
Jakarta, 22 Juli 2025 – Farah Puteri, sosok aktivis dan figur publik yang sering vokal soal isu hak asasi manusia, menyampaikan pujian besar atas keberhasilan langkah diplomasi Pemerintah Republik Indonesia dalam membebaskan selebgram berinisial AP yang ditahan oleh otoritas junta Myanmar. Menurutnya, proses ini menjadi perwujudan nyata dari diplomasi tegas, berorientasi kemanusiaan, serta perlindungan maksimal terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.
Kronologi Lengkap Penahanan hingga Pembebasan AP
Penangkapan dan Tuduhan
- Sejak sekitar 20 Desember 2024, AP ditangkap oleh junta militer Myanmar karena diduga memasuki negara tersebut secara ilegal dan melakukan kontak dengan kelompok bersenjata lokal – yang melanggar UU Anti‑Terorisme, UU Keimigrasian, serta UU Unlawful Associations Act Myanmar. Ia kemudian dijatuhi hukuman penjara selama tujuh tahun oleh pengadilan Myanmar dan ditempatkan di penjara Insein, Yangon.
Respons Pemerintah Indonesia
- Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha, menyatakan bahwa sejak awal Kemlu dan KBRI Yangon intens melakukan pendampingan, termasuk memfasilitasi komunikasi dengan keluarga, memberikan akses konsuler dan bantuan hukum.
- Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mendesak agar pemerintah terus menerapkan diplomasi untuk menyelamatkan WNI yang ditahan di Myanmar, sembari membuka opsi amnesti atau deportasi jika memungkinkan.
- Ketum DPR Puan Maharani turut menekankan kewajiban negara dalam melindungi WNI yang berada dalam daerah konflik, dan menginstruksikan agar seluruh aparat bersinergi untuk melakukan upaya perlindungan dan evakuasi sesuai protokol diplomatik internasional.
Pengajuan dan Persetujuan Amnesti
- Pascavonis berkekuatan hukum tetap (inkracht), KBRI Yangon dan Kemlu RI resmi menyampaikan nota diplomatik kepada otoritas Myanmar perihal permohonan amnesti untuk AP, yang kemudian disetujui oleh State Administration Council Myanmar pada 16 Juli 2025.
- Presiden Myanmar melalui surat resmi menyatakan bahwa amnesti telah diberikan pada 15 Juli 2025, berdasarkan keputusan dewan tata usaha negara setempat.
Proses Deportasi dan Pemulangan
- Dengan status amnesti resmi, pada 19 Juli 2025 malam, AP dilepaskan dan dideportasi dari Yangon menuju Bangkok, dalam pengawalan penuh oleh KBRI Yangon. Ia berada di bawah pengawasan KBRI Bangkok sebelum dipulangkan ke Indonesia.
- Juru Bicara Kemlu RI, Roy (Rolliansyah) Soemirat, menyampaikan apresiasi kepada otoritas Myanmar yang kooperatif dan mendukung proses yang dijalankan pemerintah RI.
Pujian dari Farah Puteri dan Pemangku Kebijakan
Farah Puteri memuji pencapaian ini—terutama pada tiga aspek yang menurutnya sangat menonjol:
- Diplomasi Humanis & Konsisten
Diplomasi Indonesia berjalan tanpa tekanan militer. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa pendekatan yang diambil adalah diplomasi pertahanan, bukan operasi militer—merupakan langkah strategis insting menghadapi struktur birokrasi Myanmar yang militeristik. - Sinergi Tinggi Antar Lembaga
Kolaborasi antara Kemlu, KBRI, DPR, serta komunikasi aktif dengan keluarga AP menjadi elemen penting keberhasilan. Dukungan terus-menerus dari pejabat seperti Abraham Sridjaja dan Puan Maharani menunjukkan adanya koordinasi sistemik antar lembaga penanganan krisis WNI. - Pengakuan Diplomatik Internasional
Myanmar yang akhirnya memberikan amnesti menjadi tanda efektivitas diplomasi bilateral Indonesia — suatu bukti bahwa negara bisa dipaksa bekerja sama dalam kasus yang sensitif dengan pendekatan diplomatik yang beradab.
Farah menyimpulkan,
“Ini merupakan diplomasi konsisten, kolaboratif, dan bertujuan kemanusiaan—negara hadir melindungi warga tanpa harus mengangkat senjata.”
Analisis dan Dampak Strategis
Model Diplomasi Perlindungan WNI
Kasus AP menjadikan titik fokus kebijakan bahwa Indonesia tidak hanya melakukan tindakan reaktif, tetapi memetakan protokol sejak awal penahanan—dari pendampingan hukum hingga pengajuan amnesti. Ini bisa menjadi blueprint penanganan kasus serupa ke depan.
Pembaruan Protokol Krisis & Perlindungan
DPR, melalui suara legislator seperti Abraham Sridjaja dan Puan Maharani, menyuarakan pentingnya revisi protokol krisis WNI yang terjebak di negara konflik—termasuk peningkatan komunikasi antarlembaga dan deteksi dini untuk kasus luar negeri.
Soft Power Berbasis Diplomasi Internasional
Keberhasilan pembebasan ini diraih tanpa paksaan, kekerasan, atau intervensi militer—melainkan hanya dengan diplomasi yang cermat dan hubungan bilateral berbasis kemanusiaan.
Efek Moral & Citra Nasional Positif
Pujian publik seperti dari Farah Puteri memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang peduli terhadap warganya. Ini juga memberikan motivasi kepada jajaran diplomatik untuk mempertahankan kualitas layanan kekonsuleran dan respons cepat atas kasus penyanderaan atau penahanan WNI.
Tabel Singkat Kronologi
Tahapan | Tanggal | Rincian Singkat |
---|---|---|
Penangkapan | 20 Des 2024 | Ditahan atas tuduhan imigrasi ilegal dan berhubungan kelompok bersenjata |
Vonis Pengadilan | 1 Jul 2025 | Hukuman 7 tahun penjara di Yangon |
Permohonan Amnesti | Melalui nota diplomatik | Disampaikan pasca inkracht |
Persetujuan Amnesti | 15–16 Jul 2025 | Disetujui oleh Council Myanmar dan diinformasikan ke KBRI |
Deportasi | 19 Jul 2025 | AP meninggalkan Myanmar menuju Bangkok, dideportasi kembali ke Indonesia |
Kesimpulan
Kasus pembebasan selebgram AP dari Myanmar bukan hanya menarik untuk liputan berita, tetapi juga menyajikan pelajaran berharga bagi praktik diplomasi Indonesia. Keberhasilan tanpa kekuatan militer, pendekatan nasional yang berlapis serta kolaborasi lintas lembaga menunjukkan strategi diplomasi yang matang dan manusiawi. Farah Puteri menganggap inilah citra diplomasi ekselen yang ideal: tegas, terbuka, dan berdasar pada perlindungan negara terhadap warganya.
Apabila Anda ingin saya menambahkan:
- kutipan langsung Farah Puteri atau pejabat seperti Roy Soemirat
- reaksi keluarga AP
- respons netizen atau diskursus media sosial