Tokyo, Mata4.com – Jepang, yang selama ini dikenal sebagai salah satu destinasi favorit wisatawan Indonesia dan dunia, kini mulai menerapkan sejumlah kebijakan baru yang membuat biaya liburan ke Negeri Sakura menjadi lebih tinggi. Kebijakan ini diberlakukan sebagai respons atas masalah overtourism (kelebihan wisatawan), perlindungan lingkungan, serta dorongan untuk mendukung infrastruktur dan ekonomi lokal.
Dengan meningkatnya jumlah turis internasional pascapandemi, Jepang menghadapi tantangan besar dalam menjaga kenyamanan dan keberlanjutan di destinasi-destinasi populernya. Oleh karena itu, pemerintah dan otoritas lokal mengambil langkah tegas dengan memberlakukan serangkaian regulasi dan biaya tambahan yang berdampak langsung pada wisatawan asing.
Overtourism: Masalah Serius yang Perlu Diatasi
Dalam beberapa tahun terakhir, tempat-tempat seperti Kyoto, Tokyo, Hokkaido, dan Gunung Fuji mengalami lonjakan kunjungan turis yang luar biasa. Banyak penduduk lokal mengeluhkan kemacetan, sampah, gangguan kenyamanan, hingga rusaknya lingkungan akibat tekanan dari aktivitas wisata. Pemerintah Jepang pun akhirnya mengambil sikap serius untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan industri pariwisata dan kelestarian sosial serta ekologis.
Kebijakan Baru yang Bikin Liburan Lebih Mahal
1. Pajak Penginapan Khusus Wisatawan Asing
Mulai September 2025, sejumlah wilayah seperti Prefektur Miyagi, Hiroshima, Gifu, dan beberapa kota di Hokkaido serta Shimane mulai menerapkan pajak inap khusus untuk wisatawan asing. Besarnya pajak bervariasi, mulai dari ¥100 hingga ¥500 per malam tergantung pada jenis akomodasi dan lokasi.
Tujuannya adalah menambah dana untuk pengelolaan destinasi wisata serta fasilitas umum seperti toilet, petunjuk arah, dan kebersihan kota.
2. Harga Tiket Wisata Dibedakan: Sistem “Dual Pricing”
Beberapa tempat wisata populer, seperti Kastil Himeji, resor ski di Niseko, serta museum-museum di Kyoto dan Osaka, telah mulai menerapkan sistem dua harga (dual pricing). Turis asing akan dikenakan biaya masuk lebih tinggi dibanding warga Jepang.
Misalnya, tiket ski harian untuk warga lokal bisa seharga ¥5.000, sementara untuk wisatawan asing dikenakan ¥6.500. Hal ini menimbulkan pro dan kontra, namun pemerintah daerah berargumen bahwa turis asing memerlukan fasilitas tambahan (seperti layanan multibahasa dan informasi digital) yang menambah biaya operasional.
3. Biaya dan Kuota Baru Pendakian Gunung Fuji
Gunung Fuji, sebagai ikon wisata Jepang, kini memberlakukan pembatasan pendaki maksimum 4.000 orang per hari untuk menjaga kelestarian lingkungan. Selain itu, biaya pendakian juga naik dua kali lipat dari ¥2.000 menjadi ¥4.000. Sistem booking online pun mulai diterapkan agar pendakian lebih teratur dan aman.
4. Reformasi Sistem Belanja Bebas Pajak (Tax-Free)
Sebelumnya, wisatawan asing dapat langsung mendapatkan potongan harga bebas pajak saat belanja di toko-toko Jepang. Namun, mulai 2025, sistem ini berubah menjadi prabayar, di mana turis harus membayar pajak konsumsi terlebih dahulu, lalu mengklaim refund saat hendak pulang melalui bandara.
Ini membuat proses belanja menjadi sedikit lebih rumit dan membutuhkan waktu ekstra, terutama jika dokumen tidak lengkap.
