Bekasi, Juli 2025 — Menjelang masuknya bulan Muharram 1447 Hijriah, umat Islam kembali bersiap menjalankan dua puasa sunnah yang sangat dianjurkan, yakni puasa Tasu’a (9 Muharram) dan puasa Asyura (10 Muharram). Namun seperti tahun-tahun sebelumnya, terdapat perbedaan penetapan tanggal pelaksanaan dua puasa tersebut antara Pemerintah RI (melalui Kementerian Agama), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah.
Perbedaan ini bukanlah hal baru, dan murni terjadi karena perbedaan metode penentuan awal bulan Hijriah, yakni antara metode rukyat (pengamatan hilal) dan hisab (perhitungan astronomi). Meski berbeda, keduanya sah dan diakui dalam syariat Islam, dan tidak seharusnya menjadi penyebab perpecahan umat.
PERBEDAAN PENETAPAN TANGGAL
Versi Pemerintah dan NU:
Berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia 1447 H yang diterbitkan oleh Kementerian Agama (Kemenag), 1 Muharram 1447 H jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025. Maka dari itu:
- Puasa Tasu’a (9 Muharram) dilaksanakan pada Sabtu, 5 Juli 2025
- Puasa Asyura (10 Muharram) dilaksanakan pada Minggu, 6 Juli 2025
Versi Muhammadiyah:
Muhammadiyah menggunakan Hisab Hakiki Wujudul Hilal dan sudah menetapkan lebih awal bahwa:
- 1 Muharram 1447 H jatuh pada Kamis, 26 Juni 2025
- Puasa Tasu’a dilakukan pada Jumat, 4 Juli 2025
- Puasa Asyura dilakukan pada Sabtu, 5 Juli 2025
Dengan demikian, meski hanya berbeda satu hari, pelaksanaan puasa Tasu’a dan Asyura oleh umat Islam Indonesia dapat berbeda tergantung kalender yang mereka ikuti.
APA ITU PUASA TASU’A DAN ASYURA?
Puasa Tasu’a dan Asyura adalah ibadah sunnah muakkad (sangat dianjurkan) dalam Islam. Keduanya dilaksanakan pada tanggal 9 dan 10 Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah.
Rasulullah SAW menganjurkan puasa ini sebagai bentuk syukur atas diselamatkannya Nabi Musa dan Bani Israel dari penindasan Fir’aun. Puasa Asyura sendiri pernah diwajibkan sebelum datangnya puasa Ramadhan, dan kemudian menjadi sunnah setelah turunnya kewajiban puasa di bulan Ramadhan.
KEUTAMAAN PUASA ASYURA
Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
“Puasa pada hari Asyura, aku berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim)
Artinya, puasa Asyura memiliki nilai pengampunan dosa setahun sebelumnya, selama dosa-dosa tersebut tergolong dosa kecil dan disertai niat taubat.
Selain itu, Rasulullah juga menganjurkan untuk tidak hanya berpuasa pada 10 Muharram, tapi juga menyertainya dengan puasa sehari sebelumnya (Tasu’a) agar berbeda dengan tradisi kaum Yahudi pada masa itu.
NIAT PUASA TASU’A & ASYURA
Berikut bacaan niat puasa sunnah Tasu’a dan Asyura:
- Niat Puasa Tasu’a (9 Muharram): نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ تَسُوْعَاءِ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya niat puasa sunah Tasu’a esok hari karena Allah Ta’ala.” - Niat Puasa Asyura (10 Muharram): نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ عَاشُورَاءِ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya niat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah Ta’ala.”
Bacaan niat ini bisa diucapkan dalam hati atau dilafalkan, idealnya sebelum fajar menyingsing.
