Bekasi, Mata4.com – Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman meminta Satgas Pangan menelusuri daerah-daerah yang mengalami lonjakan harga telur secara tidak wajar. Ia menegaskan pentingnya memastikan tidak ada spekulan atau pihak tertentu yang memainkan harga di tingkat pedagang dan merugikan masyarakat.
“Kami sudah sampaikan Satgas Pangan. Kabupaten-kabupaten yang harganya naik, tolong di sisir, cek satu-satu,” ujar Amran usai rapat koordinasi stabilisasi harga ayam dan telur di Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Amran menekankan bahwa kenaikan harga telur yang terjadi dalam beberapa hari terakhir bersifat terbatas dan tidak mencerminkan situasi nasional secara keseluruhan. Menurutnya, harga di tingkat peternak masih berada pada rentang yang wajar sesuai acuan pemerintah.
“Ini hanya kenaikan sedikit, masih sedikit. Mudah-mudahan dalam waktu singkat turun,” tambahnya.
Beberapa variabel biaya produksi disebut telah mulai menurun. Salah satunya harga day-old chick (DOC) yang kini berada di kisaran Rp11.500 per ekor, turun dari sebelumnya sekitar Rp14.000. Penurunan ini diyakini mampu menekan potensi kenaikan harga telur di tingkat konsumen.
Dalam rapat yang sama, pemerintah bersama para pelaku usaha unggas juga menyepakati Harga Pokok Penjualan (HPP) jagung sebesar Rp5.500 per kilogram (kg) dengan kadar air 18–20 persen. Pemerintah juga menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) jagung di kisaran Rp7.000 per kg dalam rangka menjaga stabilitas biaya pakan, salah satu komponen terbesar dalam industri perunggasan.

Amran menegaskan bahwa pemerintah akan terus menjaga stabilitas pasokan dan harga telur melalui pengaturan suplai DOC, pengendalian kebutuhan pakan, serta sinkronisasi produksi guna mendukung kebutuhan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Kita jaga, jangan sampai ada middleman yang mempermainkan situasi,” tegasnya.
Di sisi lain, Ketua Presidium Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Petelur Nasional, Yudianto Yosgiarso, memastikan harga telur di tingkat peternak masih berada di bawah Rp26.000 per kg atau sesuai Harga Acuan Penjualan (HAP) yang ditetapkan pemerintah.
“Kalau ada isu harga telur sampai Rp30.000, itu bukan dari peternak. Kami masih di bawah 26.000,” jelas Yudianto.
Ia menuturkan bahwa kenaikan harga di beberapa wilayah luar Jawa lebih banyak dipengaruhi biaya pengiriman, risiko kerusakan, serta kompleksitas distribusi antarpulau. Karena itu, harga di daerah tersebut tidak bisa disamakan dengan harga on-farm di sentra produksi telur nasional.
Pemerintah berharap langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan dapat menjaga keterjangkauan harga telur di masyarakat sekaligus memastikan keberlanjutan usaha para peternak.
