
Jakarta, 23 Juli 2025 – Memperingati Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh setiap tanggal 23 Juli, Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan seruan keras kepada pemerintah agar segera merumuskan kebijakan perlindungan anak yang lebih komprehensif, inklusif, dan adaptif terhadap zaman. Dalam pernyataannya, Puan menekankan bahwa perlindungan anak bukan hanya kewajiban moral dan hukum, tetapi juga investasi masa depan bangsa.
Tema HAN 2025: “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045”
Tahun ini, peringatan HAN 2025 mengusung tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045.” Tema ini menyoroti pentingnya membangun generasi yang cerdas, sehat, dan tangguh dalam menghadapi tantangan masa depan. Dalam konteks tersebut, Puan menilai bahwa perhatian terhadap perlindungan anak harus menjadi prioritas utama dalam penyusunan kebijakan nasional.
“Anak-anak adalah pewaris masa depan Indonesia. Maka sudah menjadi tanggung jawab negara untuk menjamin mereka tumbuh di lingkungan yang aman, sehat, dan bebas dari kekerasan — baik secara fisik, psikologis, maupun digital,” ujar Puan dalam pidatonya di Kompleks Parlemen, Senayan.
Desakan atas Kebijakan Perlindungan Digital: Menghadapi Ancaman Dunia Maya
Puan secara khusus menyoroti ancaman serius yang kini hadir di dunia digital. Di tengah masifnya penggunaan gawai dan internet oleh anak-anak, konten berbahaya, kekerasan daring (cyberbullying), serta eksploitasi seksual digital kian mengkhawatirkan.
“Kita tidak bisa lagi menunda regulasi yang kuat dan terukur untuk melindungi anak di ruang digital. Dunia maya harus menjadi ruang aman, bukan perangkap yang membahayakan tumbuh kembang mereka,” tegasnya.
Puan mendesak pemerintah melalui Kemenkominfo dan KemenPPPA untuk merancang RUU Perlindungan Anak Digital, yang mengatur klasifikasi konten, sistem verifikasi usia, perlindungan data pribadi anak, serta sanksi bagi penyedia platform digital yang abai terhadap keamanan pengguna di bawah umur.
Tekanan untuk Membangun Sistem Peringatan Dini Kekerasan Anak
Isu kekerasan terhadap anak, baik di rumah, sekolah, maupun institusi sosial lainnya, masih menjadi momok yang belum terselesaikan. Puan menekankan pentingnya penguatan sistem pencegahan yang berbasis teknologi dan komunitas, seperti early warning system kekerasan anak.
“Selama ini kita selalu reaktif. Kekerasan terjadi, baru ditindak. Kita butuh pendekatan preventif, dengan sistem pelaporan dini, edukasi masyarakat, dan pemberdayaan keluarga agar bisa mengenali tanda-tanda kekerasan sejak awal,” kata Puan.
Puan mengusulkan agar sistem ini dibangun lintas sektor dengan melibatkan Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan, serta aparat penegak hukum. Sistem ini juga perlu dibarengi dengan pelatihan bagi guru, pendidik PAUD, dan perangkat desa agar dapat menjadi garda terdepan pelindung anak.
Pentingnya Layanan Psikososial: Jangan Biarkan Anak Bertumbuh dengan Luka
Dalam pidatonya, Puan juga menyinggung aspek penting yang sering dilupakan: pemulihan psikologis anak korban kekerasan. Menurutnya, banyak anak yang selamat dari kekerasan fisik tetapi tumbuh dengan luka mental yang tak tampak.
“Negara harus hadir tidak hanya dalam penegakan hukum, tapi juga dalam penyembuhan. Layanan psikologis, konseling, dan terapi harus mudah diakses oleh anak-anak yang membutuhkan,” ujar Puan.
Ia mendesak LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) bersama KemenPPPA dan Kemenkes memperluas jangkauan layanan trauma healing hingga ke pelosok, termasuk melalui pendekatan digital dan komunitas berbasis sekolah.
Bukan Seremonial, Tapi Titik Balik Komitmen Bangsa
Puan menegaskan bahwa peringatan Hari Anak Nasional tidak boleh sekadar menjadi acara simbolik, melainkan momentum refleksi dan aksi nyata. Ia mengingatkan bahwa komitmen untuk melindungi anak adalah amanat konstitusi dan fondasi menuju Indonesia Emas 2045.
“Kalau kita ingin Indonesia kuat, maka anak-anak harus kuat. Dan kekuatan itu lahir dari rasa aman, dicintai, didengar, dan dilindungi,” tutupnya.
Langkah Strategis yang Didukung DPR RI
Dalam upaya mewujudkan sistem perlindungan anak yang komprehensif, Puan menyampaikan beberapa rekomendasi konkret yang akan didorong DPR RI ke dalam legislasi dan anggaran:
- Percepatan RUU Perlindungan Anak Digital
Mengatur sistem verifikasi usia, klasifikasi konten, perlindungan data anak, dan sanksi terhadap platform. - Penguatan Pendidikan Karakter dan Anti Kekerasan di Kurikulum Sekolah
Dimulai dari tingkat PAUD hingga SMA, dengan pelatihan guru dan pendamping anak. - Ekspansi Layanan Psikologis dan Pendampingan Anak Korban Kekerasan
Diperluas ke puskesmas, sekolah, dan pusat layanan masyarakat. - Program Literasi Digital bagi Anak dan Orang Tua
Dijalankan secara massif melalui platform sekolah, komunitas, dan media sosial. - Evaluasi Anggaran Perlindungan Anak di APBN
Pastikan alokasi mencukupi dan digunakan tepat sasaran.
Penutup: Generasi Anak yang Dilindungi adalah Aset Masa Depan
Hari Anak Nasional 2025 menjadi pengingat bahwa anak-anak bukan hanya objek belas kasih, tetapi subjek hukum yang punya hak-hak mutlak untuk dihormati dan dilindungi. Seruan Puan Maharani mencerminkan kesadaran politik bahwa masa depan bangsa ditentukan oleh keputusan hari ini—apakah kita cukup berani melindungi mereka?
Melalui suara Ketua DPR RI, anak-anak Indonesia kembali diingatkan bahwa mereka tidak sendirian. Negara hadir, dan akan terus hadir, jika keberpihakan benar-benar diwujudkan melalui tindakan nyata.