Bekasi, Mata4.com – Keputusan Ketua Umum PSSI Erick Thohir menunjuk Patrick Kluivert sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia dinilai sebagai langkah yang keliru dan menjadi salah satu penyebab utama gagalnya Garuda menembus Piala Dunia 2026.
Pandangan tersebut disampaikan oleh pengamat sepak bola nasional Haris Pardede, atau yang lebih dikenal sebagai Bung Harpa, dalam tayangan YouTube-nya pada Senin (13/10/2025). Menurutnya, kehadiran Kluivert sejauh ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap performa tim, bahkan justru membuat kualitas permainan menurun dibanding era Shin Tae-yong.
“Pergantian pelatih dari Shin Tae-yong ke Patrick Kluivert menurut saya adalah keputusan terburuk yang diambil PSSI. Pelatih baru tidak banyak memberikan dampak terhadap permainan kita,” ujar Harpa dalam kanal Bung Harpa.
Tak Ada Perbedaan Signifikan di Lapangan
Haris menilai bahwa dari sisi taktik dan pemilihan pemain, Patrick Kluivert belum menunjukkan keistimewaan yang sebanding dengan reputasinya sebagai mantan bintang Barcelona dan timnas Belanda.
“Secara taktik dan pemilihan pemain, enggak ada yang spesial. Malah menurun dibanding era sebelumnya,” ucapnya.
Menurut Harpa, satu-satunya keputusan yang bisa diapresiasi adalah penempatan Calvin Verdonk — bek kiri murni — di posisi gelandang bertahan, yang dinilai cukup inovatif. Namun, di luar itu, strategi permainan dianggap terlalu konservatif dan tidak mampu memaksimalkan potensi pemain-pemain muda Garuda.
Soroti Narasi PSSI Soal Wasit
Selain mengkritik aspek teknis, Harpa juga menyinggung sikap federasi yang sempat memainkan narasi soal pergantian wasit menjelang laga kontra Arab Saudi. Ia menilai tindakan tersebut sebagai upaya pengalihan isu yang tidak perlu.
“Ingat enggak waktu menjelang lawan Arab Saudi? Dinarasikan wasitnya mau diganti segala macam. Tapi ternyata wasitnya bagus, kitanya yang busuk,” ujarnya dengan nada sindiran.
Ia menegaskan bahwa PSSI seharusnya lebih fokus memperbaiki performa tim ketimbang mencari alasan eksternal atas hasil pertandingan.
“Kalau kalah tapi main bagus dan semangat, orang masih bisa menghargai. Tapi kalau kalah karena salah strategi, itu lain cerita,” tambahnya.
“Kluivert Enggak Lebih Baik dari Pelatih Lokal”
Lebih jauh, Bung Harpa menilai bahwa kapasitas Kluivert sebagai pelatih tidak sebanding dengan reputasi besarnya sebagai legenda sepak bola dunia.
Ia bahkan menyebut kualitasnya tidak lebih baik dari pelatih-pelatih lokal di kompetisi Liga 1 Indonesia.

“Kalau boleh dibilang, Patrick Kluivert ini enggak ngerti apa-apa. Mungkin bagusan pelatih lokal kita, atau bahkan pelatih tarkam,” ujar Harpa blak-blakan.
Ia juga menyinggung pernyataan PSSI yang sebelumnya menyebut tim kepelatihan Kluivert sebagai ‘yang terbaik’, namun belum memperlihatkan hasil konkret di lapangan.
“Katanya punya nama besar, tim kepelatihan terbaik, tapi dari mana ‘terbaik’-nya? Kayak enggak ngerti anak buahnya sendiri,” kritiknya tajam.
Sikap Kluivert Dinilai Kurang Menghargai Suporter
Kritik juga mengalir pada gestur Kluivert usai Indonesia kalah 0-1 dari Irak di Stadion King Abdullah Sport City, Jeddah. Dari beberapa rekaman yang beredar di media sosial, pelatih asal Belanda itu disebut tidak menghampiri suporter Indonesia yang datang langsung memberikan dukungan.
“Zaman dulu kapten kapal kalau kapalnya tenggelam, dia orang terakhir yang ada di situ. Tapi kan dia enggak bakal mati kalau nyamperin fans,” sindir Harpa.
Sikap dingin itu dianggap menunjukkan kurangnya empati dan kepemimpinan emosional, yang seharusnya dimiliki seorang pelatih kepala.
Kritik Luas, Respons PSSI Ditunggu
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari PSSI maupun dari pihak Patrick Kluivert terkait kritik yang disampaikan Bung Harpa.
Kekalahan beruntun dari Arab Saudi (2-3) dan Irak (0-1) di babak keempat kualifikasi zona Asia membuat mimpi Indonesia untuk melangkah ke babak kelima tertutup.
Kendati begitu, publik berharap evaluasi menyeluruh segera dilakukan oleh PSSI agar momentum reformasi sepak bola nasional yang telah dibangun tidak kembali terhenti di tengah jalan.
“Kalau mau maju, jangan asal pilih pelatih karena nama besar. Pilih yang tahu Indonesia, tahu karakter pemain, dan mau belajar dari bawah,” tutup Harpa.
