Bekasi, Mata4.com – Komitmen gencatan senjata antara Israel dan Hamas pada 10 Oktober 2025 kini terancam. Alih-alih melancarkan bantuan kemanusiaan secara maksimal, Israel dituding membatasi pasokan vital bagi 2,4 juta penduduk Jalur Gaza.
Kantor Media Pemerintah Gaza pada Senin (24/11/2025) mengungkap bahwa Israel hanya mengizinkan maksimal 200 truk bantuan masuk per hari, jauh di bawah batas minimal 600 truk yang disepakati dalam perjanjian. Kepala Kantor Media Gaza, Ismail Al-Thawabteh, menilai angka tersebut hanya mencukupi kurang dari sepertiga kebutuhan mendesak penduduk Gaza.
“Israel mengelola kelaparan di Gaza secara perlahan dan bertahap,” kecam Al-Thawabteh. Ia menekankan kondisi mengerikan di lapangan, dengan tingkat malnutrisi di Gaza yang telah melampaui 90 persen.

Pelanggaran Berlapis: Alat Berat Dilarang Masuk
Al-Thawabteh menambahkan, Israel juga melarang masuk alat berat yang krusial untuk mengevakuasi jenazah korban dari reruntuhan bangunan. Larangan ini dianggap sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum kemanusiaan internasional. Ia menyebut praktik Israel sebagai kejahatan berlapis, berupa kelaparan sengaja dan penghalangan akses bantuan vital.
Sejak gencatan senjata diberlakukan, Israel diduga tidak mematuhi perjanjian sepenuhnya dan melancarkan serangan hampir setiap hari, menewaskan sedikitnya 342 warga Palestina sejak 10 Oktober.
Desakan Internasional
Menghadapi situasi kritis ini, Kantor Media Gaza mendesak para mediator dan penjamin gencatan senjata untuk menekan Israel agar mematuhi kesepakatan dan menghentikan pelanggaran berat.
Sejak Oktober 2023, serangan tentara Israel di Jalur Gaza telah menewaskan hampir 70.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 170.900 lainnya. Kini, nasib 2,4 juta warga sipil Gaza bergantung pada efektifitas tekanan internasional untuk memastikan bantuan kemanusiaan tersalurkan.
