Jakarta, Mata4.com — Direktur Eksekutif Trust Indonesia, Ahmad Fadhli, menilai mantan Kepala Public Communication Office (PCO) Hasan Nasbi belum sepenuhnya “move on” dari peran lamanya sebagai konsultan politik. Pernyataan ini disampaikan Fadhli merespons kritik Hasan terhadap gaya komunikasi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang disebutnya berpotensi melemahkan soliditas pemerintahan.
“Jangan korbankan prinsip demi mendapatkan posisi kekuasaan. Pernyataan ini sepertinya sangat cocok untuk Hasan Nasbi. Menurut saya, Hasan belum move on sebagai konsultan politik yang sejatinya bebas mengkritik pemerintah dari luar,” ujar Fadhli kepada inilah.com di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Publik Dinilai Paham Alasan Reshuffle
Fadhli menilai pernyataan Hasan justru memperjelas alasan Presiden Prabowo Subianto mereshuffle dirinya dari jabatan Kepala PCO. Ia menyebut publik kini dapat memahami bahwa keputusan itu memiliki dasar yang kuat.
“Publik akhirnya dibuat paham akan alasan Presiden Prabowo mereshuffle Hasan Nasbi dari jabatan Kepala PCO,” kata Fadhli.
Ia juga menegaskan bahwa soliditas pemerintahan tidak akan terganggu oleh kritik pribadi yang tak berbasis data. Fadhli bahkan menilai gaya komunikasi Hasan terhadap Menkeu terkesan emosional dan tidak proporsional.
“Terkesan mood swing kepada Purbaya Yudhi Sadewa. Jika dibandingkan kinerja Hasan Nasbi dengan Purbaya, sangat jauh. Ibarat kereta api Parahyangan (Hasan Nasbi) dengan Kereta Cepat Whoosh (Purbaya),” ujarnya menutup pernyataan.
Hasan Kritik Gaya Komunikasi Menkeu Purbaya
Sebelumnya, Hasan Nasbi—yang kini menjabat Komisaris di PT Pertamina (Persero)—menyoroti gaya komunikasi Menkeu Purbaya yang dianggap terlalu reaktif dan ceplas-ceplos tanpa koordinasi lintas kementerian.
Dalam sebuah video yang beredar, Hasan menyebut gaya komunikasi semacam itu berpotensi melemahkan soliditas internal kabinet dan membuka peluang bagi pihak-pihak yang tidak menyukai kebijakan pemerintah.
“Sesama anggota kabinet enggak bisa baku tikam terus-terusan di depan umum, karena itu akan melemahkan pemerintah,” kata Hasan.

Ia menilai, gaya komunikasi “koboi” yang terlalu spontan mungkin menghibur publik sementara waktu, tetapi tidak akan bertahan lama.
“Mungkin tiba-tiba butuh hiburan. Tapi nanti yang ditagih publik itu bukan lagi pernyataan, melainkan hasil kerja,” ungkapnya.
Hasan juga memperingatkan bahwa jika gaya komunikasi seperti ini dibiarkan, publik bisa memandangnya sebagai tanda ketidaksolidan pemerintahan.
“Hari ini bisa dianggap hiburan, tapi kalau dibiarkan, bisa terlihat sebagai tanda ketidaksatuan pemerintah. Padahal soliditas itu penting sekali,” tegasnya.
Konteks Politik dan Komunikasi Pemerintah
Pengamat politik menilai polemik ini mencerminkan dinamika komunikasi di dalam pemerintahan yang tengah menghadapi tekanan publik tinggi menjelang tahun politik dan implementasi program besar ekonomi nasional.
Purbaya sendiri dikenal sebagai sosok yang lugas dalam menyampaikan pandangan ekonomi, termasuk kritik terhadap praktik korupsi dan ketidakefisienan program pemerintah. Beberapa kalangan menilai gaya terbuka tersebut justru memperkuat transparansi kebijakan.
Menjaga Etika Komunikasi di Ruang Publik
Sejumlah pengamat komunikasi politik menekankan pentingnya menjaga harmoni antarpejabat publik tanpa mengorbankan transparansi. Kritik terbuka sesama pejabat dinilai sah sepanjang tidak menimbulkan disinformasi atau memperlemah kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Dalam konteks ini, perdebatan antara Hasan Nasbi dan Menkeu Purbaya menjadi contoh bagaimana komunikasi politik perlu dijaga dengan etika, profesionalisme, dan orientasi kepentingan publik.
