Jakarta, Mata4.com — Komisi VIII DPR RI menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan baru pemerintah dalam pembagian kuota haji nasional. Sistem yang sebelumnya berbasis jumlah penduduk muslim kini diubah menjadi berdasarkan panjang daftar tunggu (antrean) di setiap provinsi.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menegaskan bahwa langkah ini merupakan reformasi penting dalam sistem penyelenggaraan ibadah haji, dengan tujuan utama mewujudkan keadilan dan pemerataan kesempatan bagi seluruh calon jemaah haji di Indonesia.
“Sistem lama [berbasis populasi] itu menimbulkan perbedaan daftar tunggu yang jomplang. Di beberapa provinsi antrean bisa puluhan tahun, sementara di daerah lain lebih pendek,” ujar Marwan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Mewujudkan Pemerataan Waktu Tunggu Nasional
Menurut Marwan, sistem baru ini dirancang untuk menyeragamkan masa tunggu haji secara nasional. Provinsi dengan antrean terpanjang akan memperoleh kuota tambahan, sementara daerah dengan masa tunggu lebih pendek akan disesuaikan agar waktu tunggu di seluruh Indonesia menjadi lebih seimbang.
“Kalau dulu contohnya Sulawesi Selatan antre 36 tahun, sekarang menjadi 26 tahun. Sumatera Utara yang tadinya 19 tahun, menyesuaikan menjadi 26 tahun. Sekarang seluruhnya diupayakan sama, dan ini kita setujui dari aspek keadilan,” jelasnya.
Legislator dari Fraksi PKB ini menambahkan, prinsip keadilan yang dipegang DPR bukan sekadar pemerataan kuota secara matematis, tetapi memastikan seluruh jemaah memiliki kesempatan yang sama untuk berangkat haji tanpa diskriminasi antarwilayah.

Jawaban atas Kritik Publik dan Upaya Transparansi
Marwan menilai, perubahan formula kuota ini juga merupakan jawaban atas kritik publik selama bertahun-tahun terkait ketimpangan distribusi dan lamanya antrean di sejumlah daerah. Dengan sistem berbasis daftar tunggu, diharapkan masyarakat dapat melihat adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kuota nasional.
“Langkah ini merupakan bagian dari penataan ulang sistem kuota haji agar lebih transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Ia menambahkan, kebijakan ini selaras dengan semangat reformasi layanan haji yang terus diupayakan pemerintah bersama DPR, termasuk digitalisasi manajemen dan peningkatan layanan jemaah di Tanah Suci.
DPR Minta Kemenag Sosialisasi Menyeluruh
Komisi VIII DPR juga meminta Kementerian Agama (Kemenag) segera melakukan sosialisasi menyeluruh ke seluruh provinsi dan kabupaten/kota agar masyarakat memahami tujuan kebijakan ini secara utuh.
“Kita ingin perubahan ini disertai pemahaman yang sama di seluruh daerah. Jangan sampai masyarakat salah persepsi. Tujuannya jelas: pemerataan waktu tunggu dan keadilan bagi semua jemaah,” tutup Marwan Dasopang.
Konteks dan Implikasi Kebijakan
Kebijakan baru ini akan mulai berlaku pada pelaksanaan haji tahun 2026, setelah disepakati dalam rapat bersama antara Kemenag dan Komisi VIII DPR RI. Selain memprioritaskan pemerataan waktu tunggu, pemerintah juga tengah menyiapkan mekanisme digital pemantauan antrean nasional agar masyarakat dapat mengakses data secara terbuka.
Dengan sistem ini, diharapkan masa tunggu ekstrem hingga 40 tahun di beberapa provinsi dapat ditekan secara bertahap, menciptakan rasa keadilan dan kesetaraan bagi seluruh calon jemaah di tanah air.
