Jakarta, Mata4.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Bane Raja Manalu, menyoroti pentingnya pengawasan pemerintah terhadap sumber air yang digunakan oleh para produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Menurutnya, klarifikasi yang telah disampaikan pihak perusahaan belum cukup untuk menjawab kekhawatiran publik tentang transparansi dan legalitas sumber air yang diklaim berasal dari pegunungan.
“Pemerintah sebagai regulator perlu memastikan sumber air mereka, benarkah bersumber dari pegunungan seperti yang mereka sampaikan? Lalu apa definisi air pegunungan?” ujar Bane kepada Inilah.com di Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Minta Pengawasan dan Evaluasi Rutin Izin Pengambilan Air
Bane menegaskan bahwa pengawasan pemerintah harus dilakukan secara rutin dan menyeluruh, tidak hanya pada proses izin, tetapi juga pada kandungan air dan label kemasan.
Menurutnya, publik berhak mendapatkan informasi yang transparan mengenai asal air yang dikonsumsi setiap hari.
“Pemerintah secara reguler harus memastikan, kandungan air sesuai dengan yang dituliskan di kemasan tidak? Nah, semua itu harus disampaikan ke publik secara berkala. Pengawasan pemerintah sebagai regulator penting sekali dalam urusan ini,” tuturnya.
Politisi PDI Perjuangan itu juga mendorong agar evaluasi izin pengambilan air oleh perusahaan AMDK dilakukan secara berkala, guna mencegah eksploitasi sumber daya air yang berlebihan dan merugikan masyarakat sekitar.
Respons Aqua: Air Berasal dari Akuifer Dalam Pegunungan
Sorotan publik terhadap sumber air AMDK mencuat setelah kunjungan mendadak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke salah satu pabrik Aqua di Kabupaten Subang. Dalam video yang viral di media sosial, Dedi tampak terkejut setelah mendengar penjelasan petugas pabrik bahwa air baku diambil dari sumur bor dalam tanah, bukan dari mata air permukaan.

“Airnya dari bawah tanah, bukan air permukaan. Ambil sumbernya dari dalam, dibor… Jadi ini bukan air mata air,” ujar seorang pegawai saat sidak berlangsung.
Pernyataan itu langsung memicu perdebatan publik soal klaim “air pegunungan” yang selama ini menjadi daya jual utama produk AMDK ternama tersebut.
Menanggapi hal itu, Aqua segera mengeluarkan klarifikasi resmi melalui situs perusahaannya. Mereka menolak tudingan bahwa air diambil dari sumur bor biasa dan menegaskan bahwa sumber air berasal dari akuifer dalam yang merupakan bagian integral dari sistem hidrogeologi pegunungan.
“Tidak benar. Kami memastikan menggunakan air dari akuifer dalam yang merupakan bagian dari sistem hidrogeologi pegunungan,” tulis Aqua dalam pernyataan resminya, dikutip Kamis (23/10/2025).
Aqua Klaim Gunakan Kajian Ilmiah dan Sumber Terlindungi
Dalam penjelasan lebih lanjut, Aqua menyebut bahwa seluruh sumber air mereka terlindungi secara alami dan telah melalui kajian ilmiah ketat oleh para ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
Menurut perusahaan, mereka mengambil air dari 19 titik sumber pegunungan di seluruh Indonesia, dengan kedalaman pengeboran antara 60 hingga 140 meter. Air tersebut diklaim berasal dari lapisan akuifer alami yang berbeda dari air tanah dangkal atau air permukaan.
“Di beberapa titik, sumber air bersifat self-flowing atau mengalir alami ke permukaan tanpa tekanan mekanis,” tulis Aqua.
Pihak perusahaan juga menegaskan bahwa seluruh proses pengambilan air telah mendapat izin resmi dari pemerintah, dan dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan ekosistem serta keberlanjutan sumber daya air.
Publik Desak Transparansi dan Label yang Akurat
Viralnya kasus ini membuka diskusi lebih luas tentang definisi dan klaim “air pegunungan” yang digunakan produsen AMDK. Banyak kalangan menilai, pemerintah perlu menetapkan standar definisi dan regulasi yang lebih tegas mengenai sumber air alami agar tidak menyesatkan konsumen.
Beberapa pengamat lingkungan juga menyoroti potensi eksploitasi air tanah dalam skala besar, yang dapat berdampak pada penurunan muka air tanah dan kekeringan di wilayah sekitar sumber produksi.
“Label pada kemasan harus mencerminkan fakta ilmiah dan lokasi sumber secara jelas. Kalau disebut ‘air pegunungan’, harus ada pembuktian geologis bahwa sumbernya memang berasal dari sistem hidrogeologi pegunungan,” kata salah satu ahli lingkungan dari Universitas Indonesia yang dimintai pendapat.
Dorongan Legislator untuk Pemerintah
Menanggapi dinamika tersebut, Bane Raja Manalu kembali menegaskan bahwa fungsi pengawasan pemerintah tidak boleh berhenti di atas kertas. Ia meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Perindustrian turun langsung melakukan verifikasi lapangan.
“Kalau benar sumbernya dari pegunungan, harus ada data yang terbuka. Publik berhak tahu. Jangan sampai publik hanya menerima narasi promosi tanpa verifikasi ilmiah,” tegas Bane.
Ia juga mengingatkan bahwa air adalah sumber daya publik yang vital, sehingga setiap izin pemanfaatannya harus berorientasi pada kepentingan masyarakat, bukan semata keuntungan industri.
