Jakarta, Mata4.com — Pemerintah Republik Indonesia melalui otoritas terkait tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aturan mengenai devisa hasil ekspor (DHE) sektor sumber daya alam (SDA). Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya berlaku secara administratif, tetapi juga memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam hal penguatan cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa kebijakan DHE yang telah diterapkan selama beberapa tahun terakhir perlu dievaluasi secara komprehensif untuk melihat efektivitasnya di lapangan.
“Pemerintah tidak ingin kebijakan ini hanya menjadi kewajiban formal. Tujuannya adalah agar hasil ekspor benar-benar kembali ke dalam negeri dan memberi manfaat nyata, bukan sekadar masuk sebentar lalu keluar lagi,” ungkap Purbaya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (13/10).
Latar Belakang Kebijakan DHE
Aturan mengenai DHE SDA mewajibkan para eksportir untuk menempatkan sebagian dari hasil devisa ekspor mereka di rekening khusus dalam negeri, baik melalui perbankan nasional maupun instrumen keuangan lain yang telah ditentukan. Kebijakan ini mulai digalakkan sejak beberapa tahun lalu, sebagai respons terhadap tingginya arus keluar devisa dan minimnya kontribusi sektor ekspor terhadap stabilitas makroekonomi.
Sektor sumber daya alam, seperti pertambangan, energi, dan perkebunan, menjadi penyumbang utama ekspor Indonesia. Namun demikian, sebagian besar devisa hasil ekspor tersebut tidak selalu tinggal lama di dalam sistem keuangan nasional. Banyak eksportir memilih menyimpan devisanya di luar negeri, dengan alasan efisiensi usaha dan fleksibilitas transaksi.
Hal ini dikhawatirkan dapat melemahkan cadangan devisa negara dan berdampak pada kestabilan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dolar Amerika Serikat (AS).
Evaluasi Menyeluruh: Apa Saja yang Ditinjau?
Dalam proses evaluasi ini, pemerintah bekerja sama dengan berbagai instansi terkait, seperti Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Beberapa aspek yang menjadi fokus utama dalam evaluasi tersebut meliputi:
- Tingkat Kepatuhan Eksportir
Apakah eksportir benar-benar menempatkan devisa hasil ekspor ke dalam rekening khusus dalam negeri sebagaimana diwajibkan. - Durasi Penempatan DHE di Dalam Negeri
Sejauh mana devisa tersebut bertahan di sistem keuangan Indonesia, dan apakah cukup waktu untuk bisa dimanfaatkan dalam mendukung perekonomian. - Instrumen Penampung DHE
Apakah fasilitas dan instrumen keuangan yang tersedia saat ini cukup menarik dan efisien bagi eksportir untuk menyimpan dan memutar dananya di dalam negeri. - Sistem Pengawasan dan Sanksi
Efektivitas mekanisme pengawasan terhadap kepatuhan eksportir, serta sanksi yang diterapkan bagi pelanggar aturan. - Pemberian Insentif
Evaluasi juga menyasar kemungkinan pemberian insentif kepada eksportir patuh, agar lebih banyak pelaku usaha yang secara sukarela dan aktif mengikuti ketentuan yang berlaku.
“Kami juga sedang mempertimbangkan skema insentif yang lebih menarik, agar pelaku ekspor tidak merasa dirugikan atau dibatasi. Prinsipnya adalah win-win solution,” ujar Purbaya.
Bukan untuk Membatasi Ekspor
Purbaya menegaskan bahwa evaluasi kebijakan DHE bukanlah bentuk pembatasan terhadap kegiatan ekspor nasional. Pemerintah tetap mendorong pertumbuhan ekspor sebagai salah satu motor penggerak ekonomi. Namun, ekspor yang besar harus diimbangi dengan kontribusi nyata terhadap ekonomi domestik.
“Kami tidak ingin hanya menjadi negara penghasil barang mentah, tapi juga ingin memastikan hasil dari kegiatan ekspor itu masuk ke sistem ekonomi dalam negeri dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional,” tegasnya.
Tantangan dalam Implementasi
Meski aturan telah diberlakukan, di lapangan masih ditemui sejumlah kendala. Di antaranya adalah minimnya minat eksportir menyimpan devisanya di dalam negeri karena dianggap kurang fleksibel, adanya perbedaan kurs yang merugikan, serta proses administrasi yang masih dianggap rumit oleh sebagian pelaku usaha.
Beberapa asosiasi pengusaha juga menyampaikan keberatan terhadap sanksi yang dinilai terlalu berat dan belum diimbangi dengan insentif yang adil.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah membuka ruang dialog dan komunikasi dua arah untuk mencari solusi terbaik. Evaluasi diharapkan dapat menghasilkan perbaikan kebijakan yang lebih adaptif, transparan, dan mampu menjawab kebutuhan dunia usaha tanpa mengorbankan kepentingan ekonomi nasional.
Upaya Penguatan Ke Depan
Dengan cadangan devisa yang stabil, pemerintah berharap dapat lebih fleksibel dalam menjaga nilai tukar rupiah, menghadapi tekanan eksternal, serta mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri.
Pemerintah juga berkomitmen untuk terus memperbaiki ekosistem keuangan dalam negeri agar lebih kompetitif, termasuk dengan menyediakan instrumen investasi valas yang aman dan menarik bagi eksportir.

