Bekasi, Mata4.com – Ketegangan di dunia pendidikan kembali mencuat. Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitria, mengungkapkan keresahan para guru dalam menjalankan tugas mendidik. Ketakutan muncul usai dirinya sempat dinonaktifkan karena memberi teguran keras terhadap seorang siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah.
Kasus ini sempat memicu gejolak: dari protes wali murid hingga pelaporan ke kepolisian. Kendati akhirnya telah terjadi mediasi dan pencabutan laporan, dampaknya masih dirasakan oleh para pendidik.
“Saya dan guru-guru kini waswas, takut saat menegur anak. Bahkan untuk sekadar memotong rambut murid pun, guru bisa dibully atau dilaporkan,” ungkap Dini saat ditemui dalam acara mediasi di SMAN 1 Cimarga, Kamis (16/10/2025).
Dini mengapresiasi adanya Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di sekolah. Namun, dia menilai perlu ada pedoman jelas bagi guru tentang batasan tegas dalam menegur siswa agar tidak dianggap melampaui kewenangan.
P2G: Guru Jangan Takut Selama di Jalur Benar
Menanggapi situasi ini, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengajak para pendidik untuk tetap teguh dalam menjalankan peran mereka. Selama langkah yang diambil berada dalam koridor hukum dan etika pendidikan, menurutnya tidak ada alasan bagi guru untuk takut.
“Kami meminta guru dan kepala sekolah untuk tetap konsisten menanamkan nilai-nilai karakter dan kedisiplinan. Jangan pernah takut selama mendidik itu sesuai dengan aturan hukum dan filosofi Ki Hajar Dewantara,” tegas Satriwan, Jumat (17/10/2025).
Namun, Satriwan juga mengecam tindakan kekerasan fisik dalam mendidik, seperti menampar atau memukul. Ia menegaskan hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Guru dan Dosen serta UU Perlindungan Anak.
“Guru memang harus tegas, tapi tidak boleh emosional. Sentuhan fisik seperti menampar jelas melanggar etik dan hukum. Pendidikan tidak boleh dilakukan dengan kekerasan,” tambahnya.
Orang Tua Juga Harus Mengerti Peran Sekolah
P2G turut menyayangkan sikap sebagian orang tua yang terburu-buru melaporkan guru ke polisi tanpa terlebih dahulu melakukan dialog dengan pihak sekolah. Satriwan menilai, seharusnya orang tua dipanggil untuk diberikan pemahaman tentang aturan sekolah, termasuk larangan merokok.
“Ini soal komunikasi. Harusnya orang tua dipanggil dulu, diajak bicara soal tata tertib. Langsung melapor ke polisi itu reaktif dan kontraproduktif,” katanya.

Kasus semacam ini, menurutnya, dapat menciptakan rasa takut pada guru, yang pada akhirnya merugikan siswa itu sendiri. “Kalau guru takut menegur, pendidikan karakter seperti apa yang bisa kita harapkan?” ujar Satriwan.
Pemprov Diminta Tidak Gegabah Nonaktifkan Guru
Satriwan juga menyoroti kebijakan Pemerintah Provinsi Banten yang sempat menonaktifkan Kepala SMAN 1 Cimarga secara cepat. Ia menilai seharusnya ada proses klarifikasi dan tahapan sanksi yang dijalankan sesuai prosedur.
Baca Juga:
kemenkes ri flu ngegas malaysia didominasi influenza a
“Harusnya tidak langsung nonaktifkan. Ada mekanisme pemanggilan, teguran, dan mediasi. Tapi kami apresiasi karena jabatan beliau akhirnya dipulihkan,” ungkapnya.
Pendidikan Perlu Zona Aman Bagi Guru dan Siswa
Insiden di SMAN 1 Cimarga menjadi refleksi penting bagi dunia pendidikan nasional. Pendidikan bukan hanya tentang transfer ilmu, tapi juga pembentukan karakter. Dan dalam proses itu, guru harus diberi ruang dan perlindungan, tanpa mengabaikan hak-hak anak.
Dini berharap ke depan akan ada pelatihan atau coaching reguler bagi guru untuk memahami batasan dalam mendisiplinkan siswa, agar tidak terjadi kesalahpahaman.
“Kami butuh kejelasan, mana yang disebut teguran, mana yang dianggap kekerasan. Kami ingin mendidik dengan hati, bukan dengan rasa takut,” pungkasnya.
