Bekasi, Mata4.com – Pakar pangan nasional, Khudori, memberikan apresiasi tinggi terhadap kinerja Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman yang dinilai berhasil membawa sektor pangan Indonesia bergerak lebih dekat menuju swasembada. Menurutnya, capaian produksi beras nasional sepanjang 2025 merupakan prestasi luar biasa yang jarang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per 3 November 2025, produksi beras nasional periode Januari–Desember 2025 diperkirakan mencapai 34,77 juta ton. Angka ini naik 13,54 persen dibandingkan realisasi 2024. Kenaikan dua digit tersebut, menurut Khudori, adalah hal yang sangat jarang terjadi dalam industri pertanian, terutama untuk komoditas sebesar beras.
Ia menjelaskan bahwa produksi pada tiga bulan terakhir tahun ini memang masih berupa potensi, tetapi tren peningkatan yang signifikan menunjukkan langkah besar menuju ketahanan pangan nasional. “Amat jarang produksi beras bisa naik lebih dari 5 persen. Karena itu, apresiasi perlu diberikan kepada Mentan Amran Sulaiman dan seluruh jajarannya,” kata Khudori di Jakarta.
Kenaikan produksi ini sekaligus membuat keputusan pemerintah untuk tidak menugaskan Perum Bulog melakukan impor beras sejak akhir tahun lalu dapat terlaksana dengan baik. Hal ini menjadi capaian tersendiri bagi pemerintah, termasuk bagi Presiden Prabowo Subianto. Namun Khudori menegaskan bahwa tidak adanya penugasan impor kepada Bulog tidak berarti Indonesia sepenuhnya bebas impor, sebab impor beras khusus oleh pihak swasta tetap dimungkinkan.
Lebih jauh, Khudori menguraikan tiga faktor utama yang mendorong peningkatan produksi beras pada 2025. Pertama, efek low base. Produksi beras pada 2024 merupakan yang terendah sejak 2018, sehingga setiap peningkatan pada tahun berikutnya terlihat sangat signifikan secara persentase. Yang membuatnya istimewa, menurut Khudori, produksi beras 2025 bukan hanya tinggi secara persentase, tetapi juga secara volume, karena telah melampaui capaian tahun 2018 yang mencapai 33,94 juta ton.

Faktor kedua adalah kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) yang memusatkan seluruh sumber daya—baik anggaran maupun SDM—pada peningkatan produksi beras dan jagung. Penambahan kuota pupuk bersubsidi menjadi 9,55 juta ton serta penyederhanaan mekanisme penyaluran memungkinkan petani mendapatkan pupuk lebih mudah dan tepat waktu. Langkah ini dinilai memberi dampak langsung terhadap produktivitas.
Faktor ketiga adalah kondisi alam yang sangat mendukung. Sepanjang 2025, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami curah hujan yang terus menerus, termasuk daerah-daerah sentra produksi padi. Lahan sawah tadah hujan yang biasanya tidak bisa diusahakan kini dapat ditanami, sehingga luas panen naik drastis hingga 1,3 juta hektare atau 12,98 persen. Dengan kombinasi faktor kebijakan dan alam, peningkatan produksi dianggap sebagai hal yang logis.
Dari sisi konsumsi, kebutuhan beras nasional pada 2025 diperkirakan mencapai 30,9 juta ton. Dengan produksi mencapai 34,77 juta ton, Indonesia memiliki surplus sekitar 3,87 juta ton, menjadikannya surplus tahunan tertinggi sejak 2019 dan hanya kalah dari 2018 yang mencapai 4,37 juta ton.
Meski demikian, Khudori memberi catatan penting. Peningkatan produksi sebagian besar disebabkan oleh bertambahnya luas panen, dari 10,05 juta hektare di 2024 menjadi 11,36 juta hektare pada 2025. Sementara itu, kenaikan produktivitas hanya mencapai 0,45 persen, dari 5,28 ton gabah kering giling (GKG) per hektare pada 2024 menjadi 5,31 ton GKG per hektare pada 2025. Menurutnya, produktivitas yang hampir stagnan ini perlu mendapat perhatian ke depan agar produksi nasional tidak hanya mengandalkan perluasan lahan.
Secara keseluruhan, Khudori menilai pencapaian 2025 adalah modal penting bagi pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Namun upaya untuk meningkatkan produktivitas, mengoptimalkan teknologi pertanian, dan menjaga ketersediaan pupuk tetap menjadi pekerjaan rumah yang harus diprioritaskan pada tahun-tahun mendatang.
