
Jakarta, Mata4.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Danantara yang menjadi pusat perhatian publik dan berbagai kalangan pemerintahan. RUU ini diusulkan sebagai bagian dari reformasi tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang salah satu poin pentingnya adalah kemungkinan pembubaran Kementerian BUMN dan pembentukan lembaga baru yang akan mengelola fungsi-fungsi strategis kementerian tersebut.
Pembahasan yang tengah berlangsung di DPR ini menuai beragam respons dari para politisi, pakar kebijakan publik, akademisi, hingga masyarakat sipil. Pro dan kontra pun mengemuka terkait implikasi dari perubahan besar yang diusulkan dalam RUU tersebut, khususnya terkait kontrol pemerintah terhadap BUMN dan efisiensi pengelolaan aset negara.
Latar Belakang RUU Danantara
RUU Danantara diinisiasi untuk mengatasi sejumlah masalah yang selama ini dihadapi dalam pengelolaan BUMN, seperti birokrasi yang berbelit, tumpang tindih kewenangan, serta rendahnya efisiensi operasional di beberapa perusahaan negara. Dalam dokumen RUU yang diperoleh redaksi, disebutkan bahwa tujuan utama rancangan ini adalah menciptakan tata kelola yang lebih modern, transparan, dan akuntabel dengan pembentukan sebuah lembaga independen yang fokus mengelola BUMN secara bisnis-oriented.
Dalam hal ini, lembaga baru yang diusulkan akan mengambil alih sebagian besar fungsi Kementerian BUMN yang selama ini menjadi pengendali langsung perusahaan-perusahaan milik negara. RUU tersebut juga mengatur perubahan struktur kelembagaan dan mekanisme pengawasan terhadap BUMN.
Pandangan Pendukung RUU
Beberapa anggota DPR yang mendukung RUU Danantara berpendapat bahwa model pengelolaan BUMN saat ini membutuhkan pembaruan signifikan agar dapat beradaptasi dengan dinamika ekonomi global dan persaingan usaha yang semakin ketat.
“Lembaga baru akan memberikan pengelolaan yang lebih profesional, terfokus, dan efektif. Ini akan memudahkan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat, tanpa harus melalui birokrasi kementerian yang kadang lamban,” jelas anggota Komisi VI DPR yang membidangi BUMN.
Menurut mereka, pembubaran Kementerian BUMN bukan berarti pemerintah kehilangan kontrol, melainkan mengubah pendekatan pengelolaan menjadi lebih business-driven dengan tetap memperhatikan aspek kepentingan publik dan pengawasan negara.
Lebih jauh, para pendukung RUU juga meyakini bahwa pembaruan ini akan meningkatkan daya saing BUMN, mengurangi potensi konflik kepentingan, dan memperkuat tata kelola perusahaan sehingga dapat memberikan kontribusi maksimal bagi perekonomian nasional.
Kekhawatiran dan Kritik dari Berbagai Pihak
Di sisi lain, tidak sedikit pihak yang menyuarakan kekhawatiran terkait konsekuensi pembubaran Kementerian BUMN. Mereka berpendapat bahwa kementerian tersebut memiliki peran vital dalam menjaga kepentingan negara atas aset-aset strategis dan memberikan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan BUMN.
Pengamat kebijakan publik dari Lembaga Studi Demokrasi dan Tata Kelola (LSDTG), Dr. Rahmat Hidayat, mengatakan, “Pengelolaan BUMN bukan hanya soal bisnis, tapi juga soal pengelolaan aset negara dan perlindungan kepentingan nasional. Jika kementerian dibubarkan, perlu dipastikan pengawasan tidak melemah.”
Beberapa politisi dari partai oposisi menambahkan bahwa perubahan struktur kelembagaan harus diiringi dengan mekanisme kontrol yang jelas agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang atau lemahnya transparansi.
Selain itu, mereka menyoroti risiko ketidakpastian bagi karyawan BUMN dan potensi gangguan operasional selama masa transisi jika perubahan dilakukan secara tergesa-gesa tanpa perencanaan matang.
Respons dan Sikap Kementerian BUMN
Hingga saat ini, Kementerian BUMN belum memberikan pernyataan resmi mengenai RUU Danantara. Namun, sumber dari lingkungan kementerian menyampaikan bahwa pihaknya sedang melakukan kajian mendalam dan aktif memberikan masukan demi menjaga keberlanjutan pengelolaan BUMN yang optimal.
“Kami mendukung upaya perbaikan tata kelola BUMN, namun harus dilakukan secara berhati-hati dan bertahap agar tidak mengganggu stabilitas perusahaan dan layanan publik yang dijalankan,” ungkap seorang pejabat kementerian yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Kementerian juga disebut tengah mempersiapkan sejumlah alternatif model kelembagaan yang bisa mengakomodasi fungsi pengawasan dan pengelolaan secara berimbang.
Implikasi Ekonomi dan Politik
RUU Danantara tidak hanya menyangkut aspek teknis pengelolaan BUMN, tetapi juga memiliki implikasi ekonomi dan politik yang luas. BUMN berperan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber penerimaan negara dan penyedia layanan strategis, seperti energi, transportasi, dan infrastruktur.
“Setiap perubahan struktural harus mempertimbangkan stabilitas ekonomi dan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan investor,” kata ekonom senior Universitas Indonesia, Prof. Siti Marlina.
Di sisi politik, dinamika pembahasan RUU ini juga mencerminkan persaingan dan aliansi politik di DPR yang akan mempengaruhi hasil akhir legislasi. Prosesnya diharapkan dapat berjalan terbuka dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Tahapan Selanjutnya dan Harapan Publik
Pembahasan RUU Danantara masih berlangsung dan DPR berencana menggelar konsultasi publik dengan mengundang berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi bisnis, asosiasi karyawan BUMN, serta organisasi masyarakat sipil.
Ketua Komisi VI DPR menegaskan komitmen untuk menjalankan proses legislasi secara transparan dan demokratis. “Kami ingin menghasilkan regulasi yang terbaik bagi bangsa dan negara,” ujarnya.
Publik berharap bahwa reformasi pengelolaan BUMN dapat membawa dampak positif, seperti peningkatan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas tanpa mengorbankan pengawasan negara dan kepentingan masyarakat luas.
Kesimpulan
RUU Danantara menghadirkan wacana pembubaran Kementerian BUMN sebagai bagian dari upaya reformasi pengelolaan BUMN. Sementara sebagian pihak optimistis perubahan ini dapat meningkatkan efisiensi dan profesionalisme, tidak sedikit pula yang mengingatkan pentingnya menjaga fungsi pengawasan dan kontrol negara atas aset strategis.
Proses pembahasan yang sedang berjalan di DPR harus dilaksanakan secara terbuka, melibatkan semua pemangku kepentingan, serta menjunjung tinggi prinsip akuntabilitas dan keberlanjutan demi kemajuan perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat.