Bekasi, Mata4.com – Rencana pemerintah untuk melakukan redenominasi atau penyederhanaan nilai rupiah kembali mencuat ke permukaan.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah ke dalam rencana strategis nasional 2025–2029 sebagai bagian dari reformasi kebijakan moneter.
Langkah ini disambut positif oleh Komisi XI DPR RI, yang meminta pemerintah segera menyiapkan naskah akademik, membuka forum konsultasi publik, serta memastikan transparansi dan kesiapan teknis dalam implementasinya.
Rencana Kemenkeu: RUU Redenominasi Ditarget Rampung 2027
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029, RUU Redenominasi menjadi salah satu agenda prioritas Kemenkeu.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebutkan, target penyelesaian RUU ini pada tahun 2026 atau 2027, dengan fokus pada penyederhanaan angka rupiah tanpa mengubah daya beli masyarakat.
“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027,” tulis PMK tersebut, dikutip Jumat (7/11/2025).
Kemenkeu menjelaskan, redenominasi bertujuan untuk:
- Mendorong efisiensi perekonomian nasional,
- Menjaga stabilitas nilai rupiah, dan
- Meningkatkan kredibilitas mata uang Indonesia di tingkat internasional.
Langkah ini juga diharapkan mampu memudahkan transaksi keuangan, menyesuaikan sistem pembayaran digital, serta memperkuat persepsi global terhadap stabilitas ekonomi nasional.
DPR: Redenominasi Simbol Kredibilitas Bangsa
Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad, membenarkan bahwa RUU Redenominasi telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029.
Ia mendorong agar pemerintah dan Bank Indonesia (BI) segera merumuskan draf lengkap, termasuk kajian akademik, simulasi ekonomi, dan sosialisasi publik.
“Pemerintah bersama BI perlu segera menyusun draf RUU Perubahan Harga Rupiah serta menyerap aspirasi masyarakat sebanyak-banyaknya, sehingga RUU yang akan diajukan ke DPR mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada,” ujar Kamrussamad, Kamis (13/11/2025).

Menurutnya, redenominasi bukan sekadar proses administratif, tetapi simbol penguatan jati diri bangsa dan kredibilitas ekonomi Indonesia.
“Mata uang rupiah perlu disederhanakan agar memiliki nilai yang lebih kuat dan proporsional terhadap mata uang negara-negara di dunia. Selama ini banyak warga dunia yang memandang kurang sepadan terhadap nilai rupiah,” jelasnya.
Kamrussamad menegaskan, penyederhanaan nominal rupiah akan membantu membangun kepercayaan diri nasional dan mengangkat citra Indonesia di mata global.
“Nilai mata uang yang lebih sederhana akan memperkuat keyakinan diri warga Indonesia ketika bertransaksi dengan warga asing. Barang dan jasa warga Indonesia akan lebih dihargai secara terhormat,” ucapnya.
Redenominasi: Apa dan Mengapa Penting?
Redenominasi berbeda dari sanering (pemotongan nilai uang).
Jika sanering menurunkan daya beli uang, redenominasi hanya menyederhanakan jumlah digit nominal, misalnya:
Rp1.000 → Rp1
Rp50.000 → Rp50
Tujuannya adalah mempermudah sistem transaksi dan pencatatan keuangan tanpa mengubah nilai ekonominya.
Selain itu, redenominasi diharapkan:
- Menyesuaikan sistem pembayaran dengan standar internasional,
- Meningkatkan efisiensi dalam akuntansi, kasir, dan transaksi digital,
- Serta memperkuat kepercayaan global terhadap stabilitas rupiah.
Tantangan dan Persiapan Menuju 2027
Meski terlihat sederhana, redenominasi membutuhkan waktu panjang untuk persiapan sosial, teknis, dan hukum.
Pemerintah harus memastikan:
- Sistem perbankan, kasir, dan transaksi digital siap menerima perubahan nominal.
- Sosialisasi publik berjalan efektif agar masyarakat tidak keliru dalam memahami nilai uang baru.
- Koordinasi lintas lembaga antara Kemenkeu, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pelaku usaha berjalan sinkron.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sebelumnya juga menegaskan, redenominasi memerlukan persiapan matang dan jangka waktu transisi yang cukup panjang, agar tidak menimbulkan kebingungan di pasar maupun masyarakat.
