
Bekasi, Mata4.com – Indonesia secara tegas mengusulkan reformasi menyeluruh pada arsitektur keuangan global, khususnya menyoroti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank). Usulan ini disampaikan dalam pertemuan tingkat menteri kelompok G77 yang berlangsung di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di New York, Amerika Serikat.
Menurut Direktur Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Tri Tharyat, tujuan awal pembentukan IMF dan World Bank pada tahun 1945—yakni menjaga stabilisasi moneter global—sudah tidak lagi relevan dengan kondisi ekonomi dunia saat ini.
“Kita mengusulkan reformasi yang secara nyata dilakukan di international financial institutions. Banyak yang harus dirombak dalam hal cerminan dan kenyataan bahwa IMF dan World Bank saat ini sudah berbeda dengan IMF-World Bank pada saat diluncurkan,” ujar Tri kepada media di New York, Rabu (24/9/2025).
Sistem Voting Saham: Dulu Mengikat, Kini Menghambat
Tri mengingat pengalaman Indonesia menghadapi krisis moneter 1968, di mana bantuan pinjaman dari IMF dan World Bank datang dengan persyaratan ketat. World Bank, misalnya, menetapkan syarat utama berbasis proyek dengan fokus pada hasil konkret.

Namun, fokus utama reformasi yang diserukan Indonesia saat ini berkaitan dengan sistem pengambilan keputusan di World Bank, yang didasarkan pada voting berbasis saham, bukan satu negara satu suara.
“Logikanya, semakin besar kontribusi modal suara sebuah negara, maka semakin besar pula kekuatan negara tersebut dalam menentukan kebijakan global,” terang Tri.
Tri menekankan, sistem ini sudah tidak mencerminkan realitas ekonomi global saat ini. Negara-negara yang dulunya dianggap berkembang atau miskin kini telah menjadi major economy dan berperan signifikan dalam pengambilan keputusan global di bidang ekonomi.
Jomplangnya Kontribusi BRICS dan Kekuatan Suara
Tri memberikan contoh blok ekonomi baru, BRICS, yang kini menjadi pemain penting dalam ekonomi dunia. Indonesia, yang baru saja bergabung dengan blok tersebut, bersama anggota lainnya memiliki kontribusi gabungan mencapai hampir 40 persen dari total ekonomi global.
Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara kontribusi ekonomi dan pengaruh suara di lembaga internasional seperti IMF dan World Bank. Indonesia menilai, reformasi sistem voting menjadi kunci untuk mencerminkan kekuatan ekonomi aktual dan memastikan keadilan dalam pengambilan keputusan global.
Arah Reformasi Indonesia
Usulan Indonesia menekankan beberapa hal:
- Reformasi struktur pengambilan keputusan agar lebih adil, mencerminkan kontribusi ekonomi saat ini.
- Keterwakilan negara berkembang dan ekonomi baru yang lebih proporsional dalam proses pembuatan kebijakan.
- Penyesuaian kebijakan pinjaman dan proyek agar lebih relevan dengan kondisi ekonomi modern.
Tri menegaskan bahwa langkah ini sejalan dengan posisi Indonesia sebagai anggota G77 dan BRICS, serta upaya negara-negara berkembang untuk memiliki suara lebih kuat dan setara dalam tata kelola keuangan internasional.
Dengan inisiatif ini, Indonesia kembali menegaskan peran strategisnya dalam diplomasi ekonomi global, mendorong reformasi lembaga internasional yang lebih adil, transparan, dan relevan dengan tantangan ekonomi abad ke-21.