukan langkah serupa untuk memperbaiki citra mata uang mereka di pasar internasional.
Indonesia sendiri pernah membahas rencana redenominasi sejak 2010, namun belum terealisasi karena berbagai pertimbangan ekonomi dan kesiapan sistem keuangan. Kini, dengan kondisi makroekonomi yang lebih stabil, pemerintah menilai waktu pelaksanaan sudah semakin tepat.
Upaya Menjaga Stabilitas dan Kepercayaan Publik
Pemerintah menekankan pentingnya transparansi dan komunikasi publik dalam menjalankan kebijakan ini.
Melalui kampanye edukatif, masyarakat akan diberikan pemahaman mengenai mekanisme redenominasi, dampak ekonominya, serta cara bertransaksi di masa transisi.
“Kami ingin masyarakat memahami bahwa redenominasi bukan sesuatu yang menakutkan. Ini justru langkah menuju sistem ekonomi yang lebih sehat,” tegas Rizka dari Kementerian Keuangan.
Selain itu, pemerintah juga menggandeng lembaga pendidikan dan pelaku usaha untuk membantu menyebarkan informasi secara masif, agar tidak muncul kesalahpahaman seperti yang pernah terjadi pada masa-masa awal pembahasan kebijakan ini.
Tidak Berdampak pada Harga dan Tabungan
Bagi masyarakat umum, redenominasi tidak akan mengubah nilai uang, harga barang, atau tabungan di bank.
Misalnya, bila harga sebuah barang adalah Rp10.000, maka setelah redenominasi menjadi Rp10, sementara pendapatan dan tabungan juga akan menyesuaikan secara proporsional.
BI menegaskan bahwa masa transisi akan berlangsung cukup lama untuk memastikan masyarakat dapat beradaptasi dengan aman. Setelah masa tersebut berakhir, mata uang lama akan ditarik secara bertahap tanpa menimbulkan gejolak pasar.
Redenominasi sebagai Simbol Reformasi Moneter
Banyak pihak menilai redenominasi bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan simbol reformasi moneter dan keuangan nasional.
Kebijakan ini dianggap sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam memperkuat nilai rupiah, memperbaiki efisiensi sistem transaksi, serta menegaskan posisi Indonesia di tengah dinamika ekonomi global.
“Redenominasi adalah bagian dari transformasi ekonomi jangka panjang. Ini menunjukkan bahwa Indonesia siap beradaptasi dengan sistem keuangan yang lebih modern,” kata Dr. Ahmad Santoso menutup penjelasannya.
Penutup
Kebijakan redenominasi rupiah menjadi langkah besar dalam perjalanan ekonomi Indonesia menuju sistem keuangan yang lebih efisien, transparan, dan terpercaya.
Meski menimbulkan kekhawatiran di sebagian kalangan, pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan mengurangi nilai uang masyarakat, melainkan memperkuat fondasi moneter nasional.
Dengan perencanaan matang, sosialisasi yang luas, dan kerja sama lintas lembaga, redenominasi diharapkan menjadi momentum penting dalam mewujudkan stabilitas ekonomi serta kepercayaan publik terhadap rupiah sebagai simbol kedaulatan bangsa.

