
Sidoarjo, Mata4.com — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyampaikan sikap tegas pemerintah terhadap pembangunan gedung tanpa izin yang sah, termasuk bangunan pondok pesantren (ponpes) yang tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers usai rapat koordinasi nasional bersama jajaran kementerian dan perwakilan daerah di Jakarta.
Langkah ini dinilai penting untuk menjaga ketertiban tata ruang serta memastikan bahwa seluruh bangunan di Indonesia, baik publik maupun privat, memenuhi aspek legalitas, keselamatan, dan keberlanjutan.
“Kami sangat menghargai peran penting pondok pesantren dalam pendidikan karakter bangsa dan pembinaan keagamaan. Tapi semua pihak, termasuk ponpes, harus taat aturan. PBG bukan sekadar dokumen administratif, tapi menyangkut keselamatan dan ketertiban umum,” kata AHY.
Apa Itu PBG dan Mengapa Penting?
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah dokumen legal pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diberlakukan sejak UU Cipta Kerja mulai diterapkan. PBG dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan kajian teknis dan zonasi, serta menyatakan bahwa suatu bangunan telah sesuai dengan peruntukan tata ruang dan ketentuan teknis konstruksi.
Ketidaktertiban dalam pengurusan PBG bisa berdampak serius, termasuk membahayakan pengguna bangunan jika struktur tidak sesuai standar keselamatan. Dalam beberapa kasus di masa lalu, kecelakaan bangunan seperti robohnya atap sekolah atau kebakaran bisa dikaitkan dengan bangunan yang tidak mengantongi izin konstruksi.
“Bangunan ponpes yang tidak memiliki PBG dapat dikenakan sanksi, mulai dari peringatan tertulis, penghentian aktivitas pembangunan, hingga pembongkaran paksa jika tak ada upaya perbaikan,” jelas AHY.
Fokus pada Pembinaan, Bukan Hukuman
Menteri AHY juga menegaskan bahwa pemerintah akan mendahulukan pendekatan edukatif dan kolaboratif dalam menegakkan aturan ini. Ia memahami bahwa masih banyak pondok pesantren, khususnya yang berskala kecil atau berdiri secara swadaya, belum memahami prosedur pengurusan PBG.
Untuk itu, Kementerian ATR/BPN akan menggandeng Kementerian Agama, pemerintah daerah, serta organisasi kemasyarakatan Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan Persis, untuk melakukan pendataan, sosialisasi, dan pendampingan teknis.
“Kita ingin menghindari pendekatan represif. Pendekatan yang kita kedepankan adalah pembinaan dan fasilitasi. Tapi kalau tetap tidak ada niat baik, tentu akan ada tindakan yang lebih tegas,” kata AHY.
Program sosialisasi ini rencananya akan menyasar ribuan ponpes di seluruh Indonesia, terutama yang berada di wilayah non-perkotaan atau kawasan pinggiran.
Dukungan dari Tokoh dan Organisasi Keagamaan
Langkah AHY mendapat dukungan dari berbagai pihak. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Miftachul Akhyar, dalam keterangannya menyatakan bahwa penting bagi lembaga pendidikan Islam untuk turut menjadi teladan dalam ketaatan terhadap hukum negara.
“Islam mengajarkan kepatuhan terhadap hukum selama tidak bertentangan dengan syariat. Jika PBG bertujuan untuk keselamatan dan keteraturan, maka wajib untuk diikuti,” tegasnya.
Sementara itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan kesiapan mereka membantu pesantren dan sekolah-sekolah Islam di bawah naungan mereka untuk segera mengurus PBG, khususnya di wilayah yang belum tersentuh program pemerintah daerah.
Penertiban Berlaku Nasional
Penegakan aturan ini tidak hanya terbatas pada bangunan ponpes. AHY menyebutkan bahwa kementeriannya tengah menggalakkan penertiban seluruh jenis bangunan publik—sekolah, rumah ibadah, klinik, bahkan kantor pelayanan—yang belum memiliki PBG.
Melalui koordinasi lintas kementerian, penertiban dilakukan secara bertahap, dengan memperhatikan karakteristik wilayah dan kesiapan masyarakat.
“Kita ingin menciptakan budaya tertib bangunan, tertib tata ruang. Indonesia adalah negara hukum. Semua bangunan harus legal dan aman bagi penggunanya,” tambah AHY.
Pemerintah Sediakan Skema Kemudahan
Sebagai bentuk dukungan terhadap ponpes dan lembaga sosial yang belum memiliki kemampuan teknis dan dana, pemerintah juga tengah menyiapkan skema bantuan dan pembebasan biaya tertentu dalam pengurusan PBG untuk kategori bangunan sosial non-komersial.
Program ini termasuk dalam rencana kerja nasional ATR/BPN 2025–2026 dan akan mulai diuji coba di 10 provinsi prioritas, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara.
Penutup
Langkah Menteri AHY untuk menindak ponpes yang tak memiliki PBG bukan ditujukan untuk menghambat aktivitas keagamaan, melainkan untuk memastikan bahwa seluruh bangunan—termasuk yang digunakan untuk kegiatan pendidikan dan ibadah—dibangun secara aman, legal, dan sesuai tata ruang. Dengan pendekatan kolaboratif dan pembinaan, diharapkan semua pihak bisa bersama-sama mewujudkan tertib ruang dan bangunan demi keselamatan dan keberlanjutan pembangunan nasional.