
Jakarta, Mata4.com — Dunia kesehatan kembali diguncang oleh kemunculan kasus virus Nipah (NiV) di India, yang dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan tren peningkatan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius di antara para epidemiolog, termasuk di Indonesia. Virus yang dikenal sangat mematikan ini memiliki potensi menjadi wabah regional jika tidak diantisipasi sejak dini.
Sejumlah pakar kesehatan menyoroti pentingnya kesiapan Indonesia menghadapi kemungkinan penyebaran virus ini, mengingat kedekatan geografis dan tingginya mobilitas antarnegara di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Virus Nipah: Ancaman Senyap yang Mematikan
Virus Nipah pertama kali ditemukan pada tahun 1998 di Malaysia, ketika terjadi wabah yang melibatkan peternak babi dan pekerja pertanian. Sejak saat itu, virus ini telah menjadi momok menakutkan di beberapa negara Asia, termasuk Bangladesh dan India. Wabah terbaru yang dilaporkan di negara bagian Kerala, India, menunjukkan bagaimana virus ini masih menjadi ancaman nyata hingga saat ini.
Gejala awal infeksi Nipah meliputi:
- Demam tinggi
- Sakit kepala hebat
- Mual dan muntah
- Nyeri otot dan lelah
- Disorientasi
- Kejang
- Dalam kasus berat: ensefalitis (radang otak) yang dapat menyebabkan koma dalam waktu singkat
Virus ini memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi, antara 40 hingga 75 persen, tergantung pada sistem kesehatan yang menangani. Sebagai perbandingan, COVID-19 memiliki tingkat kematian jauh lebih rendah, yakni sekitar 1–2 persen secara global. Hal ini menempatkan Nipah di kategori “high fatality virus” yang tergolong sangat berbahaya.
Epidemiolog RI Angkat Suara
Dr. Reni Oktavia, seorang epidemiolog senior dari Jakarta, menyatakan bahwa lonjakan kasus di India seharusnya menjadi alarm serius bagi Indonesia.
“Mobilitas lintas negara semakin tinggi. Banyak warga India yang memiliki aktivitas bisnis, pariwisata, atau pendidikan di Indonesia. Kita harus siap dengan kemungkinan masuknya virus Nipah, apalagi deteksi terhadap virus ini di lapangan masih sangat terbatas,” jelas Dr. Reni.
Menurutnya, virus Nipah memiliki masa inkubasi yang bisa mencapai 14 hari, yang artinya seseorang bisa sudah tertular tanpa menunjukkan gejala. Hal ini sangat berbahaya karena memungkinkan virus menyebar secara diam-diam sebelum terdeteksi.
Faktor Risiko di Indonesia
Indonesia memiliki sejumlah faktor yang membuatnya rentan terhadap potensi penyebaran virus Nipah, antara lain:
- Populasi kelelawar buah yang besar:
Kelelawar jenis ini adalah inang alami virus Nipah. Mereka hidup di banyak hutan, bahkan kota-kota besar di Indonesia. - Kebiasaan konsumsi buah segar dan hasil fermentasi buah:
Di beberapa wilayah, masyarakat masih mengonsumsi buah jatuh atau produk fermentasi seperti tuak, yang rentan terkontaminasi air liur atau urin kelelawar. - Keterbatasan laboratorium deteksi virus langka:
Saat ini, belum semua rumah sakit memiliki kapasitas untuk mengidentifikasi virus Nipah secara cepat. - Rendahnya kesadaran masyarakat akan penyakit zoonosis:
Masih banyak yang belum memahami risiko penularan dari hewan ke manusia.
Belajar dari Wabah COVID-19
Dr. Reni mengingatkan bahwa salah satu pelajaran penting dari pandemi COVID-19 adalah pentingnya deteksi dini dan transparansi informasi.
“Kalau kita tunggu sampai ada banyak kasus, maka itu sudah terlambat. Wabah bisa menyebar dalam hitungan hari. Virus Nipah bukan hanya soal kesehatan, tapi bisa berdampak ke ekonomi, pariwisata, hingga keamanan nasional,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya penguatan sistem kesehatan dari hulu ke hilir, termasuk edukasi masyarakat, pengawasan makanan, pemantauan hewan liar, dan kerja sama lintas sektor.

www.service-ac.id
Langkah Pencegahan yang Perlu Dilakukan
Untuk Pemerintah:
- Meningkatkan pemantauan di bandara dan pelabuhan internasional
- Memperkuat surveilans dan sistem deteksi penyakit zoonosis
- Melatih tenaga medis di fasilitas kesehatan primer untuk mengenali gejala awal
- Menyusun protokol isolasi untuk kasus yang dicurigai terinfeksi virus Nipah
- Menggalakkan kampanye edukasi publik berbasis data
Untuk Masyarakat:
- Hindari mengonsumsi buah yang sudah jatuh ke tanah atau dimakan kelelawar
- Cuci buah dan makanan segar secara menyeluruh sebelum dikonsumsi
- Hindari kontak langsung dengan kelelawar atau hewan liar
- Segera periksa ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala mirip flu berat atau gangguan saraf
- Jangan mengabaikan informasi kesehatan dari pemerintah atau tenaga medis
Perlukah Panik?
Jawabannya: tidak. Namun, masyarakat perlu waspada dan aktif mencegah. Hingga saat ini, belum ada laporan kasus virus Nipah di Indonesia. Namun kondisi ini dapat berubah sewaktu-waktu jika langkah pencegahan tidak dijalankan secara disiplin.
Seperti halnya penyakit menular lainnya, pendekatan kolaboratif antarinstansi, edukasi publik, dan kesiapsiagaan fasilitas kesehatan akan menentukan seberapa besar kita mampu menahan laju penyebaran jika virus ini masuk ke wilayah Indonesia.
Kesimpulan
Virus Nipah kembali menjadi sorotan internasional setelah lonjakan kasus di India. Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan lingkungan tropis yang kaya satwa liar, tidak boleh lengah. Waspada sejak dini, memperkuat deteksi, dan memperluas edukasi publik adalah langkah yang harus segera dilakukan.
Mencegah lebih baik daripada menyesal. Virus Nipah bukan ancaman yang bisa diabaikan. Saatnya bertindak sebelum terlambat.