Jakarta, Juli 2025 – Maskapai nasional Garuda Indonesia kembali menunjukkan ambisi besarnya untuk bangkit dan berkembang di kancah internasional. Dalam rangka memperkuat armada dan mendukung kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Amerika Serikat, Garuda tengah menyiapkan langkah besar: pembelian 50 hingga 75 unit pesawat Boeing. Rencana ini muncul dalam konteks diplomasi dagang strategis antara kedua negara yang mencakup perjanjian dagang senilai US$ 34 miliar.
Latar Belakang: Diplomasi Ekonomi RI-AS
Langkah ini tak lepas dari perundingan antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat terkait pengurangan bea masuk produk ekspor RI ke pasar AS. Dalam perundingan tersebut, Indonesia menawarkan peningkatan pembelian produk asal Amerika Serikat—termasuk dalam sektor penerbangan.
Salah satu sektor utama yang dijadikan andalan adalah pembelian pesawat terbang Boeing oleh maskapai BUMN Garuda Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang memimpin negosiasi tersebut, menyebut bahwa pembelian armada ini adalah bagian dari upaya Indonesia untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dengan AS sekaligus memperkuat industri penerbangan nasional.
Rencana Armada: Fokus ke Boeing 737 MAX dan 787 Dreamliner
Menurut informasi dari berbagai sumber, jenis pesawat yang akan dibeli Garuda antara lain:
- Boeing 737 MAX 8: Pesawat lorong tunggal ini cocok untuk rute domestik dan regional. Selain lebih hemat bahan bakar, versi MAX menawarkan teknologi avionik yang lebih canggih dan efisiensi biaya operasional hingga 15–20% dibanding generasi sebelumnya.
- Boeing 787 Dreamliner: Jet jarak jauh ini dirancang untuk rute internasional seperti ke Timur Tengah, Eropa, dan Asia Timur. Dreamliner dikenal sebagai pesawat wide-body yang menggabungkan kenyamanan premium dengan efisiensi tinggi dan jejak karbon yang lebih rendah.
Pihak Boeing menyambut rencana ini dengan antusias dan tengah berdiskusi teknis serta logistik pengiriman. Proses negosiasi sendiri diperkirakan rampung setelah penandatanganan MoU perdagangan Indonesia-AS yang dijadwalkan pada 7 Juli 2025.
Strategi Bisnis Garuda: Ekspansi di Tengah Pemulihan
Garuda Indonesia saat ini masih berada dalam fase pemulihan pasca restrukturisasi besar-besaran akibat tekanan pandemi COVID-19 dan beban utang masa lalu. Langkah ekspansi armada ini menandai babak baru dalam strategi pertumbuhan perusahaan.
Target Utama:
- Meningkatkan kapasitas layanan domestik dan internasional
- Memodernisasi armada dengan pesawat generasi terbaru dan hemat energi
- Meningkatkan efisiensi bahan bakar dan mengurangi biaya operasional
- Meningkatkan daya saing Garuda terhadap maskapai regional seperti Singapore Airlines, Thai Airways, dan Malaysia Airlines
Dengan tambahan hingga 75 pesawat baru, Garuda menargetkan total armadanya mencapai 100 pesawat operasional pada akhir 2025. Ini akan memungkinkan perusahaan membuka kembali rute-rute strategis yang sebelumnya dihentikan, serta membuka rute-rute baru untuk mendukung pariwisata dan konektivitas antarpulau di Indonesia.
Pembiayaan: Dana Jumbo, Dukungan Pemerintah
Untuk mendukung pembelian armada ini, Garuda telah memperoleh pinjaman dari Danantara Indonesia, lembaga keuangan berbasis lokal yang menyediakan fasilitas pembiayaan hingga US$ 1 miliar.
Tahap awal pinjaman senilai Rp 6,65 triliun sudah cair dan akan digunakan untuk:
- Maintenance pesawat yang ada
- Persiapan down payment pembelian armada baru
- Modal kerja operasional harian
Pemerintah melalui Kementerian BUMN dan Menteri Erick Thohir secara terbuka menyatakan dukungan atas ekspansi ini. Menurut Erick, pembelian Boeing ini bukan hanya untuk kebutuhan Garuda, tetapi juga bagian dari strategi dagang dan penguatan diplomasi ekonomi Indonesia di kawasan Asia–Pasifik dan global.
Tantangan dan Risiko yang Mesti Diwaspadai
Meski langkah ini terlihat ambisius dan positif, ada sejumlah tantangan besar yang harus diperhatikan Garuda dan pemerintah:
- Kemampuan membayar utang: Meskipun sudah merestrukturisasi utang senilai lebih dari Rp 120 triliun, Garuda masih mencatat kerugian pada 2024 sekitar US$ 70 juta.
- Risiko fluktuasi nilai tukar: Karena pesawat dibeli dengan dolar AS, melemahnya rupiah akan meningkatkan beban keuangan perusahaan.
- Masalah produksi Boeing: Beberapa varian Boeing seperti 737 MAX pernah menghadapi isu sertifikasi dan keamanan. Potensi penundaan produksi juga masih ada akibat gangguan rantai pasokan global.
- Kapasitas SDM dan perawatan: Penambahan armada dalam jumlah besar harus dibarengi peningkatan SDM, teknisi, dan kapasitas MRO (Maintenance, Repair & Overhaul).
Dampak Jangka Panjang: Nasional & Global
Jika rencana ini berjalan sesuai harapan, maka manfaat jangka panjangnya cukup besar:
- Bagi Garuda Indonesia: Akan memulihkan posisi sebagai maskapai full-service terpercaya dan unggulan di kawasan.
- Bagi Ekonomi Nasional: Pembelian pesawat Amerika Serikat ini dapat memperkuat hubungan bilateral dan membuka jalan investasi, ekspor, dan kerja sama lainnya.
- Bagi Pariwisata Indonesia: Rute-rute baru dan kapasitas yang meningkat akan mendukung program nasional seperti “10 Bali Baru”, sekaligus mempermudah akses ke destinasi domestik dan mancanegara.
