
Jakarta, Mata4.com — Ancaman Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia kembali meningkat, terutama di musim pancaroba yang mempercepat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Kementerian Kesehatan RI mencatat bahwa kelompok anak-anak dan lansia menjadi yang paling rentan terhadap infeksi virus dengue. Untuk itu, peran perempuan—terutama ibu dan pengelola rumah tangga—didorong menjadi garda terdepan dalam upaya pencegahan DBD di lingkungan masing-masing.
Kasus DBD Naik, Anak dan Lansia Paling Rentan
Berdasarkan data dari Kemenkes per Juli 2025, tercatat lebih dari 79.000 kasus DBD di Indonesia, dengan peningkatan signifikan di sejumlah daerah seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Jumlah korban jiwa mencapai ratusan, sebagian besar di antaranya adalah anak di bawah usia 14 tahun dan warga lanjut usia.
Kondisi ini menjadi perhatian serius karena gejala DBD bisa berkembang cepat dan menyebabkan komplikasi berat jika tidak ditangani secara cepat dan tepat. Anak-anak dan lansia memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah, membuat mereka lebih berisiko mengalami dengue berat atau dengue shock syndrome.
Perempuan: Ujung Tombak Pencegahan dari Rumah
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Kemenkes, dr. Dewi Hartanti, menyatakan bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam memutus siklus penularan DBD, mengingat sebagian besar aktivitas pencegahan dimulai dari rumah tangga.
“Ibu rumah tangga dan para perempuan yang mengelola rumah memiliki peran vital dalam menjaga kebersihan lingkungan, mengontrol tempat penampungan air, dan memastikan tidak ada tempat berkembang biaknya nyamuk,” ungkap dr. Dewi dalam konferensi pers Hari Demam Berdarah Nasional.
Menurutnya, keberhasilan program 3M Plus (Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang tempat penampungan air) sangat bergantung pada partisipasi aktif warga, terutama perempuan. Ditambah dengan “Plus” seperti penggunaan kelambu, obat nyamuk, hingga fogging berkala jika diperlukan.
Pendidikan Kesehatan dan Kader Kesehatan Perempuan
Kemenkes juga mendorong peningkatan kapasitas kader-kader kesehatan perempuan di tingkat RT/RW dan desa. Mereka berperan sebagai agen perubahan yang memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya DBD, cara mengenali gejalanya, dan langkah-langkah pencegahan praktis yang dapat dilakukan secara mandiri.
Program seperti Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik nyamuk) kembali diaktifkan di berbagai kota, dengan mayoritas relawannya adalah perempuan. Selain melakukan inspeksi jentik secara rutin, mereka juga melakukan pelaporan digital untuk mendukung pengawasan terintegrasi oleh dinas kesehatan setempat.
Tantangan di Lapangan: Lingkungan Padat dan Minim Akses Informasi
Sayangnya, tantangan tidak kecil. Di wilayah padat penduduk atau perumahan yang tidak memiliki saluran air yang baik, nyamuk Aedes aegypti berkembang sangat cepat. Masih banyak keluarga yang belum memahami bahwa benda-benda kecil seperti tutup botol, vas bunga, dan tempat minum hewan bisa menjadi tempat bertelur nyamuk jika tergenang air.
Kurangnya literasi kesehatan, terutama di wilayah rural atau urban miskin, membuat upaya pencegahan tidak berjalan maksimal. Di sinilah peran ibu, guru perempuan, dan tokoh masyarakat perempuan menjadi sangat penting untuk menyampaikan informasi dengan bahasa yang mudah dipahami dan pendekatan yang sesuai budaya setempat.

www.service-ac.id
Pendekatan Sosial: Perempuan Sebagai Pelindung Keluarga
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Lestari Puspitasari, menekankan bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai penjaga rumah tangga secara fisik, tetapi juga sebagai pelindung kesehatan keluarga.
“Dalam banyak budaya di Indonesia, perempuan adalah pengambil keputusan dalam hal kebersihan rumah, makanan, dan perawatan anak. Ini membuat mereka punya pengaruh besar dalam upaya pencegahan penyakit berbasis lingkungan seperti DBD,” jelasnya.
Sinergi Pemerintah, Komunitas, dan Lembaga Perempuan
Untuk memperkuat peran perempuan dalam pencegahan DBD, Kemenkes dan beberapa lembaga mitra seperti PKK, Dharma Wanita, dan organisasi keagamaan perempuan dilibatkan secara aktif dalam kampanye nasional. Program pelatihan singkat, lomba rumah sehat, hingga insentif bagi kader kesehatan juga dilakukan guna mendorong partisipasi lebih luas.
Penutup: Pencegahan Dimulai dari Rumah
DBD masih menjadi ancaman serius, terutama bagi anak-anak dan lansia. Namun, dengan komitmen bersama dan keterlibatan aktif perempuan, pencegahan dapat dilakukan sejak dari rumah. Perempuan sebagai garda depan kesehatan keluarga memiliki kekuatan besar untuk memutus rantai penularan DBD, menjaga anak-anak tetap sehat, dan memastikan lingkungan tetap bersih serta bebas nyamuk.