Bekasi, Mata4.com – Tim Koordinasi Lintas Kementerian/Lembaga Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bersama DPP Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) menyiapkan penugasan ahli gizi untuk Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia. Langkah ini diambil untuk menutup kekurangan tenaga gizi yang menghambat operasional dapur MBG.
“Saat ini di lapangan terjadi kelangkaan ahli gizi. Banyak dapur MBG tidak bisa beroperasi karena salah satu syarat utama SPPG adalah harus memiliki ahli gizi. Jadi saya berharap Persagi bisa membantu mengatasi persoalan ini,” kata Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi, Nanik Sudaryati Deyang, dalam rapat di Kementerian Kesehatan, dikutip Sabtu (22/11/2025).
Ketua Umum DPP Persagi, Doddy Izwardy, menyatakan kesiapan menugaskan anggota Persagi ke dapur-dapur MBG. “Anggota kami ada 53 ribu orang di seluruh Indonesia. Kami mohon informasi lokasi yang membutuhkan tenaga ahli gizi, lalu mohon bantuan untuk pengurusan status mereka di SPPG,” ujarnya.
34 Ribu Ahli Gizi, Tambahan Hampir 19 Ribu dari Puskesmas
Data Kemenkes mencatat terdapat 34.048 ahli gizi di fasilitas kesehatan, dengan potensi tambahan 18.998 tenaga gizi Puskesmas yang bisa diperbantukan ke SPPG. Dari jumlah itu, 2.423 adalah tenaga sukarela. Lulusan baru tahun 2024 dari perguruan tinggi umum (10.341 orang) dan Poltekkes Kemenkes (3.912 orang) juga siap mengisi kekosongan.
Dirjen Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, menegaskan seluruh potensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan di SPPG.

Nanik meminta Kemenkes, Persagi, dan Badan Geologi Nasional (BGN) segera menyusun alokasi penempatan tenaga gizi. “Kami akan membantu prosesnya. Tapi mereka juga harus bekerja dengan baik di SPPG, jangan pindah-pindah,” tegasnya.
SLHS Jadi PR Besar, 449 SPPG Gagal Tes IKL
Selain tenaga ahli, percepatan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) turut menjadi perhatian. Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes, Then Suyanti, melaporkan dari 15.107 SPPG yang dibangun, 14.922 telah operasional. Dari jumlah tersebut, 5.946 mengajukan SLHS, namun baru 2.849 yang terbit, dan 449 gagal tes Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL).
Suyanti merinci penyebab kegagalan:
- Bangunan: 54%
- Peralatan: 26%
- Penjamah makanan: 14%
- Proses pengolahan pangan: 6%
Saat ini sekitar 2.000 pengajuan SLHS terkendala proses komputerisasi. Nanik meminta pemerintah daerah memproses secara manual demi percepatan. “Kita perlu cepat. Saya berharap minggu depan sudah lebih banyak SPPG yang memiliki SLHS,” ujarnya.