5. Pajak Akomodasi Mewah di Kyoto
Mulai Musim Semi 2026, pemerintah kota Kyoto akan menerapkan pajak akomodasi tambahan untuk hotel dan ryokan (penginapan tradisional) kelas premium. Tarif pajak ini dapat mencapai hingga ¥10.000 per malam, tergantung kategori bintang dan lokasi hotel.
Kyoto termasuk kota yang paling terdampak overtourism, terutama di kawasan Arashiyama dan Gion, sehingga langkah ini diambil untuk mengendalikan jumlah pengunjung yang menginap di pusat kota.
6. Naiknya Harga Tiket Transportasi & Nilai Tukar Yen
Kenaikan harga tiket pesawat dan akomodasi turut memperberat biaya wisata ke Jepang. Nilai tukar yen yang perlahan menguat terhadap mata uang asing seperti dolar AS dan rupiah membuat harga barang dan jasa di Jepang terasa lebih mahal bagi turis.
Menurut data komunitas wisata di Reddit dan forum travel Jepang, harga tiket pesawat dan hotel mengalami kenaikan 20–30% dibanding tahun lalu. Bahkan, perjalanan low budget pun kini menjadi lebih sulit dilakukan jika tidak direncanakan jauh-jauh hari.

www.service-ac.id
7. Kursi Non-Reserved Shinkansen Dikurangi
Mulai Maret 2025, sejumlah rute Shinkansen seperti Nozomi Line mengurangi jumlah gerbong yang menyediakan kursi tanpa reservasi. Artinya, wisatawan harus membayar biaya tambahan untuk memesan kursi sebelumnya, terutama saat musim liburan dan akhir pekan. Biaya tambahan bisa mencapai ¥1.000–¥2.000, tergantung rute dan waktu pemesanan.
Dampak Langsung pada Wisatawan
Dengan seluruh kebijakan ini, biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh wisatawan asing diperkirakan berkisar antara ¥5.000 hingga ¥15.000 per hari tergantung jenis aktivitas, akomodasi, dan tempat yang dikunjungi. Biaya ini tentu berdampak besar bagi backpacker atau wisatawan dengan anggaran terbatas.
Namun di sisi lain, kebijakan ini diharapkan mampu menciptakan pengalaman wisata yang lebih tertib, aman, dan berkelanjutan di masa depan. Dengan pengunjung yang lebih tertib dan jumlah yang lebih terkendali, fasilitas publik pun bisa dijaga dengan lebih baik.
Tips Menghadapi Kenaikan Biaya Wisata ke Jepang
Agar tetap bisa berlibur dengan nyaman tanpa menguras kantong, berikut beberapa tips:
- Pesan Tiket & Hotel Jauh Hari: Manfaatkan promosi early bird dan diskon bundling.
- Cari Akomodasi di Daerah Sekitar: Menginap di luar pusat kota seperti Saitama (untuk Tokyo) atau Uji (untuk Kyoto) bisa lebih hemat.
- Gunakan JR Pass atau Kartu Transport Lokal: Masih jadi opsi hemat untuk mobilitas antar kota.
- Pilih Wisata Gratis atau Low Budget: Banyak taman, kuil, dan destinasi alam di Jepang yang gratis dikunjungi.
- Belanja di Toko Bebas Pajak (Tax-Free): Siapkan paspor dan cek kebijakan refund terbaru sebelum belanja.
- Gunakan Travel App & Sim Card Lokal: Untuk navigasi dan komunikasi lebih efisien.
Penutup
Liburan ke Jepang memang akan mengalami peningkatan biaya mulai akhir 2025 dan 2026. Namun, di balik aturan-aturan baru tersebut terdapat tujuan yang lebih besar: menjaga keberlanjutan, kenyamanan, dan keamanan pariwisata Jepang di masa depan. Wisatawan diharapkan bisa lebih bijak dan sadar akan dampak dari aktivitas mereka terhadap lingkungan dan masyarakat lokal.
Dengan perencanaan matang dan informasi yang tepat, Jepang tetap menjadi destinasi yang layak dikunjungi – meski dengan anggaran yang sedikit lebih besar dari sebelumnya.
