Jakarta, Mata4.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelaah dua skema penyelesaian terhadap aset berupa mobil Mercedes-Benz 280 SL milik almarhum Presiden ke-3 Republik Indonesia, BJ Habibie, yang saat ini berada dalam status penyitaan. Mobil klasik tersebut sebelumnya berada dalam penguasaan Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat, dan menjadi salah satu objek dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan iklan di Bank BJB.
Mobil Bersejarah, Transaksi yang Belum Tuntas
Mobil tersebut bukan sembarang kendaraan. Mercedes-Benz 280 SL berkelir asli silver ini merupakan kendaraan pribadi BJ Habibie, yang kemudian diwariskan kepada putranya, Ilham Akbar Habibie. Pada tahun 2022, Ilham menyepakati penjualan kendaraan tersebut kepada Ridwan Kamil dengan harga Rp2,6 miliar, melalui metode pembayaran bertahap.
Namun, hingga kini, baru Rp1,3 miliar yang dibayarkan oleh Ridwan Kamil. Sisa pembayaran belum dilunasi, dan tidak ada perjanjian tertulis yang mengikat antara kedua pihak. Dalam keterangan resminya, Ilham juga menyampaikan bahwa mobil tersebut telah dicat ulang menjadi warna biru metalik oleh pihak pembeli, tanpa sepengetahuan dirinya.
“Saya tidak pernah dihubungi mengenai perubahan warna mobil itu. Dan saat transaksi, kami hanya melakukan kesepakatan secara lisan,” ujar Ilham kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta.
Penyitaan Terkait Dugaan Korupsi
KPK menyita kendaraan tersebut sebagai bagian dari upaya penelusuran aliran dana dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan dan promosi oleh Bank BJB. Dalam kasus ini, sejumlah pejabat bank dan pihak swasta telah ditetapkan sebagai tersangka, dan nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp222 miliar.
Menurut sumber internal KPK, terdapat dugaan bahwa sebagian dana yang digunakan oleh Ridwan Kamil untuk membeli mobil itu berasal dari anggaran proyek yang terindikasi dikorupsi.
“Penyitaan mobil dilakukan sebagai bagian dari langkah pengamanan aset yang berpotensi terkait dengan tindak pidana korupsi. Kepemilikan dan asal-usul dana sedang diverifikasi lebih lanjut,” jelas Mungki Hadipratikto, Direktur Pelacakan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti KPK.
Dua Skema Penyelesaian yang Ditawarkan KPK
Sejauh ini, KPK tengah mempertimbangkan dua pendekatan hukum untuk menyelesaikan status kepemilikan mobil tersebut, sambil tetap menjaga prinsip keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat:
1. Skema Lelang dan Pengembalian Dana
Dalam skema pertama, mobil Mercedes-Benz 280 SL akan dimasukkan ke dalam daftar barang rampasan negara dan dilelang oleh KPK, setelah perkara mencapai status inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Hasil lelang kemudian akan disalurkan kepada pihak yang berhak, dalam hal ini Ilham Akbar Habibie, sebesar sisa nilai transaksi yang belum ia terima, yakni Rp1,3 miliar.
“Mobil ini akan menjadi bagian dari aset negara apabila dibuktikan digunakan dalam transaksi dengan dana yang tidak sah. Setelah dilelang, hak pihak ketiga yang tidak terkait dengan kejahatan tetap kami perhatikan,” ujar Mungki.
2. Skema Penyerahan Dana dan Pengembalian Mobil
Opsi kedua yang disiapkan KPK adalah menyita uang senilai Rp1,3 miliar dari Ridwan Kamil—jika terbukti berasal dari sumber yang terkait dengan korupsi—lalu mengembalikan mobil tersebut secara langsung kepada Ilham Habibie, tanpa melewati proses lelang.
Skema ini dinilai sebagai jalan tengah untuk menjaga nilai sejarah mobil dan hak milik pribadi keluarga Habibie, sembari tetap menjamin proses hukum berjalan transparan.
“Mobil itu punya nilai historis. Kalau bisa dikembalikan ke keluarga Habibie dengan cara yang sah, tentu lebih baik,” tambah Mungki.
Klarifikasi dan Pemeriksaan Saksi
Ilham Akbar Habibie telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam perkara ini. Pemeriksaan difokuskan pada rincian transaksi, komunikasi dengan pembeli, metode pembayaran, serta riwayat kendaraan. Ia menyatakan mendukung penuh proses hukum dan berharap mobil yang memiliki nilai emosional dan sejarah tinggi tersebut bisa kembali ke keluarga.
Sementara itu, KPK menyampaikan bahwa Ridwan Kamil juga akan dimintai keterangan dalam waktu dekat. Keterangan dari pihak pembeli diperlukan untuk mengetahui sumber dana pembelian, niat dalam transaksi, serta apakah ada pelanggaran dalam proses akuisisi aset tersebut.
“Kami tidak menuduh sebelum ada bukti yang kuat. Namun kami wajib menelusuri setiap potensi aliran dana hasil korupsi, termasuk yang digunakan untuk pembelian aset pribadi,” ujar juru bicara KPK, Ali Fikri.
Aspek Hukum dan Kepemilikan
Menurut pakar hukum pidana dan aset tindak pidana korupsi dari Universitas Indonesia, Prof. Ahmad Sofyan, penyitaan aset yang terkait dengan perkara pidana dapat dilakukan jika terdapat indikasi kuat keterkaitan antara aset tersebut dan tindak pidana.
“Dalam konteks hukum pidana, tidak hanya pelaku yang bisa terkena dampaknya, tapi juga aset yang diperoleh dari atau digunakan dalam proses kejahatan,” jelasnya.
Namun ia menekankan bahwa pihak ketiga yang beritikad baik dalam transaksi (misalnya, menjual barang tanpa mengetahui dana berasal dari kejahatan) berhak atas perlindungan hukum.
Respons Publik dan Simbol Historis
Kasus ini menarik perhatian publik bukan hanya karena melibatkan tokoh publik seperti Ridwan Kamil, tetapi juga karena kendaraan yang terlibat adalah bagian dari sejarah nasional. Mobil tersebut pernah digunakan oleh BJ Habibie selama masa kepemimpinannya, dan memiliki nilai emosional tinggi bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Beberapa kalangan menyerukan agar mobil tersebut tidak dijadikan barang rampasan negara, tetapi dikembalikan sebagai warisan sejarah nasional, melalui proses hukum yang adil.
Kesimpulan
KPK saat ini tengah mempertimbangkan dua skema penyelesaian atas mobil Mercedes-Benz 280 SL milik BJ Habibie yang disita dari Ridwan Kamil. Kedua skema itu mempertimbangkan unsur keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan terhadap pihak yang tidak terlibat dalam tindak pidana.
Proses hukum masih berjalan, dan keputusan akhir baru dapat diambil setelah pengadilan memutus perkara secara final. KPK menegaskan bahwa fokus utama lembaga adalah pemulihan kerugian negara, serta memastikan bahwa aset hasil kejahatan tidak dinikmati oleh pihak mana pun.

