
Jakarta, Mata4.com — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) Konflik Agraria sebagai langkah strategis untuk menangani permasalahan agraria yang selama ini menjadi isu krusial nasional. Pembentukan Pansus ini diharapkan dapat mendorong pemerintah melakukan penataan dan perbaikan tata ruang secara menyeluruh guna mengurangi potensi konflik agraria yang kerap muncul di berbagai wilayah di Indonesia.
Konflik agraria telah menjadi salah satu tantangan utama dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan. Berbagai kasus sengketa lahan antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah kerap kali menimbulkan ketegangan sosial, bahkan benturan fisik, yang menghambat proses pembangunan sekaligus menimbulkan ketidakadilan sosial. Oleh karena itu, DPR melihat perlu adanya pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pihak untuk menyelesaikan akar permasalahan tersebut.
Latar Belakang Pembentukan Pansus
Ketua DPR, Agus Santoso, menjelaskan bahwa konflik agraria tidak hanya berkaitan dengan kepemilikan dan penguasaan lahan, tetapi juga erat kaitannya dengan tata ruang yang tidak terorganisir dengan baik.
“Permasalahan agraria tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi saja. Tata ruang yang kacau dan regulasi yang tumpang tindih menyebabkan munculnya konflik berkepanjangan di banyak daerah. Dengan adanya Pansus ini, DPR ingin memastikan bahwa penyelesaian konflik agraria dilakukan secara holistik,” ungkap Agus dalam rapat paripurna DPR, Rabu (24/9).
Menurut Agus, tata ruang yang baik harus menjadi fondasi utama dalam pengelolaan lahan nasional agar berbagai fungsi lahan seperti pertanian, pemukiman, industri, dan konservasi dapat berjalan seimbang dan terintegrasi.
Penyebab Konflik Agraria di Indonesia
Permasalahan agraria di Indonesia sangat kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, antara lain:
- Tumpang tindih kepemilikan lahan akibat lemahnya sistem pendaftaran tanah dan basis data yang belum terpadu
- Kebijakan tata ruang yang belum konsisten antara pusat dan daerah sehingga terjadi perubahan fungsi lahan secara sepihak
- Kurangnya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan tata ruang dan pertanahan
- Hak-hak masyarakat adat dan petani kecil yang seringkali diabaikan atau tidak diakui secara resmi
- Konflik antara kepentingan ekonomi besar dan masyarakat lokal, terutama terkait dengan izin usaha pertambangan, perkebunan, dan infrastruktur
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat ribuan kasus konflik agraria yang tersebar di seluruh Indonesia, dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Konflik ini tidak hanya menyebabkan kerugian materi, tetapi juga menimbulkan ketidakstabilan sosial yang dapat memengaruhi pembangunan daerah dan nasional.
Peran dan Tugas Pansus Konflik Agraria
Panitia Khusus yang baru dibentuk oleh DPR memiliki tugas penting untuk:
- Melakukan kajian mendalam terhadap peraturan perundang-undangan terkait agraria dan tata ruang guna mengidentifikasi celah dan tumpang tindih regulasi
- Mengawasi pelaksanaan kebijakan pertanahan dan tata ruang agar berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan
- Memfasilitasi dialog antara pemerintah, masyarakat adat, petani, perusahaan, dan pihak terkait lainnya untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan berkeadilan
- Menyusun rekomendasi kebijakan kepada pemerintah dan DPR untuk perbaikan tata kelola lahan dan tata ruang
- Melibatkan pakar hukum agraria, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil agar solusi yang dihasilkan komprehensif dan berwawasan ke depan
Anggota Pansus berasal dari berbagai fraksi DPR yang diharapkan dapat bekerja secara lintas partai demi kepentingan nasional.
Sinergi dengan Pemerintah dan Pemangku Kepentingan
Menteri ATR/BPN, Sudirman Hasan, menyambut baik pembentukan Pansus dan menegaskan kesiapan kementeriannya untuk berkolaborasi. Menurut Sudirman, sinergi antara legislatif dan eksekutif sangat diperlukan untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria dan memperbaiki tata ruang nasional.
“Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan transparansi, memperkuat data pertanahan, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Pansus DPR dapat menjadi mitra strategis dalam mewujudkan hal tersebut,” ujar Sudirman.
Selain itu, pemerintah daerah juga diminta untuk meningkatkan koordinasi dalam penyusunan dan pelaksanaan tata ruang agar sejalan dengan kebijakan nasional.
Pentingnya Tata Ruang untuk Pembangunan Berkelanjutan
Penataan tata ruang yang baik menjadi salah satu kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Tata ruang yang terorganisir dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan pembangunan infrastruktur, konservasi lingkungan, dan keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Dengan tata ruang yang rapi, potensi terjadinya konflik antar sektor dan kepentingan dapat diminimalisir. Hal ini juga akan membuka ruang bagi investasi yang berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di wilayah pedesaan dan masyarakat adat.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Pansus Konflik Agraria DPR diharapkan dapat menjadi motor penggerak perubahan kebijakan agraria yang lebih adil dan transparan. Namun, tantangan besar juga menanti, termasuk penanganan kepentingan yang beragam dan potensi resistensi dari berbagai pihak yang selama ini diuntungkan oleh sistem yang ada.
DPR mengajak semua elemen bangsa untuk mendukung proses ini demi terciptanya tata ruang dan pengelolaan lahan yang berkeadilan, damai, dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Pembentukan Pansus Konflik Agraria DPR merupakan langkah penting dalam menghadapi persoalan agraria yang kompleks di Indonesia. Dengan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, diharapkan permasalahan agraria yang sudah lama mengganjal dapat ditangani secara efektif.
Pansus ini menjadi simbol komitmen DPR untuk mewujudkan pengelolaan lahan dan tata ruang yang lebih baik, demi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan nasional yang berkelanjutan.