Bekasi, Mata4.com – Produksi garam nasional Indonesia masih sangat bergantung pada cuaca, sehingga ketergantungan impor dari Australia dan Amerika Serikat tetap tinggi, terutama untuk kebutuhan industri petrokimia.
Lamhot Sinaga, Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR, menekankan perlunya rekayasa teknologi agar produksi garam industri dalam negeri bisa memenuhi standar dan lebih stabil.
Ia menyoroti perbedaan biaya produksi dengan negara lain, di mana Australia memanfaatkan tambang garam sehingga harganya lebih murah dibanding garam Indonesia yang masih mengandalkan pengeringan air laut.

Akibatnya, banyak perusahaan enggan menanam modal di sektor garam industri karena kurang menguntungkan secara ekonomi. Lamhot menegaskan, transformasi teknologi menjadi kunci agar industri lokal tidak terus tergantung pasokan impor.
“Dengan teknologi, seharusnya Indonesia mampu memproduksi garam industri sendiri tanpa mengganggu daya saing sektor petrokimia,” ujarnya saat meninjau lokasi di Cilegon, Banten pada Jumat (21/11/2025).
