Bekasi, Mata4.com – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, menyatakan dukungannya terhadap rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membatasi akses anak terhadap game online dan media sosial (medsos). Kebijakan itu mencuat pasca insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta yang diduga berkaitan dengan pengaruh game daring berkonten kekerasan.
“Ini respons yang bagus sekali, mengingat dampak (game online dan medsos) yang negatif dan masif. Tidak hanya pada individu tapi juga pada kalangan yang lebih luas,” ujar Nurul kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Nurul menjelaskan, pembatasan akses digital bagi anak bukan hal baru, karena sudah diterapkan di banyak negara, terutama di Eropa, yang memiliki aturan ketat soal usia pengguna media sosial dan platform digital.
“Jika melihat negara-negara di Eropa, mereka juga sudah melakukan pembatasan terhadap usia pengguna medsos dan platform-nya. Keputusan ini dapat menjadi solusi untuk meredam semakin banyaknya dampak negatif bagi anak-anak,” tambahnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo telah meminta sekolah dan instansi terkait lebih waspada terhadap pengaruh game online dan praktik perundungan (bullying) di kalangan pelajar. Arahan tersebut disampaikan dalam rapat terbatas di kediamannya, Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Minggu (9/11/2025).
Menurut Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Presiden menilai perlu adanya langkah konkret untuk mengawasi dan membatasi dampak negatif game online di lingkungan pendidikan.
“Beliau tadi menyampaikan bahwa kita harus berpikir untuk membatasi dan mencari jalan keluar terhadap pengaruh dari game online,” kata Prasetyo kepada wartawan.
Ia mencontohkan, permainan bergenre tembak-menembak seperti PUBG (PlayerUnknown’s Battlegrounds) berpotensi membentuk pola pikir agresif dan perilaku kekerasan di kalangan anak-anak.
“Misalnya PUBG, di situ mudah sekali mempelajari jenis-jenis senjata dan bentuk kekerasan. Ini bisa membuat anak terbiasa melihat kekerasan sebagai hal yang wajar,” ujarnya.
Nurul menegaskan, dukungan terhadap kebijakan ini bukan untuk melarang sepenuhnya akses digital bagi anak, tetapi untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman dan edukatif. Ia berharap kebijakan ini diiringi dengan literasi digital di sekolah dan pengawasan aktif orang tua.
“Anak-anak tetap harus bisa berkembang di dunia digital, tapi dengan bimbingan dan batasan yang jelas. Pemerintah, sekolah, dan keluarga harus bekerja sama menjaga generasi muda dari paparan konten berbahaya,” tegasnya.
