Bandung, Mata4.com — Di balik pernyataannya yang menyinggung perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) Aqua, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi ternyata memiliki motif tersendiri. Ia ingin agar kantor pusat Aqua dipindahkan dari Jakarta ke Jawa Barat, wilayah di mana sebagian besar pabrik dan sumber air perusahaan itu beroperasi.
Namun, permintaan tersebut ditanggapi dingin oleh pihak Aqua. Corporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin, menegaskan tidak ada rencana memindahkan kantor pusat Aqua dari Jakarta ke Jawa Barat.
“Aqua beroperasi melalui 20 pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia. Seperti perusahaan lainnya, kantor pusat Aqua di Jakarta agar lebih mudah menjalankan koordinasi dan operasional,” jelas Arif, Jumat (31/10/2025).
Menurutnya, Jakarta tetap menjadi lokasi yang strategis karena merupakan pusat bisnis dan pemerintahan nasional. Hal itu, kata dia, mempermudah proses koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat dan pemegang saham.
Aqua Klaim Tak Pernah Bermasalah di Jabar
Menanggapi tudingan Dedi Mulyadi soal kontribusi perusahaan terhadap daerah, Arif menegaskan bahwa Aqua selalu memberikan kontribusi ekonomi nyata bagi Jawa Barat.
“Kontribusi kami dilakukan melalui pembayaran pajak dan retribusi daerah secara transparan dan diaudit instansi pemerintah,” ungkapnya.
Selain itu, Aqua juga berkomitmen menjalankan program keberlanjutan, mulai dari konservasi sumber air, penyediaan air bersih, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal di sekitar wilayah operasionalnya.
Dedi Mulyadi: “Jabar Harus Dapat Manfaat Penuh”
Gubernur Dedi Mulyadi dalam pernyataannya menegaskan bahwa kehadiran perusahaan besar di Jawa Barat seharusnya memberikan dampak ekonomi langsung bagi masyarakat setempat.
“Perusahaan-perusahaan di Jabar banyak yang kantor pusatnya di luar daerah. Kalau begitu, dana bagi hasil (DBH) justru mengalir ke daerah tempat kantor pusat berada,” kata Dedi di Gedung Sate, Bandung, Rabu (29/10/2025).

Ia berpendapat, dengan memindahkan kantor pusat ke Jawa Barat, perusahaan seperti Aqua dapat memberikan dana bagi hasil dan pajak lebih besar ke daerah tempat kegiatan usaha dilakukan.
“Saya ingin kantor pusatnya di Jawa Barat, agar dana bagi hasilnya kembali ke masyarakat Jabar sebagai objek di mana usaha itu dilakukan,” ujarnya tegas.
Dedi juga menyatakan akan terus melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Jabar, baik sektor air mineral maupun sektor lainnya.
“Saya sidak semua. Baik perusahaan air mineral maupun non air mineral,” ucapnya.
Ahli UGM Jelaskan Asal Sumber Air Aqua
Polemik soal asal-usul sumber air Aqua turut menarik perhatian akademisi. Prof. Heru Hendrayana, ahli hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menjelaskan bahwa hasil penelitian menunjukkan sumber air Aqua benar berasal dari kawasan pegunungan.
“Penelitian isotop yang melibatkan BRIN membuktikan bahwa sumber air Aqua berasal dari sistem sumber air pegunungan, terutama dari kawasan tangkapan air di Gunung Tangkuban Perahu,” kata Heru.
Ia menegaskan, istilah “air pegunungan” tidak berarti air harus diambil dari puncak gunung. Secara ilmiah, air yang berasal dari lereng atau kaki gunung yang masih termasuk sistem tangkapan air pegunungan juga tergolong sumber air pegunungan.
“Setiap sumber air punya ‘DNA’-nya sendiri. Dari isotop air bisa diketahui apakah air itu benar dari sumber pegunungan atau bukan,” ujar Heru.
Hasil riset isotop BRIN memastikan bahwa karakteristik air di pabrik Aqua Subang sesuai dengan ciri sumber air pegunungan.
Konteks dan Implikasi Ekonomi
Dorongan Dedi Mulyadi agar Aqua memindahkan kantor pusatnya mencerminkan upaya Pemprov Jabar meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor industri.
Namun di sisi lain, perusahaan menilai relokasi bukan solusi efisien karena aspek koordinasi dan bisnis nasional masih terpusat di Jakarta.
Pakar kebijakan publik menilai, langkah pemerintah daerah perlu diiringi dengan insentif fiskal dan regulasi yang jelas, agar wacana pemindahan kantor pusat benar-benar memberi manfaat ekonomi tanpa mengganggu iklim investasi.
